Skip to main content

Posts

Showing posts from 2009

Vitarlenology 2009: Terima Kasih Untukmu

Snorkeling di Karimun Jawa, Mei 2009. Foto oleh Indra. Untuk para sahabat dan semua perjumpaan yang tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata  Ga terasa 2009 segera berlalu. Setahun genap memutari waktu. Banyak hal terjadi sepanjang tahun 2009. Aku coba mereviewnya kembali. Kehilangan Banyak (ga banyak-banyak amat juga sih :D) kehilangan di tahun ini. Terutama kehilangan yang disebabkan oleh kepergian orang lain dari hidupku dan juga keputusanku meninggalkan hidup orang lain.  I am also what I have lost. Awal tahun di mulai dengan perjuangan meninggalkan 'kamu' sepenuhnya. Memenuhi janji pada diriku sendiri untuk bersikap adil. Pada hidupku sendiri. Sepercaya-percayanya aku padamu, ternyata aku ga pernah bisa mempercayaimu atas semua hal-hal yang tidak konsisten dalam dirimu. Terlalu banyak alasan dan tabir dalam hidupmu, ketika aku memaksakan diri untuk menguaknya, itu hanya menyakiti diriku sendiri. Jadi lebih baik, aku melepaskanmu. Bahkan jika kau mengulangi terus

Selamat Jalan Gus Dur

Foto diambil dari KOMPAS  Aku ga tau, perasaan apa ini? tapi rasanya aku emang sedih dengan kematian Gus Dur. Bagiku Gus Dur seperti jaminan keragaman, pemikiran alternatif  dan pengakukan terhadap kelompok minoritas yang selama ini dianggap liyan, bisa tumbuh dan berkembang di negeri yang sedang belajar jadi dewasa ini. Jika penjamin itu tidak ada lagi, apa yang akan terjadi kemudian? Ku kira, selain kesedihan, perasaan yang menguasai banyak orang adalah  kekawatiran. Setiap orang yang bersetuju dengan keragaman dan pluralitas serta mendukung hak-hak minoritas, mesti menemukan keyakinan untuk menjamin keyakinan dan dukungannya itu, tanpa Gus Dur sebagai tameng yang siap menghadapi kekuasaan anti keberagaman dan abai terhadap hak minoritas. Kepergian Gus Dur seperti kepergiaan guru, bapak yang selama ini memberi jaminan 'zona aman' pada murid dan anak-anaknya untuk terus berpikir alternatif dan mengahargai keragamanan. Gus Dur seperti meretaskan jalan memberi keberanian da

Surat Untuk Alergi

Alergi sayang, Sepertinya aku memang harus kompromi denganmu, tapi bagaimana? aku sedang mencari-cari caranya. Kamu bisa datang setiap pagi dan petang, meski sewaktu-waktu kamu bisa menggila seperti sekarang ini: memblok hidungku, sehingga seharian aku mesti bernafas dengan mulutku dan menjaganya dari hal-hal yang bisa membuat tenggorokanku terganggu . Tiba-tiba aku teringat kembali bagaimana di umur 8 sampai 10 tahun dulu, aku sering sekali mimisan tiba-tiba. Ibuku biasanya langsung menymbatkan gulungan daun sirih yang di tanam di halaman rumah di salah satu lubang hidungku. Aku paling benci saat-saat seperti itu. Selain aku jadi tampak lucu dengan sumbat daun sirih itu, aku juga jadi susah bernafas. Tapi hal itu perlu dilakukan, daripada darah terus menerus mengucur dari hidung dan aku terpaksa harus diam di rumah. Jadi pilihannya waktu itu: tetap bermain dengan sumbat daun sirih di hidung, atau tanpa daun sirih dan aku harus berbaring di rumah? tentunya aku pilih yang pertama.

Aku Adalah Rentang Keragamanan Pekerjaanku

Aku paling bingung menjelaskan apa sesungguhnya pekerjaanku. Pertama karena yang aku kerjakan cukup banyak dan beragam. Kedua, jika disebut ga punya profesi yang tetap, ya begitulah aku. Aku ga pernah melewati jenjang karir dengan menduduki jabatan dan posisi tertentu atau menjadi profesional  dalam bidang tertentu sampai naik dan naik trus ada di puncak. Aku bisa dikatakan ga pernah melewati hal-hal demikian. Namun, dari jenis pekerjaan aku mengerjakan rentang pekerjaan dari jenjang yang paling bawah (cleaning service), sampai yang paling tinggi (mengambil keputusan tertinggi dari apa yang aku kerjakan). Keragaman jenis pekerjaan dan bidang pekerjaan yang aku kerjakan selama ini, membuatku kesulitan menjelaskannya hanya dalam satu kata yang mencerminkan profesi tertentu. Suatu saat, sahabatku pernah menjelaskan pada temannya, tentang apa yang aku kerjakan dan menurutku cukup menggambarkan rentang pekerjaan yang aku lakukan: community developer. Meski istilah ini pun ga otomatis la

