Skip to main content

Cara, Jatah Dan Perintah

Foto by Vitarlenology
Beberapa hari lalu, kakak laki-lakiku menulis di notenya tentang omongan ustadz yang datang menyambanginya bicara soal jatah dan perintah. "PERINTAH APA  yang harus kita kerjakan ketika "JATAH" itu sampai kepada kita..?"  Jatah yang dimaksud ustadz ini adalah segala kenikmatan yang Tuhan berikan kepada kita. Segala yang menjadi berhak untuk kita nikmati. Nah, sementara perintah adalah kewajiban yang mesti kita jalani setelah jatah kita dapatkan.

Rasanya jauh lebih mudah mengenali 'jatah' daripada 'perintah'. Jatah alias segala pemberian Tuhan pada kita, jauh lebih mudah diterima sebagai sesuatu yang memang sepatutnya kita dapatkan. Namun mengenali perintah ternyata jauh lebih sulit daripada menerima jatah. Memang dalam kitab suci tertulis apa saja yang Tuhan perintahkan kepada umatnya. Hanya saja perintah-perintah itu seringkali tidak se-eksplisit yang kita harapkan. Tuhan memberi keleluasaan untuk menerjemahkan perintah itu ke dalam tindakan yang kongkrit dan ril. Kitab suci menuliskan sebagaian besar perintah itu sebagai sebuah konsep, namun kita sendiri yang memutuskan dengan cara seperti apa perintah itu akan dilaksanakan.

Mencari cara rasanya menjadi pekerjaan manusia sepanjang keberadaannya di muka bumi ini. Cara menentukan hasil. Tujuan bisa baik, namun jika caranya tidak tepat, hasilnya bisa jauh dari tujuan. Tujuan sendiri, seringkali bisa didisiplinkan oleh cara. Cara ini yang menentukan penilaian apakah seorang manusia berada di jalan yang 'benar' atau 'tidak'. Cara pula yang membuat manusia dinilai konsisten atau plin plan, murah hati atau kejam. Semua bergantung pada cara. Cara menjalankan perintah, tujuan. Bahkan cara juga yang menentukan apakah kita adalah manusia yang tau diri dan berterima kasih atau tidak setelah mendapatkan kelimpahan jatah itu.


Tuhan senang membuat manusia berpikir, karena itu meski malaikat tau, manusia pasti akan saling bunuh dan menumpahkan darah, tapi menemukan cara menjadi tantangan menjadi manusia sesungguhnya. Perintah yang turun dari Tuhan, tidak serta merta datang bersama cara menjalankannya. Itu sebabnya selalu ada berjuta-juta cara untuk satu hal saja. Dan rasanya Tuhan memang sengaja dan menjadikan cara sebagai pertanyaan abadi setiap manusia sejak dia dilahirkan ke dunia. Semakin cepat menyadari apa yang Tuhan perintahkan, semakin ada kesempatan untuk menemukan cara menjalani perintah itu.

Cara seperti apa yang telah kutemukan dan kujalani? cara seperti apa pula yang sedang ku jalani? lantas  bagaimana cara yang akan kujalani dikemudian hari? dan sudah semestinya kelimpahan jatah yang aku terima yang bisa menjadi modal untuk menjawab pertanyaan abadi sepanjang nafas masih melekat dalam diriku.

Comments

Unknown said…
Betul...karena manusia diberikan keihsanan sehingga dia bisa melihat & memutuskan pilihan, banyak pertanyaan yang menyajikan berbagai pilihan dan ketika kita sudah memilih yang terbaik bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk sesamanya, itulah arti keberdayaan kita sebagai manusia. Nice post, mbak :)

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Mencintai Lelaki Beristri

Foto karya Roy Voragen Satu hal yang harus kamu pahami, ketika berhubungan dengan lelaki beristri, kamu harus rela. Rela menjadi nomer kesekian. Rela menjadi bukan prioritas. Rela menerima sisihan waktu. Rela menerima label pengganggu rumah tangga orang lain. Rela memberi maaf atas semua alasan yang harus kau terima, saat si lelaki itu tak bisa menepati banyak hal yang ia janjikan padamu. Rela atas banyak hal. Rela atas semua resiko, ketika kau tau, lelaki yang kau cintai adalah lelaki dengan status NOT AVAILABLE alias Suami orang, alias bapaknya anak-anaknya. Tentunya kau akan dituduh cari gara-gara, cari penyakit, parahnya perempuan ga bener, perempuan gatal, ketika kau lebih memilih mencintai lelaki beristri daripada lelaki lajang untuk kau kencani. Tapi kau juga bisa membela diri, siapa yang bisa melarang perasaan cinta yang datang? Kerelaan ini, termasuk juga ketidak pahaman lingkungan ketika dalam hubungan itu,ketika kau berusaha keras menjaga dengan susah payah batas terjauh dar...

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...