Skip to main content

Posts

Showing posts from 2006

Nu Year, Nu Me?

foto by tarlen "first km. simones" Kebohongan terbesarku selalu dimulai di tahun baru. Sederet resolution buat diriku sendiri, menjadi daftar panjang yang kubuat diawal tahun, tapi ketika akhir tahun aku menengoknya kembali, sebanyak itu pula kebohongan yang kulakukan (yang terdaftar tentunya, yang tidak terdaftar pastinya lebih banyak lagi). Karena aku ga menepati apa yang kujanjikan pada diriku sendiri. Lantas di pergantian tahun seperti ini, aku akan membuat daftar yang tak terealisasi itu, menjadi resolution baruku di awal tahun, begitulah seterusnya. Yang artinya, aku ga pernah buat resolution baru sesungguhnya. Dan kalo aku bilang, tahun baru menandai kebaruan diriku, yeah omong kosong. *** Aku berhenti beresolusi sejak beberapa tahun terakhir ini, saat aku sadar, aku hanya menambah daftar kebohonganku sendiri. Tahun baru datang, ya biarkan dia datang, karena demikian tugas waktu. Berputar dari hari kehari, dari tahun ke tahun, mengantar pertambahan usiaku. Seperti ling

Carut Marut Perempuan di Layar Kaca

foto by tarlen Rasanya bukan saya saja yang mengalami perasaan schizophrenic, jika menyimak pemberitaan di layar kaca dalam sebulan terakhir ini. Sebagai pemirsa, saya menyaksikan betapa cepat drama kehidupan berganti lakon. Pemirsa televisi seolah digiring dalam satu fragmen ke fragmen lain yang semua peran utamanya adalah perempuan. Sebut saja Maria Eva dalam berita skandal seksnya dengan anggota dewan dari partai Golkar_Yahya Zaini. Belum selesai kehebohan berita itu, pemirsa digiring pada fragmen berikutnya yang tak kalah heboh. Kali ini bintang utamanya adalah teh Ninih, istri ulama kondang Abdulah Gymnastiar yang memutuskan menikah lagi dengan perempuan bernama Rini. Pemberitaan ini mengundang reaksi keras dari banyak kalangan. Sebagian sangat menyesalkan sikap Teh Ninih sebagai istri yang menerima begitu saja keputusan suaminya menikah lagi. Sebagian besar lainnya sibuk memperdebatkan boleh tidaknya poligami. Bahkan Presiden SBY pun ikut bersuara mengenai hal ini. Perdebatan pol

The Dark Side of The Moon

pic: paper plate education Berita poligami Aa Gym dan skandal sex Yahya Zaini, belum selesai terungkap, kehebohan berita berganti dengan ditemukannya Alda Risma, di hotel Grand Menteng, dalam keadaan tewas karena over dosis. Pemburu infotainment, sibuk mengorek keterangan dari keluarga penyanyi berusia 24 tahun itu. Yang menggelitik pikiranku kemudian adalah pernyataan dari kakeknya Alda, "Wah rasanya tidak mungkin Alda terlibat narkoba." Aku jadi teringat, salah satu episode Oprah yang membahas rahasia hidup seseorang. Saat itu Oprah menampilkan tamu beberapa perempuan yang ternyata menjalani kehidupan ganda. Selain ibu juga bapak rumah tangga dan panutan keluarga, mereka ternyata menjalani kehidupan rahasia sebagai penjudi, pengutil dan perampok bank, selama bertahun-tahun. Rahasia terbongkar saat mereka tak dapat lagi mengontrol kehidupan rahasianya dan akhirnya terlibat masalah yang menyebabkan rahasianya terungkap. Ketika ditanya mengapa mereka mampu menyembunyikan rahas

That's Why I Like You...!