Perjalanan Memantaskan Diri

 Tuhan itu sangat memanjakanku. Aku berdoa untuk kebaruan-kebaruan dalam hidupku, Tuhan memberikannya. Bukan cuma sedikit, tapi banyak. Setelah dua minggu lalu pikiran dan tenagaku disibukkan oleh urusan jahit menjahit, minggu ini dimulai dengan sesuatu yang sama sekali baru: mempelajari 'The Architectural Design & Analysis of MSB-First Bounded Interval Dynamic Precision '. Puyeng kan? hahahaha. Kenapa aku tiba-tiba mempelajari hal yang 'seperti ngga nyambung' itu dengan latar belakang keilmuanku. Alasannya sederhana saja, karena ini disertasi sahabatku, si pembalap gadungan. Dan tenggat waktu yang dimilikinya semakin sempit. Dan aku ga bisa membiarkan dia stress terus menerus karena disertasinya ga kelar-kelar. Karena ini disertasi, aku yang ga suka matematika ini, tetap bisa membantu sahabatku itu karena yang menjadi penekanan lebih ke alasan kenapa sahabatku itu memilih metode itu. Argumentasi itu yang perlu di eksplorasi. Seru aja karena aku jadi belajar ilm

Tuhan, Terima Kasih!

Hari kemarin rasanya penuh banget. Selalu saja ada masalah di menit-menit terakhir menjelang deadline produksi (kali ini produksi souvenir pernikahan sahabatku). Hampir menyerah, tapi pemecahan selalu datang tak terduga. Mesin jahit Singer 1977 (seumur denganku), menggantikan Brother untuk sementara. Dan saat aku hampir gila karena itu benangnya putus melulu, pencerahan tiba-tiba datang. Kepikiran untuk mengubah setelan gigi bawahnya dan masalah terselesaikan. *** Lagi sibuk2nya menjahit, tiba-tiba tetangga di jalan Flores datang dengan wajah hampir menangis kesal. Ia merasa harus bertemu denganku untuk mengadukan kekesalannya itu. Baiklah, sini aku dengerin. Soal hotel baru di belokan antara jalan Flores dan jalan Aceh yang tiba-tiba hadir 5 lt dan mengganggu ketrentraman warga sekitar. Tetanggaku yang sangat sensitif itu, sampai sakit karena keributan suara blower, lalu-lalang mobil barang yang keluar masuk tepat di depan rumahnya, pohon-pohon mahal yang runcing-runcing tapi d

Berhikmat di Hari Sabtu

Setelah semalam mimpi aneh..(tapi menyenangkan), disambung sarapan pagi di warung purnama bersama sahabat-sahabat tercinta: Tanto, Reza, Yus dan spesial guest star: mas apep, sesampainya di tobucil postcard dari sahabatku di datang menyambut. Dia mengirikman quote yang pas banget dengan hatiku saat ini: "Jika kita menutup tubuh agar tak menggigil, aku bisa mengerti, Namun mengapa kita tutup perasaan kita, walaupun jika kita menyadari, bahwa perasaan kita bisa beku?" aku merasakan'mu' sangat, meski itu aneh, tapi aku tidak akan menutupnya..

Setelah Merasa Kehilangan, Lantas Apa?

Purnama di Aceh 56. Foto: vitarlenology   'Kenapa semua datang  beruntun, yang satu mengundurkan diri, yang satu meninggal, tiba-tiba itu semua jadi pertanyaan di kepalaku.' 'Yah.. nasib aja no more no less, biar km tambah hebat :)' *** Rasanya memang seperti hang over berkepanjangan, meski sahabatku bilang, 'Jangan lama-lama berkabungnya ya.. :D', tapi setiap peristiwa kehilangan selalu meninggalkan jejak traumatiknya. Bukan hal yang mudah juga untuk menjelaskan, sebelah mananya yang bisa membuat merasa hang over berkepanjangan itu. Istirahat yang cukup, makan yang enak-enak, masak buat temen-temen yang seneng di masakin, ngeblog, mungkin bisa membantu mengurangi 'hang over' itu, tapi ya ga serta merta menghilangkannya secara cepat. Tergantung seberapa berat 'hang over'nya. Aku sendiri ga tau, apa yang sebenernya aku rasakan. Apakah kesedihan itu karena temanku yang meninggal? Atau aku teringat pada kehilangan atas kematian 14 tahun la

