Skip to main content

Diskonek

Foto oleh Tarlen

Setelah mengakhiri intensitas emosi yang melelahkan, rasanya menghela nafas panjang saja tidak cukup untuk melepaskan residu perasaan yang tersisa. Diskonek atau mencopot semua kabel yang terhubung. Mematikannya barang sejenak dua jenak, lalu merestart dengan memformat ulang semuanya, itu bisa membuatku merasa jauh lebih baik. Menghilangkan yang tidak perlu dan menyimpan yang diperlukan untuk waktu ke depan.

Begitulah. Menyambungkan lalu memutuskan. Seperti sebuah proses yang menyulam gambar besar beraneka warna. Tak bisa memaksakan diri memakai benang dengan warna yang sama, jika tusukan dengan warna benang yang itu memang harus disudahi. Mengganti jarum dengan benang warna lain adalah cara menyelesaikan gambar besar yang sedang kita buat.

Begitu diskonek, apa yang pernah tersambung sebelumnya, seperti foto tiga dimensi dimana semua moment yang telah lewat, dibekukan. Tapi kita masih ingat bagaimana rasanya, teksturnya, baunya, gesturnya, sampai semua yang membangun ketiga dimensiannya itu, pudar perlahan-lahan. Waktu yang berjalan hanya meninggalkan garis-garis yang mengusangkan lembaran-lembaran foto kenangan itu. Kita ingat semuanya, namun rasa yang tersisa hanya tinggal pengetahuan, tidak lagi kental dan pekat dalam sedih dan senang. Datar. Sedatar kertas yang mencetak foto-foto kenangan itu.

Saat ini, aku baru saja merestartnya, memformat ulang semuanya. Memilah-milah, mana yang perlu kusimpan dan mana yang perlu ku buang. Rasa yang mengambang di udara masih terasa pekat. Aku lebih memilih, membalikkan foto-foto itu dan tak ingin menatap semua momen yang beku di dalamnya, sampai semua kepekatan rasa itu hilang. Setelah semuanya datar, mengering menjadi pengetahuan atas rasa yang pernah ada, baru aku akan membalikkan foto itu kembali dan mungkin memasangnya dalam bingkai atau di album foto sambil sesekali menatap dan mengenangnya sambil tersenyum atau mentertawakan diriku sendiri.

Namun yang jelas, tidak untuk saat ini. Aku hanya ingin diskonek untuk sementara, mengindari kepekatan rasa itu, sampai aku benar-benar siap menyambung kembali.

Gudang Selatan, 23 Februari 2009 22:44

(by the river of sembakung, i sat down and wept)

Comments

I. Widiastuti said…
kayaknya aku juga perlu diskonek...:)

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...