Skip to main content

Janji Pertemuan


Memandang Rumah dari Turangga, foto by tarlen

Seseorang bisa dipercaya atau tidak bisa dilihat dari janji yang dibuatnya. Bahkan secara jelas kitab suci menyebutkan, salah satu ciri orang yang munafik adalah orang yang jika berjanji dia selalu ingkar. Tidak perlu menyebutkan janji-janji yang besar: berjanji membuat dunia menjadi lebih baik misalnya. Janji-janji yang sederhana yang dianggap remeh temeh pun bisa jadi indikator apakah kita bisa mempercayai seseorang atau tidak. Janji pertemuan misalnya. Seringkali dianggap remeh. Janji bertemu hari Selasa Pk. 17.00. Setelah ditunggu sampai Pk. 17.10 yang berjanji tidak juga menampakkan batang hidungnya. Apalagi memberi kabar soal keterlambatan yang ada ketika di konfirmasi dengan entengnya mengatakan "aduh sorry, gue lupa. Besok lagi deh kita ketemu."

Perilaku seperti itu, sekali dua kali mungkin masih bisa di toleransi. Tapi jika itu jadi kebiasaan? Mmmm.. Ya, aku memang kesal dengan dengan perilaku salah seorang teman yang seringkali dengan mudah membatalkan janji hanya karena abai. Sementara aku sudah mengeplot waktuku, menggeser pertemuan dengan orang lain, untuk bisa komitmen pada janji yang sudah ditentukan dengannya. Namun beberapa kali yang terjadi seperti itu: di batalkan mendadak dengan alasan yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak menghargai janji yang sudah dibuatnya sendiri. Dan parahnya seringkali yang bersangkutan tidak memberi kabar sama sekali, membuat aku menunggu dan merusak jadwalku yang lain. Saat aku konfimasi dengan mudahnya yang bersangkutan bilang: 'lupa'.


Aku jadi memeriksa kembali teman yang memiliki kebiasaan seperti ini. Aku tidak bermaksud menilai hidupnya, namun yang kuamati kebiasaan seperti ini berpengaruh juga pada keteguhan hatinya dalam menyelesaikan masalah. Kurang disiplin pada diri sendiri dan selalu punya argumen untuk membenarkan ketidak mampuannya atau kegagalannya dalam berkomitmen. Padahal untuk bisa mendisiplinkan diri sendiri ya bisa dimulai dengan menepati janji pertemuan yang seringkali di anggap remeh temeh itu. Kebalikannya, teman yang selalu menepati janji, jika terlambatpun memberi kabar, kuamati mereka lebih yakin dengan apa yang dia jalani. Tentunya karena orang seperti ini belajar berdisiplin dan komitmen lewat hal-hal kecil. Tentu saja dia bisa lebih menghargai dirinya sendiri dan orang lain. Bersama orang seperti ini, aku selalu merasa aku bisa mengandalkannya, ga ada keragu-raguan padanya.

Ku kira, ini bukan persoalan budaya atau kebiasaan jam karet yang identik dengan kultur bangsa ini. Tapi membiasakan diri menepati janji, tepat waktu, sebenarnya itu pilihan yang bisa dengan kesadaran dan tanggung jawab, dipilih menjadi komitmen pada diri sendiri. Bagaimana bisa berkomitmen pada hal-hal besar: cita-cita, rumah tangga, kemanusiaan, jika hal sederhana seperti janji pertemuan saja dengan mudah bisa dilanggar dan selalu ada saja alasan pembenarannya. Dalam hal ini aku teringat kata-kata Mario Teguh: "Tuhan akan memberikan kebaikan dan karunia kepada kita, jika kita berusaha memantaskan diri kita untuk menerima kebaikan dan karunia itu." Apakah kita sudah cukup pantas menerima karunia untuk menjalani hal-hal besar yang membutuhkan komitmen tinggi dan tanggung jawab besar, jika 'memantaskan' hal yang sederhana dengan menepati janji-janji pada temen sendiri saja, kita seringkali tidak mampu.

Jangan berjanji jika tidak mampu menepatinya.

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...