Perjalanan Kembali Pulang (Untuk Sahabat: Paskalis Trikaritasanto )

Beberapa menit setelah aku datang berhujan-hujan, membawa tumpukan screen sablon dan gembolan bersisi kaos-kaos kosong yang hendak di sablon. Kira-kira Pk. 17.00 WIB "Kayanya gua jarang banget liat lu naik motor.." "Masak sih? aku kan sehari-hari naik motor.." "Lebih sering liat si Upi yang naik motor daripada elu.." "Haha.. jangan-jangan kamu ketuker antara aku dan si Upi.." Lalu kami tertawa bersama. Setelah itu dia kembali duduk di bangku depan tobucil, menunggu murid-murid bimbingan klab menulisnya datang dan aku kembali pada pekerjaanku memotong-motong stiker DJava. Beberapa menit kemudian: "Pey, itu siapa sih yang batuk, kok gitu banget.. papahnya Reni ya .. biasanya suka batuk heboh gitu.." " Iya kayanya mba.." Kami: aku dan Ipey, cekikikan mendengar suara batuk yang ga wajar itu. Sama sekali tidak menyadari bahwa itu bukan papahnya Reni, tapi teman kami, Paskalis. Aku masih memotong-motong stiker DJava d

Nostalgia Kebersamaan Sekawanan Menjelang Umur Mereka yang Ke-40 Tahun

'cukup  mooi indie ga?' foto by vitarlenology Malam minggu kemarin, aku menjumpai sahabatku si pembalap gadungan di lab robotiknya. Meski hujan mendera-dera sepanjang siang sampai malam, tak mengurangi semangatku menjumpainya. Kangen saja berjumpa dengannya. Coklat panas menemani kami, berbagi cerita tentang hidup  masing-masing sebulan terakhir ini. Tiba-tiba, hp sahabatku berdering. Teman-teman lamanya waktu di UKM Teater mahasiswa dulu, datang mengunjunginya di lab. Aku hadir, menangkap kisah sekelumit masa lalu sahabatku yang sedang mengumpulkan semangatnya untuk menulis desertasi doktornya itu. Sambil aku jadi tau kisah-kisah kegilaan UKM teater Institut paling kondang di negeri ini. Pertemuan kawan lama, tentu tak jauh dari kisah-kisah nostalgia. Mengenang kembali kejadian-kejadian 'lucu' dan kegilaan-kegilaan yang pernah dilakukan. Singkat kata, tiga orang teman sahabatku itu kembali mengenang-ngenang indahnya kebersamaan mereka di UKM yang sangat mereka ba

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Sebutir Kacang Meninggalkan Kulit

Jalan pulang pantai sundak foto oleh vitarlenology Siang tadi di tengah hujan dan kehangatan meja kerjaku: Kamu meminta pelukan. Aku memberikannya. Tapi yang kurasakan hampa saja. Seperti kulit kacang tanpa isi. Rasanya tidak sepenuh pelukan ibu. Aku tidak mengenalimu lagi. Suratmu membuatku merasa, aku ini bid'ah untuk proses kreatifmu. Aku merasa berhadapan dengan seorang fundamentalis. Mmm.. ralat, mungkin seorang idealis pemula yang sangat-sangat yakin dengan dunia di balik cakrawala sana seperti yang ada dalam bayanganmu sendiri. Kamu benar. Aku yang mulai menjadi semakin pragmatis oleh pengalaman. Dan idealismemu memberi hak kenaif-an mutlak atas apa yang pilih. Lalu keberbedaan menjadi jurang yang tak terjembatani antara aku dan kamu. Fine . Kamu di seberang sana. Dan aku di sini. Silahkan saja. Aku menatap matamu, mencoba menemukan jembatan. Yang kutemukan hanya rasa dingin dan kelam gerbang benteng kekakuan hatimu. Tak ada peluang untuk kompromi. Percuma aku menem

