Skip to main content

#nepaldiary Sukarelawan Di Negeri Atap Dunia

foto oleh vitarlenology
Salah satu cara melakukan perjalanan dan berinteraksi lebih dengan budaya serta masyarakat setempat adalah menjadi sukarelawan. Banyak organisasi Internasional yang memang mengkhususkan diri mengurusi orang-orang yang tertarik menjadi sukarewalan. Salah satunya adalah International Volunteer HQ (IVHQ) yang bermarkas di New Zeland. 

Didirikan oleh Daniel Radcliffe, sukarelawan yang pernah bergabung dalam Peace Corps. IVHQ didirikan akhir 2006. Daniel ingin membantu calon-calon sukarelawan ini dengan harga terjangkau. Banyak teman di Indonesia menyangka bahwa program seperti ini sukarelawan dibayar, padahal untuk program sukarelawan seperti ini, sukarelawan justru membayar pada organisasi yang akan menjadi tuan rumah mereka. 

Seorang teman yang sering melakukan perjalanan sempat berkomentar, menjadi sukarelawandan membayar itu seperti komersialisasi sukarelawan. Mungkin ada benarnya, tapi kurasa selama menemukan organisasi perantara seperti IVHQ dengan harga yang masuk akal, kurasa sebagai sukarelawan pemula, justru akan terbantu apalagi jika kita belum pernah datang ke negara yang bersangkutan. Salah satu sukarelawan yang sama-sama mengikuti program ini dan memiliki pengalaman mengikuti program serupa dengan organisasi yang berbeda, mengatakan IVHQ cukup murah untuk program sejenis dengan fasilitas yang kurang lebih sama dengan yang diberikan organisasi sejenis. 

Organisasi seperti IVHQ menjadi perantara untuk membantu para sukarelawan ini menuju tempat tujuan  yang dipilih: Afrika, Amerika Selatan, Asia dengan jangka waktu yang juga bisa dipilih mulai dari seminggu sampai enam bulan. Ada organisasi mitra di setiap negara yang akan mengatur dan bertanggung jawab pada keberadaan dan program yang dijalankan oleh relawan,

Seperti yang kulakukan di Nepal. IVHQ memiliki mitra organisasi lokal bernama Hope and Home. Organisasi ini yang bertanggung jawab mengurusiku sejak aku mendarat di Kathmandhu sampai waktu penempatanku. Selama tiga minggu aku di tempatkan di Namaste Orphanage House dan tuan rumahku inilah yang kemudian bertanggung jawab pada keberadaanku sebagai sukarelawan. Setelah program selesai, Namaste akan menyerahkan tanggung jawab keberadaanku kembali pada Hope and Home. 

Sebagai pelancong yang ga terlalu militan dan penikmat perjalanan yang santai :D program seperti ini membebabaskanku dari urusan itenerary dan akomodasi selama keberadaanku di Nepal, semuanya sudah termasuk ke dalam biaya program yang aku bayarkan pada IVHQ. Mulai dari jemputan dari bandara menuju hostel di Katmandhu, perjalanan-perjalanan yang menjadi bagian dari orientasi relawan, akomodasi dan konsumsi selama menjalani program 3 minggu. Aku tinggal menjalani dan di waktu libur, aku masih punya keleluasaan untuk mengekplorasi tempat yang ingin aku kunjungi. Program sukarelawan seperti ini bukan program jalan-jalan estafet dari satu tempat wisata yang satu ke tempat wisata yang lain, bukan. aku lebih punya waktu dan kesempatan untuk mengenal lebih jauh satu sisi kehidupan masyarakat Nepal dalam hal ini aku memilih mengenali dan mengalami lebih jauh kehidupan panti asuhan dan syukurlah aku punya pengalaman sebagai tantenya Akum dan Gendis heheheheh.. pengalaman mengasuh anak-anak dan pekerjaan domestik yang menyertainya sangat membantuku menjalani program sukarelawan ini.

Hal terpenting ketika mengikuti program ini adalah ' berharap seminimal' mungkin. Sebagai relawan aku mesti siap menghadapi situasi seburuk apapun. Memang, organisasi tuan rumah akan berusaha memberikan yang terbaik yang mereka mampu. Namun usaha terbaik mereka kadang belum tentu sesuai dengan apa yag diharapkan. Ketika berharap seminimal mungkin, segala yang didapatkan akan lebih bisa diterima tanpa keluhan. Dan saat menerimanya tanpa keluhan, aku akan lebih bisa menikmati banyak hal yang kualami di sini. 

Himalayan Guest House, Phokara,  20 Maret 2013

Comments

Ratna said…
Waahhh, akhirnya sampai juga di negeri atas awan.

Take care & C U soon !
rambutkriwil said…
Bagaimanapun jalannya, pengalaman adalah sebuah pengalaman yang patut dirasakan tiap getarnya...... selamat menikmati perjalanan demi perjalanan, saya suka sekali dengan cerita-ceritanya. Salam kenal. Denty. :)
Anonymous said…
untuk biaya sendiri berkisar samapai berapa,,

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Berumur Tigapuluh Sekian

Pic: tara mcpherson Biasanya memasuki umur 30 untuk seorang perempuan lajang akan menghadapi kepanikan-kepanikan ga perlu. Kalaupun kepanikan itu datangnya bukan dari perempuan yang bersangkutan, datangnya dari linkungan sekitarnya: keluarga, teman-teman, tempat kerja. Apalagi yang bisa membuat panik selain soal pasangan. Lingkungan sosial biasanya memang lebih mengkawatirkan soal pasangan ini daripada masalah kontribusi sosial sang perempuan terhadap lingkungannya. Ga punya karir yang jelas juga ga papa yang penting kamu punya pasangan. Dan setelah menemukannya, segeralah menikah. Begitulah nasib sebagian (besar) perempuan yang memasuki dan menjalani usia 30 sekian ini. Seorang baru-baru ini disinisi keluarganya ketika ia menolak lamaran seorang pria. Usia temanku, 34 tahun dan menjomblo beberapa tahun terakhir setelah putus dari pacarnya. "Udah 34 tahun kok masih bisa nolak cowo," begitu kira-kira komentar sinis keluarganya yang lebih panik daripada temanku sendiri. Sementa...

Mencintai Lelaki Beristri

Foto karya Roy Voragen Satu hal yang harus kamu pahami, ketika berhubungan dengan lelaki beristri, kamu harus rela. Rela menjadi nomer kesekian. Rela menjadi bukan prioritas. Rela menerima sisihan waktu. Rela menerima label pengganggu rumah tangga orang lain. Rela memberi maaf atas semua alasan yang harus kau terima, saat si lelaki itu tak bisa menepati banyak hal yang ia janjikan padamu. Rela atas banyak hal. Rela atas semua resiko, ketika kau tau, lelaki yang kau cintai adalah lelaki dengan status NOT AVAILABLE alias Suami orang, alias bapaknya anak-anaknya. Tentunya kau akan dituduh cari gara-gara, cari penyakit, parahnya perempuan ga bener, perempuan gatal, ketika kau lebih memilih mencintai lelaki beristri daripada lelaki lajang untuk kau kencani. Tapi kau juga bisa membela diri, siapa yang bisa melarang perasaan cinta yang datang? Kerelaan ini, termasuk juga ketidak pahaman lingkungan ketika dalam hubungan itu,ketika kau berusaha keras menjaga dengan susah payah batas terjauh dar...