Skip to main content

Merantau (2009)


*** 1/2

Satu dari sedikit film Indonesia yang bikin aku penasaran. Lihat trailernya di Youtube membuatku menduga-duga 'ini film sepertinya tidak seperti film-film Indonesia yang lain..'. Mungkin aku memang sedikit under estimate pada film-film Indonesia kebanyakan, karena ceritanya seringkali kedodoram. Atau kalau ceritanya oke, penggarapannya yang kedodoran. Kalau engga ya sejenis film Indonesia yang 'Garin banget'.

Merantau jadi menarik karena dia film action yang mengeksplorasi jurus-jurus silat tradisional Minangkabau tanpa berusaha menjadi eksotis. Menurutku ceritanya juga ga berlebihan dan 'kepahlawanan' yang ditampilkan jagoannya pun masih dalam taraf wajar alias ga lebay. Ga ada bumbu-bumbu romance ga perlu dan yang penting berantemnya ga nanggung dan koreografinya cukup bagus. Semua ada pada takaran yang cukup menurutku.

Film ini ceritanya di tulis dan digarap oleh sutradara asing bernama G.H. Evans dan di produseri oleh istrinya yang orang Indonesia bernama Maya Barack- Evans. Bintang filmnya juga ga ada yang beken kecuali Christine Hakim sebagai ibu dari pemeran utamanya Iko Uwais. Alex Abba yang lumayan di kenal, di film ini juga ga sekedar muncul tanpa kemampuan. Aktingnya cukup lumayan. Bahkan pemain-pemain lain yang mungkin baru pertama kali main film pun aktingnya cukup lumayan. Yayan Ruhian juara silat nasional yang menjadi tokoh abu-abu bernama Eric pun aktingnya jauh lebih bagus daripada para bintang sinetron yang mengaku-ngaku bisa akting.

Jika berharap akan menemukan drama mengharu biru soal hidup di tanah rantau, ga bakalan di temukan di film ini, karena film ini beneran mengedepankan petualangan heroik tokohnya menyelamatkan seorang perempuan bernama Astri dari sindikat Trafficking. Dan Evans sebagai sutradara sekaligus penulis cerita, cukup bisa menahan diri untuk tidak berlebihan dalam mendramatisir tokoh utamanya. Evans cukup 'tega' dengan nasib tokoh utamanya yang berangkat dari logika kenaifan dan metafor bahwa yang dilawan bukanlah hal yang sederhana.

Selama hampir dua jam, Evans berhasil membuatku dan penonton lain tidak merasa bosan dengan film garapannya. Sempat muncul pertanyaan dalam benakku ' seandainya sutradara dan Director of Photographynya bukan orang asing, apakah film ini masih bisa semenarik ini ?' lagi-lagi aku belum yakin sama kemampuan sutradara, penulis dan DOP negeri sendiri. Karena aku melihat kecenderungan penulis cerita dan sutradara Indonesia yang senang melebih-lebihkan takaran. Ada hal-hal yang seharusnya berlebihan, seringkali malah pas-pasan, sementara ada hal-hal yang semestinya seadanya, malah di lebih-lebihkan. Kukira masih sulit untuk menemukan sutradara dan penulis cerita yang matang dan bijak alias bisa menempatkan persoalan dan drama sesuai dengan takarannya. Dan kukira lewat Merantau, para sutradara dan penulis cerita Indonesia akan belajar dari apa yang sudah dilakukan Evans.

Selain 'make up' dan darah yang masih kurang dan sedikit mengganggu, selebihnya film ini menurutku cukup berhasil sebagai sebuah film action silat Indonesia.

Tentang Merantau bisa buka websitenya: http://www.merantau-movie.com/

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...