picture by ross halfin Ngikutin pembuka tulisan Hagi Hagoromo di edisi sebelumnya, saya juga mau bilang, kalau jadi penggemar sebuah band bukanlah hal yang kelihatannya mudah. Kenapa saya bilang gitu? proses menyukai sebuah band hingga bisa jadi fan-nya selama bertahun-tahun, ternyata butuh komitmen dan kepercayaan, persis kaya orang pacaran. Berlebihan kah saya? mungkin. Bagi saya, ketika saya menggemari sesuatu, seringkali saya harus kenal seperti apa yang saya gemari itu. Bukan cuma musiknya, seringkali attitude malah jadi faktor yang cukup penting bagi saya untuk memutuskan, terus menyukainya, atau ya sudahlah, mereka tak ada bedanya dengan band-band lain yang terkena rockstar syndrome. Saya mau cerita tentang rasa suka saya pada Pearl Jam. Band asal Seattle di era 90-an yang sampai saat ini, mereka jadi last band standing untuk generasinya. Sama seperti kebanyakan anak SMU yang hidup di tahun 1990-an, saya juga terkena demam grunge. Waktu itu saya lebih dulu menyukai Red Hot C

Tenjojaya for The First Time

Tenjojaya diliat dari rumah ibu Rum, photo by tarlen Ini adalah observasi lapangan pertama, yang saya lakukan untuk kepentingan penelitian justice for the poor. Observasi ini bertujuan untuk mencari kejelasan kasus perceraian ibu Rum di daerah Tenjojaya, Sukabumi. Selain itu, moment rapat koordinasi para koordinator lapangan dari 4 daerah PEKKA (Sukabumi, Cianjur, Subang dan Karawang), menjadi moment berharga bagi saya untuk mengerti dan memahami lebih jauh lagi kerja para PL PEKKA di wilayah binaan mereka masing-masing. Perjalanan menuju Ds Cibadak, tempat Mipna, PL PEKKA wilayah Sukabumi, bagi saya jadi perjalanan yang cukup panjang. Berangkat dari terminal Leuwi Panjang, Bandung Pk. 15.00, saya harus mampir ke Cianjur terlebih dahulu, karena harus bertemu Oemi, PL PEKKA wilayah Cianjur. Dari Cianjur barulah melanjutkan perjalanan ke Cibadak, Sukabumi. Alhasil, sampai di Cibadak hampir Pk. 22.30. Perjalanan yang melelahkan. Sampai kosan Mipna,, para PL PEKKA, langsung melakukan rapat

Puber Kedua = Kesempatan Hidup Kedua?

Answer by Hiroshi Sugimoto Beberapa waktu terakhir ini, beberapa orang temanku, berniat cerai justru memasuki usia 40 tahun. Perkawinan yang sudah berjalan 5-10 tahunan itu, terancam bubar, karena salah satu merasa ga lagi bisa mengerti apa yang diinginkan pasangannya. Gosip artis di infotainment juga mengabarkan sinyalemen yang sama. Pak mentri, Yusril yang bercerai dengan istrinya, lalu menikahi perempuan 22 tahun, wajahnya tampak berseri-seri seperti disuntik suplemen baru. Aku berkomentar pada temanku tentang pak mentri "puber kedua banget sih." Helmi Yahya, yang jarang muncul di acara gosip, tiba-tiba menyatakan dirinya akan bercerai dengan istrinya. "Di antara kami ada perbedaan prinsip yang sulit disatukan," begitu alasan Helmi kepada wartawan. Ya, perceraian, pernikahan, hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan. Tapi bukan itu yang akan kubicarakan disini. Bukan pemakluman seperti itu yang membuat tak ada lagi alasan untuk membicarakannya. Yang menarik buatku

Katanya, "Life Begin at Forty!"

Kata banyak orang, laki-laki baru mulai merasa hidup ketika masuk usia 40. Mmm.. benarkah? Ketertarikanku pada laki-laki 40 tahun ke atas, membuatku membuka-buka apa yang ditulis Elizabeth B. Hurlock dalam buku Psikolologi Perkembangan. Bukan sok mau membuktikan anggapan banyak orang itu secara ilmiah. Buatku sangat menarik untuk mencocokan hasil metode ilmiahnya Hurlock, dengan apa yang diamati dan dirasakan langsung dampaknya olehku. Siapa tau, beberapa teman yang terlalu over estimate, menilaiku expert dalam hal omonology, ternyata salah menilai. Bisa jadi aku yang ominizer pemula ini, terlalu cepat mengambil kesimpulan. Karena itu, aku sendiri lagi belajar menyelami psikologi usia 40-50an ini. Hehehe mungkin karena terlalu intens ngikutin Tony Soprano, padahal....... Kalau mau lebih ilmiah, Hurlock menyebut usia 40-50 dengan sebutan usia madya dini. Dan aku akan mulai mempelajari dan memahaminya dari ciri-ciri stres yang mereka alami dalam kategori usia madya dini ini. Ada empat ka