Tiga Belas Hari

foto oleh vitarlenology Malam terakhir bersama wajah-wajah polos memanggilku tante. "Jangan pulang tante, tinggal lah lebih lama lagi.." Maaf sayang, aku harus pulang, kembali bekerja. Menyelesaikan urusan-urusan di rumah kecilku itu. Aku segera kembali menjumpai kalian lagi. Love you so much. Tiga belas hari, menemukan remedy, perdamaian baru dengan diri. Mungkin tugasku adalah mendampingimu menemukan keputusan yang salah, hingga kau bisa menarik pelajaran dari pengalaman itu. Meski urusan belajar bukan tanggung jawabku. Kamu yang memutuskan akan mengambil pembelajaran itu atau tidak. Aku hanya cukup mengantarkanmu saja. DJava memberi kunci petualangan baru pada pemahaman proses kreatif yang selama ini selalu menakjubkan untukku: bagiamana bisa partitur-partitur itu menjelma menjadi musik klasik yang sedemikian rupa. Memanageri konser Jawa Bali, terlibat dalam proses produksi konser, membuatku semakin yakin, keindahan yang hadir senantiasa, kapanpun kehadiran itu di

This is It (2009)

**** 1/2 Dua kali nonton film ini, di Bandung dan di Jogja. Dua-duanya tetap membuatku terharu. Ternyata bukan hal yang mudah menjadi 'King of Pop' dan sampai akhir hayatnya ke 'perfeksionisan' Michael Jackson (MJ) dalam mengemas pertunjukkannya, menjadi bukti bahwa gelar yang dia sandang itu bukan serta mereta menempel tanpa tanggung jawab. Semula film ini dimaksudkan MJ sebagai film yang akan dipersembahkan buat ketiga anaknya. Dokumentasi pribadi yang juga luar biasa. Namun dengan kematiannya 18 hari sebelum konser This is It, film dokumentasi proses persiapan dan gladi resik konser ini, menjadi penting bukan hanya bagi para penggemarnya, manum bagi semua orang yang ingin melihat sisi lain MJ. Semua kru yang bekerja bersama MJ, mengakui bahwa MJ adalah sosok yang sangat bersahaja dan lembut. Aku dan mungkin penonton lain bisa merasakan dibalik ke perfeksionisannya, MJ adalah sosok yang rapuh. Seperti patung porselein yang lembut tapi mudah pecah. Kedikdayaan dir

Hasta La Vista

Sore di Kaliurang KM5,  foto oleh vitarlenology Terpaksa mengatakan hasta la vista atau mendengar orang lain mengatakan itu, ternyata sama ga enaknya. Apalagi jika itu dikatakan saat aku masih berkeyakinan bahwa itu bukan keputusan yang semestinya aku ambil. Itu adalah keputusan terakhir. Atau, hal itu terucap dari orang yang tidak cukup punya energi menghadapi tantangan bekerja bersamaku. Aku jadi merasakan ulang, apakah aku yang terlalu tidak sabar menghadapi orang yang aku yakin dia mampu melakukannya? atau aku yang terlalu 'kurang kerjaan' memberikan tantangan berlebih pada orang yang ternyata tidak cukup punya semangat untuk menjalaninya. Bisa jadi tantanganku itu tidak cukup berarti baginya. Jadi daripada membuang-buang waktu menghadapinya lebih baik dihindari saja. Ya,  mungkin ini caraku menghibur diriku sendiri dari rasa kecewa saat orang yang aku yakin mampu, ternyata lebih memilih tidak menerima tantangan dariku dan meninggalkanku. Life goes on. Hidup senantias

Jangan Katakan 'Tidak Bisa' Padaku, Sebelum Kau Mencobanya

'head inside the box' foto by vitarlenology, 2009 Apa yang harus kulakukan, ketika menghadapi seseorang yang kutawari sebuah kesempatan untuk berkembang (tentunya dengan keyakinan bahwa dia bisa melakukannya), tapi jawaban yang kudapatkan adalah "saya ga mau. Ga aja, karena perasaan saya mengatakan demikian. Takutnya nanti kalau dipaksakan malah merusak semua yang sudah saya kerjakan." Aku tentu saja marah tapi lebih besar merasa kecewa karena aku tidak menyukai sikap menyerah sebelum mencoba.  Bagaimana jika perasaannya itu disesatkan oleh ketakutan untuk mencoba hal baru?  Rasanya seperti sebuah harapan baik di runtuhkan oleh ketakutan keluar dari zona aman. Apalagi jika jawaban itu datang dari orang yang aku yakin bahwa dia bisa melakukannya dan selama ini aku memberinya kesempatan untuk belajar dan melakukan kesalahan. Aku punya cukup banyak toleransi untuk kesalahan dalam belajar daripada penolakan sebelum mencoba.  Lalu sahabatku si pembalap gadungan itu bila

