Skip to main content

Tentang Hubungan, Belajar Dari Jack dan Meg White

Jack and Meg White

Jika ada selebriti yang memberiku pelajaran berharga tentang hubungan, orang itu adalah Jack White. Musisi paling penting dalam dekade ini. Umurnya lebih tua dariku dua tahun saja. Pelajaran apakah yang dia berikan tentang hubungan?

Ketika Jack dan Meg White yang dikenal dunia lewat The White Stripes, media memberitakan bahwa mereka adalah 'brother and sister band'. Namun belakangan terungkap bahwa Jack dan Meg adalah bekas suami istri. Mereka berdua menikah di usia yang sangat muda. Meg adalah cinta pertama sekaligus pacar pertama Jack Anthony Gillis yang kemudian dinikahi pada tahun 1996. Setelah menikah, Jack mengambil nama keluarga Megan Martha White sebagai nama belakangnya. Mereka bercerai tahun 2000. Saat media mengetahui bahwa Jack dan Meg bukanlah kakak beradik, melainkan mantan suami istri, Jack menjelaskan pada majalah Rolling Stone:
When you see a band that is two pieces, husband and wife, boyfriend and girlfriend, you think, "Oh, I see . . ." When they're brother and sister, you go, "Oh, that's interesting." You care more about the music, not the relationship – whether they're trying to save their relationship by being in a band.
Jawaban yang cukup matang menurutku, tidak sekedar mencari-cari dalih semata. Setelah bercerai, Jack dan Meg tetep ngeband bareng. Bahkan yang ajaib adalah saat Jack memutuskan menikahi Karen Elson_ model video klip The White Stripes dalam lagu Blue Orchid_di tengah-tengah shooting, di hutan Amazon, Meg White lah yang berperan sebagi pendamping pengantin perempuan. Begitu pula ketika Meg menikah kembali dengan Jackson Smith (anaknya Patty Smith), pernikahan itu dilakukan di halaman belakang rumah Jack White di, Nasville, Tennesse. Bahkan Jack memberi nama anaknya dengan nama keluarga Meg: Harvey Lee White dan Scarlett White. Selain itu, Meg juga banyak membantu penggarapan album perdana Karen Elson dalam memulai karir barunya sebagai penyanyi.

Hubungan Jack dan Meg, cukup mengherankan untuk banyak orang. Apalagi orang-orang Amerika sana. Adalah hal yang tidak biasa, sepasang mantan suami istri, masih bisa berhubungan dengan sangat baik satu sama lain, tetap saling mendukung dan bekerjasama (meski untuk mencapainya pasti tidaklah mudah). Bukan hanya di antara mereka saja, tapi juga dengan pasangan baru mereka masing-masing.

Menurutku, butuh kedewasaan dan kematangan sikap, bahwa saling mencintai bukan berarti selalu berakhir dalam sebuah ikatan suami istri. Kurasa saat Jack dan Meg mengumumkan mereka adalah brother and sister, mereka bersungguh-sungguh menjalaninya. Sebagai penggemar, aku berasumsi bahwa Meg adalah cinta sejatinya Jack. Mereka adalah soulmate satu sama lain dan ga harus jadi suami istri. Hidup bersama, saling mendukung, saling menyayangi, saling menjaga (Jack selalu membela Meg, jika media under estimate pada kemampuan Meg bermain drum). Jack dan Meg mengajarkan keintiman yang sublim, karena ini tidak lagi melulu sebatas seks atau keintiman fisik belaka. Menjadi luar biasa karena kualitas hubungan seperti itu di bisa dilakukan di tengah-tengah medan sosial super rock star yang seringkali 'lack of commitment'.

Kurasa kualitas hubungan seperti ini juga hanya bisa di capai oleh orang-orang yang tau apa yang dia inginkan dari sebuah hubungan. Mungkin  juga tidak langsung ditemukan, tapi setidaknya perlu dicari tau apa yang sesungguhnya masing-masing inginkan dari sebuah hubungan. Dan yang terpenting juga setelah tau apa yang diinginkan, punya ketetapan hati pada keinginan itu. Tidak terombang-ambing atau meragu yang membuat kualitas hubungan seperti itu jadi mustahil tercapai.

Jika salah satu tidak yakin dengan apa yang dia inginkan dari sebuah hubungan yang kemudian terasa adalah salah satu pihak merasa dipermainkan. Karena tujuannya ga jelas dan bisa berubah setiap saat. Jika yang terjadi seperti itu, sebuah hubungan tidak akan menemukan ruang untuk berkembang dan bertumbuh. Mengahadapi situasi seperti ini yang akhirnya diperlukan adalah ketegasan sikap untuk memperjuangkan tujuannya sendiri. Bagaimana bisa saling membahagiakan, jika salah satu pihak saja tidak tau apa yang dia inginkan.

Kukira menemukan soulmate itu seperti menjawab soal-soal ujian bersama. Dua-duanya harus lulus ketika sama-sama meski dengan cara yang berbeda, tapi setidaknya masing-masing saling mengetahui keberbedaan cara-cara itu. Memaknai hubungan juga semestinya dilakukan kedua belah pihak. Ga bisa salah satu pihak aja dan mesti diingat: berkompromi dan mengalah adalah dua hal yang berbeda.

Jack White dan Karen Elson, Vouge, Juni 2010. Foto oleh Annie Leibovitz

"....we're married and we really know each other in such a different sense, he knew that he kind of had to throw me in at the deep end. So he did, he threw me in, and I had to deliver." Karen Elson to Jack White - Vouge

update: ternyata Jackson Smith alias suaminya Meg White adalah anggota bandnya Karen Elson alias istrinya Jack White.. ajaib..:))

Comments

I. Widiastuti said…
pagi ini, aku cukup tertohok, lagi-lagi lewat jack & meg.
Gw suka sound gitarnya unik 😁

Popular posts from this blog

Hujan Semalam di Malaysia, Banjir Sebulan di Sembakung*

Foto oleh tarlen Creative Commons Tulisan ini adalah catatan penelitan lapangan yang dibuat untuk Yayasan Interseksi. Tarlen Handayani adalah anggota Tim Peneliti Hak Minoritas dan Multikulturalisme di kawasan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Sembakung. Sebuah tempat yang sama sekali asing dan saya putuskan sebagai tujuan dari penelitian ini, saat sampai di Nunukan, Kalimantan Timur. Dari rencana semula, wilayah penelitian saya adalah Kepulauan Mentawai, tepatnya di Siberut. Namun, saat workshop persiapan sebelum berangkat ke lapangan, tempat penelitan sepakat di pindah ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur atas pertimbangan beberapa informasi, bahwa Siberut terancam tsunami. Saya menyepakati kepindahan lokasi itu, meski berarti saya harus mempersiapkan semuanya lagi dari awal. Salah satu mentor workshop, Dave Lumenta , memberikan rekomendasi beberapa daerah di sekitar Kecam

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tobucil jepretan Chandra Mirtamiharja Aku sering sekali di tanya, apakah suatu hari nanti tobucil akan menjadi tobusar alias toko buku besar? meski seringnya kujawab sambil bercanda, tapi aku serius ketika bilang, tobucil akan tetap menjadi tobucil. Karena tobucil tetap memilih menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawabanku bisa menerima meski mungkin ga ngerti-ngerti amat dengan maksudku 'tetap menjadi kecil' , tapi sebagian lagi biasanya langsung protes dan merasa aneh dan menganggapku tidak punya cita-cita besar dan tidak mau mengambil resiko menjadi besar. Biasanya aku akan balik berkata pada mereka yang merasa aneh itu, 'memilih tetap kecil itu bukan pilihan yang mudah loh.' Mungkin ada teman-teman yang kemudian bertanya, 'mengapa menjadi kecil itu bukan pilihan yang mudah?' bukankan kecil  itu sepele, remeh dan sederhana? Ketika memulai sebuah usaha dari hal yang kecil, remeh dan sederhana, itu menjadi hal yang mudah dilakukan. Namun jika sebuah