The Ballad of Jack and Rose

Entah kenapa aku senang sekali mengulang dan mengulang dan mengulang menonton film The Ballad Jack and Rose. Kisah bapak dan anak, hidup di sebuah tempat terpencil dengan idealisme tinggalan jaman hippies, sebagai environmentalis. Sampai akhirnya realitas berkata, “Rose, ayahmu Jack Slavin, sekarat sayang. Kau tak akan hidup selamanya bersamanya. Dia akan mati, dan kau harus terima kenyataan itu.” Yeah right, apakah aku pernah membayangkan bapakku mati? tentu saja tidak. Bahkan Rose sekalipun, meski dikisah itu, Rose tau, kondisi paru-paru Jack sudah sedemikian parahnya. Tapi saat kematian itu datang, rasanya terlalu berat untuk bisa menerima itu. Diriku sendiri, di detik-detik terakhir kematiannya, sulit mempercayai bahwa hal itu terjadi di depan mataku. Kukira, semua anak perempuan yang sangat-sangat sangat menyayangi bapaknya, tak pernah membayangkan bapaknya kan mati suatu hari nanti. Begitu pula sundea temanku, si anak bapak, yang tak bisa membayangkan, bahwa suatu hari nanti dia

Perjalanan Ke "Ujung Dunia"

photo by tarlen "Kok ngga nyampe-nyampe ya?" pertanyaan itu diulang-ulang sepanjang perjalanan Bandung –Ujung Genteng. Saya dan empat orang teman yang lain, sampai tak tahu lagi harus melontarkan joke apa lagi, karena semua joke dan cerita-cerita ngga penting sudah habis dari perbendaharaan kami berlima, bahkan diulang sampai beberapa kali. Dua puluh liter pertama sejak kami isi tanki di bandung, habis dimakan jalan. Dua puluh liter berikutnya kami isi di pom bensin terakhir yang kami jumpai di daerah Jampang Kulon. Sempat bertanya pada penduduk setempat, berapa lama lagi kira-kira perjalanan yang akan kami tempuh. Salah satu orang yang kami tanyai menjawab "satu jam lagi kira-kira!". Sementara senja mulai turun. Langit berangsur-angsur gelap. Setelah menempuh tujuh jam perjalanan dengan rute Cianjur Selatan, Jampang Kulon, Surade _ Ujung Genteng, tibalah kami ke tempat tujuan. Jam menunjukkan pukul 19.30 malam. Saya masih menebak-nebak, seperti apa kira-kira Panta

Lord of Dogtown Sepenggal Nostalgia Legenda Z-Boys

Beginilah ketika seorang Stacy Peralta, skater pro menuliskan kembali awal perjalanan karirnya. Apa yang dia tulis di Lord of Dogtown, bukanlah sebuah narsisme nama besar ketika melihat kesuksesannya sendiri. Lord of Dogtown adalah kisah persahabatan dibalik legenda Dogtown and Z-Boys (sebutan skater asal Santa Monica dari generasi 70’an) yang ditulis dengan kerendahan hati Stacy Peralta dan garapan apik Catherine Hardwicke, sang sutradara. Mengambil setting waktu pertengahan tahun 70an, cerita berfokus pada tiga nama besar yang merubah skateboard menjadi seperti yang dikenal sekarang. Bagi Tony Alva (Victor Rasuk), Jay Adams (Emile Hirsch) dan Stacy Peralta (John Robinshon), skateboard bukan hanya kegiatan pengisi waktu senggang tapi skateboard adalah gaya hidup dan sikap yang mereka lakoni sehari-hari. Dibuka dengan adegan ketika ketiganya di tengah malam pergi diam-diam membawa papan surfing dan memulai hari menari bersama ombak pantai Venice di antara reruntuhan dermaga Pasific Oce