40 Miles from Denver

Aku lagi suka Yonder Mountain String Band. 40 Miles from Denver salah satu lagu favoritku. It's a cold, cold moon out tonight And it's a cold, cold point on your knife Could I call myself a man if I left by the morning light? And I'd be 40 miles from Denver when you woke up all alone I'd be 40 miles from Denver and three days from my home In that cool mountain air, on an Appalachian trail Ohh, life is better there It's a lonely road to travel on But I've stood here waiting much too long And I'd rather leave this minute than try to carry on And I'd be 40 miles from Denver headed east bound on the track I'd be 40 miles from Denver and trying to get back To that cool mountain air, on an Appalachian trail Ohh, life is better there It's a cold, cold moon out tonight And it's a cold, cold point on your knife Could I call myself a man if I left by the morning light? And I'd be 40 miles from Denver when you woke up all a

Tumbuh Bersama

Bagaimana tumbuh bersama-sama dalam sebuah ikatan pernikahan itu? Sebuah pembicaraan menarik muncul beberapa waktu lalu. Sambil menikmati coklat, kopi dan cheese cake bersama dua orang teman yang pernikahannya sedang dalam 'masalah'. Dua orang temanku ini, sama-sama menghadapi persoalan ketidak seimbangan ruang aktulasasi diri dari salah satu pasangan yang menyebabkan ketidak nyamanan salah satu pihak. "Don't join this club.. ," temanku si pembalap gadungan itu, memperingatkanku. Dia tidak ingin ketika aku menikah, mengalami masalah yang dialaminya sekarang. Pertanyaan ini sebenarnya menjadi pertanyaanku sejak lama. Sepengamatanku, ruang tumbuh bersama dalam ikatan pernikahan itu seringkali menjadi medan pertempuran yang penuh persaingan dan ketegangan. Selalu ada pihak yang merasa di kalahkan dan dianggap menang sendiri. Akhirnya tumbuh bersama itu seperti situasi dua pohon besar yang tumbuh berdesak-desakan di dalam pot sempit. Tanaman itu pada akhirnya tumb

Janji Pertemuan

Memandang Rumah dari Turangga, foto by tarlen Seseorang bisa dipercaya atau tidak bisa dilihat dari janji yang dibuatnya. Bahkan secara jelas kitab suci menyebutkan, salah satu ciri orang yang munafik adalah orang yang jika berjanji dia selalu ingkar. Tidak perlu menyebutkan janji-janji yang besar: berjanji membuat dunia menjadi lebih baik misalnya. Janji-janji yang sederhana yang dianggap remeh temeh pun bisa jadi indikator apakah kita bisa mempercayai seseorang atau tidak. Janji pertemuan misalnya. Seringkali dianggap remeh. Janji bertemu hari Selasa Pk. 17.00. Setelah ditunggu sampai Pk. 17.10 yang berjanji tidak juga menampakkan batang hidungnya. Apalagi memberi kabar soal keterlambatan yang ada ketika di konfirmasi dengan entengnya mengatakan "aduh sorry, gue lupa. Besok lagi deh kita ketemu." Perilaku seperti itu, sekali dua kali mungkin masih bisa di toleransi. Tapi jika itu jadi kebiasaan? Mmmm.. Ya, aku memang kesal dengan dengan perilaku salah seorang teman yan

Mengerti Dengan Akal, Rasa dan Keyakinan

Foto by Tarlen Apakah ada ajaran agama yang tidak masuk akal? Dan pagi tadi Qurais Shihab dalam acara Tafsir Al Mishbah menjelaskan bahwa, tidak mungkin ajaran agama itu tidak masuk diakal. Setiap ajaran agama itu dapat dijelaskan dengan akal. Hanya saja perlu diketahui bahwa untuk mencapai penalaran atas agama, tidak semua orang punya bekal yang cukup. Shihab mencontohkan: Jika kita pergi ke sebuah pedalaman, dimana masyarakatnya belum mengenal televisi sama sekali, lalu kita menjelaskan soal televisi, apakah mereka bisa mengerti? buat masyarakat pedalaman itu, mungkin televisi terdengar sebagai alat yang tidak masuk dalam akal mereka, tapi dalam konteks ini, televisi bukanlah sesuatu yang tidak masuk di akal. Shihab juga mengingatkan, bahwa ketika sesuatu itu terasa tidak masuk di akal atau menurut kita tidak dapat di nalar oleh rasio, kita seringkali lupa bahwa ada alat lain untuk bisa membuat kita mengerti: Perasaan/hati dan jiwa/keimanan dan keyakinan. Shihab mencontohkan kembali: