Skip to main content

#nepaldiary Perjalanan Sinkronisasi Diri

foto oleh vitarlenology



Tahun ini dibuka oleh nasehat seorang sahabat tentang sinkronisasi antara rasionalitas dan rasa, hati dan pikiran. Kebetulan lain, Desember lalu, Arumdayu ngajak jalan-jalan ke Nepal. Dalam bayangan kami berdua, biar lebih berguna, sekalian aja mendaftar sebagai sukarelawan. Tapi waktu itu masih wacana. Kebulatan tekad untuk pergi justru muncul setelah obrolan soal sinkronisasi di malam pergantian tahun.

Arum ga jadi pergi. Aku memutuskan tetap pergi dan awal Januari mulai serius mencari informasi soal program sukalawan internasional ini, termasuk juga mencari tiket. Lalu aku menemukan program sukarelawan internasional ini. Aku rasa program ini cocok banget dengan soal sinkronisasi diri. Selain itu membayangkan ulang tahun sambil memandang gunung Himalaya, rasanya itu kok ya gimana gitu, hehehhehe.. (soal membayangkan hal-hal seperti ini yg termasuk kategori ga mungkin tp beberapa tahun kemudian jadi kenyataan, aku selalu ingat sahabatku, Tanto. Dia teman yg asyik banget buat mengkhayal bersama. Bagi kami sungguh membahagiaka ketika apa yg dulu dianggap ga mungkin, ternyata jadi kenyataan). Dan sepertinya semesta mendukung. Banyak pintu terbuka dan tidak disangka-sangka, memudahkan perjalanan ini.

Belajar dari pengalaman perjalanan Asia Tenggara th 2010 lalu, dimana tiga minggu lebih sibuk mikirin dai tempat satu ke tempat lainnya dan hanya sekedar datang dan menikmati pemandangan, rasanya kok kurang berkesan. Makanya program sukarelawan ini bisa menjawab keinginanku untuk lebih berinteraksi bulan hanya dengan tempat tapi  juga dengan masalahnya (ternyata riset lapagan studi etnografi di Sembakung bener-bener menimbulkan ketagihan). Menjadi sukarelawan memungkinkan aku untuk mendapatkan pengalaman etnogtafi  ini kembali tanpa tekanan deadline laporan tentu saja... (colek mas HB hahaha).

Nepal menginspirasiku sejak SD, sejak membaca Kisah Petualangan Tintin Di Tibet. Dan Tintin di Tibet adalah salah satu favoritku di samping Hiu Hiu Laut Merah, karena lebih emosional dan persahabatan Tintin dan kapten Haddock diuji di episode ini. Juga khayalan soal pergi ke Himalaya di masa romantika jaman kuliah dulu ahayyy!!! Dan daripada India, sepertinya Nepal lebih menyenangkan juga. Thanks to Air Asia yg menyediakan rute ke Kathmandu dengan harga terjangkau (pesanan sponsor banget :D). Dan daripada India, Nepal jadi pilihan yang jauh lebih mungkin buatku. Membayangkan India perutku langsung mules dan ga tahan dengan panas dan kepadatannya, meski secara kultur India sangat-sangat menarik. 

Untuk menjalani proses sinkronisasi diri, kurasa prinsip studi etnografi sangat bisa di terapkan. Aku jadi ingat omongan mas Pudjo, seorang dosen antropologi UGM yang pernah bilang, studi etnografi itu prinsipnya seperti prinsip nabo khidir, nabi penjaga air. Lihat saja, jangan dulu banyak bertanya mengapa begini dan mengapa begitu. Lihat, perhatikan dan resapi, karena menurut mas Pudjo itu akan membantu untuk mengerti dan memahami. Pertanyaan yang buru-buru dilontarkan akan menginterupsi proses untuk mendapatkan pengertian itu. Dan kurasa sinkronisasi diri justru akan terlihat ketika aku kembali pulang, kembali ke ruti nitas, kembali pada semua keseharian. Setiap perjalanan itu seperti menambah cara untuk merasakan bahwa setiap hari adalah hari baru.

* tulisan ini terbit atas dukungan 'simin' dan tentu saja pemiliknya yg super legowo itu :)))

Comments

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Berumur Tigapuluh Sekian

Pic: tara mcpherson Biasanya memasuki umur 30 untuk seorang perempuan lajang akan menghadapi kepanikan-kepanikan ga perlu. Kalaupun kepanikan itu datangnya bukan dari perempuan yang bersangkutan, datangnya dari linkungan sekitarnya: keluarga, teman-teman, tempat kerja. Apalagi yang bisa membuat panik selain soal pasangan. Lingkungan sosial biasanya memang lebih mengkawatirkan soal pasangan ini daripada masalah kontribusi sosial sang perempuan terhadap lingkungannya. Ga punya karir yang jelas juga ga papa yang penting kamu punya pasangan. Dan setelah menemukannya, segeralah menikah. Begitulah nasib sebagian (besar) perempuan yang memasuki dan menjalani usia 30 sekian ini. Seorang baru-baru ini disinisi keluarganya ketika ia menolak lamaran seorang pria. Usia temanku, 34 tahun dan menjomblo beberapa tahun terakhir setelah putus dari pacarnya. "Udah 34 tahun kok masih bisa nolak cowo," begitu kira-kira komentar sinis keluarganya yang lebih panik daripada temanku sendiri. Sementa...

Mencintai Lelaki Beristri

Foto karya Roy Voragen Satu hal yang harus kamu pahami, ketika berhubungan dengan lelaki beristri, kamu harus rela. Rela menjadi nomer kesekian. Rela menjadi bukan prioritas. Rela menerima sisihan waktu. Rela menerima label pengganggu rumah tangga orang lain. Rela memberi maaf atas semua alasan yang harus kau terima, saat si lelaki itu tak bisa menepati banyak hal yang ia janjikan padamu. Rela atas banyak hal. Rela atas semua resiko, ketika kau tau, lelaki yang kau cintai adalah lelaki dengan status NOT AVAILABLE alias Suami orang, alias bapaknya anak-anaknya. Tentunya kau akan dituduh cari gara-gara, cari penyakit, parahnya perempuan ga bener, perempuan gatal, ketika kau lebih memilih mencintai lelaki beristri daripada lelaki lajang untuk kau kencani. Tapi kau juga bisa membela diri, siapa yang bisa melarang perasaan cinta yang datang? Kerelaan ini, termasuk juga ketidak pahaman lingkungan ketika dalam hubungan itu,ketika kau berusaha keras menjaga dengan susah payah batas terjauh dar...