Skip to main content

Membebaskan Pertanyaan

Suatu pagi di jendela gudang selatan foto oleh vitarlenology
Katanya setinggi-tingginya maaf adalah ketika kita mampu menerima dengan iklas ketika orang lain tidak bisa mengerti niat baik kita. Tapi ternyata itu sulit. Meski ketika berhasil mencobanya hati terasa lebih longgar karena kita akan terhindar dari banyak pertanyaan tentang mengapa orang lain tidak bisa mengerti kita. 

Ternyata, tidak semua hal yang tidak kita mengerti perlu dipelihara sebagai pertanyaan yang menggantung dan membebani. Seringkali ketika pertanyaan-pertanyaan itu dibiarkan menyesaki hati, dia malah mengungkung pikiran dan rasa untuk leluasa mencari jawab. Bebaskan saja pertanyaan-pertanyaan itu. Biarkan waktu yang menjawabnya. Siapa tau, ketika kita iklaskan, waktu malah memberikan jawabannya dan hidup menunjukkan jalan pengertian baru atas apa yang sulit kita pahami selama ini.

Semakin bertambah usia, semakin banyak hal yang perlu di lepaskan, di iklaskan.

Comments

Ayu Welirang said…
Ya begitulah Mbak. Saya pun merasakan, bahwa semakin tua, semakin banyak yang mencoba kita cari tahu.. :)
saya suka sekali tulisan ini, ada kalanya kita cuma bisa menunggu waktu untuk menjawab semuanya. izin share ya mbak tarlen :)

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Nostalgia Kebersamaan Sekawanan Menjelang Umur Mereka yang Ke-40 Tahun

'cukup  mooi indie ga?' foto by vitarlenology Malam minggu kemarin, aku menjumpai sahabatku si pembalap gadungan di lab robotiknya. Meski hujan mendera-dera sepanjang siang sampai malam, tak mengurangi semangatku menjumpainya. Kangen saja berjumpa dengannya. Coklat panas menemani kami, berbagi cerita tentang hidup  masing-masing sebulan terakhir ini. Tiba-tiba, hp sahabatku berdering. Teman-teman lamanya waktu di UKM Teater mahasiswa dulu, datang mengunjunginya di lab. Aku hadir, menangkap kisah sekelumit masa lalu sahabatku yang sedang mengumpulkan semangatnya untuk menulis desertasi doktornya itu. Sambil aku jadi tau kisah-kisah kegilaan UKM teater Institut paling kondang di negeri ini. Pertemuan kawan lama, tentu tak jauh dari kisah-kisah nostalgia. Mengenang kembali kejadian-kejadian 'lucu' dan kegilaan-kegilaan yang pernah dilakukan. Singkat kata, tiga orang teman sahabatku itu kembali mengenang-ngenang indahnya kebersamaan mereka di UKM yang sangat mereka ba...