Skip to main content

In The Mood For Benicio Del Toro


Gara-gara menunggu hujan reda di Parijs Van Java Mall sambil menonton The Wolfman, moodku menonton kembali film-filmnya Benicio Del Toro kembali muncul. Selain Johnny Deep dan Daniel Day Lewis, Benicio Del Toro adalah aktor favoritku. Bukan semata-mata karena ketampanannya dan matanya yang membius itu, tapi juga karena totalitasnya sebagai aktor.  Pertama kali terpesona olehnya, ketika pertama kali aku nonton Excess Baggage dengan lawan mainnya Alicia Silverstone. Benicio berperan sebagai pencuri kendaraan yang terhubung dengan seorang putri pengusaha kaya yang sengaja mencari perhatian keluarganya dengan mengaku diculik. Saat itu, aktingnya langsung memikatku. Siapa yang bisa dengan mudah melupakan wajah latinnya yang karismatik dan tatapan yang membius itu? Dengan mudah Beni bisa membuat penontonya jatuh hati padanya. Pandangan pertama tentu karena ketampanannya dan tak perlu terlalu memperhatikan apakah dia bisa berakting atau tidak.

Pertemuan berikutnya (aku lupa mana yang lebih dulu) Basquiat atau The Usual Suspect, tapi seingatku The Usual Suspect membuatku tertarik dengan kemampuan aktingnya. Beni tidak sekedar menjual tampang, tapi dia memang bisa akting. Dan yang meyakinkanku tentang kemampuan aktingnya adalah Fear and Loathing in Las Vegas. Beni menjadi Dr. Gonzo, sahabat Raoul Duke yang diperankan Johnny Deep. Karakter ini membuat Benicio harus menambah berat badannya 20 kg dan kehilangan banyak tawaran karena orang mengira dia aktor pemabuk yang menjadi gemuk karena frustasi. Bahkan untuk menghayati peran sebagai Dr. Gonzo, penulis dan pecandu LSD, Benicio membakar tangannya dengan rokok dan membuat Terry Gilliam, sang sutradara ngeri Benicio menjadi out of control. Namun sejak itu, Benicio kemudian di kenal dengan sebutan 'method actor'_ ia punya metode khusus untuk memahami karakter yang diperankannya dan membuatnya bersahabat dengan Johnny Depp.

Pengakuan terhadap kemmapuan aktingnya datang dari karakter Javier Rodriguez Rodriguez, seorang polisi mexico 'lurus' yang berhadapan dengan berbagai sindikat perdagangan obat bius. Traffic, film yang disutradarai oleh Steven Soderbergh ini, memberi Benicio Oscar pertama untuk peran pembantu pria terbaik tahun 2000. Di film ini, Benicio memberi takaran yang pas untuk karakter Javier. Dengan gaya bertutur Soderbergh yang khas (kamu akan familiar dengan gaya Soderbergh di Che, jika pernah menonton Traffic).

Beberapa film seperti Snatch, The Hunted, The Way of Gun, tidak terlalu mengesankan bagiku. Sampai salah satu sutradara favoritku: Alejandro Gonzales Inarritu memberinya peran sebagai Jack Jordan di 21 Grams, seorang mantan napi bertobat yang memutuskan menjadi penginjil, namun keimanannya guncang mana kala truk yang ditumpanginya menabrak bapak dan dua orang anak perempuannya dan membuat mereka bertiga tewas seketika. Benicio menunjukkan kemampuan aktingnya sekali lagi disitu, meski tidak mendapatkan Oscar untuk itu, namun Benicio masuk dalam nominasi Oscar untuk kategori aktor utama pria.

Benicio Del Toro dan Presiden Venezulea, Hugo Chavez, foto dan berita ada disini

Sin CityThings We Lost in Fire, dikalahkan oleh rasa penasaranku terhadap berita yang menyebutkan, Benicio sedang mempersiapkan perannya sebagai Ernesto Che Guevara. Aku mesti menunggu cukup lama  (hampir 3 tahun), sampai perannya sebagai Che bisa aku nikmati. Sebuah biopic tentang tokoh revolusioner Cuba asal Argentina yang menjadi icon perlawanan terhadap kapitalisme Amerika ini, benar-benar film yang menuntut totalitas Benicio. Bukan hanya dalam berakting, tapi juga sebagai produser untuk film berdurasi 4.5 jam dan terbagi dalam dua bagian ini, benar-benar membuktikan bahwa Benicio bukan aktor sembarangan. Lewat perannya sebagai Che, Benicio mendapat penghargaan palem emas, Cannes Festival 2008 sebagai aktor terbaik. Film yang menuai banyak kontroversi, terutama dari pihak yang tidak sepakat dengan perjuangan Che Guevara ini, justru memberikan pengakuan total pada Benicio sebagai role model bagai aktor latin Amerika yang bukan hanya pandai berakting, namun juga punya sikap dan keberpihakan yang jelas terhadap kesejarahan Amerika Latin (terlepas dari sisi mana dia berpihak). Presiden venezuela, Hugo Chavez, ketika mengundang Benicio Del Toro bertemu dengannya, menyampaikan apresiasinya yang begitu dalam atas totalitas Benicio dalam memerankan tokoh revolusioner yang menjadi inspirasi revolusi anti kapitalisme global itu.

The Wolfman, nampaknya menjadi film selingan setelah proses penggarapan Che yang begitu panjang (Benicio membutuhkan waktu 7 tahun untuk mempersiapkan film ini). Di film yang juga di produseri oleh Benicio, ia beradu akting dengan Anthony Hopkins sebagai manusia serigala. Dua-duanya punya karisma yang bebda dan kemampuan memperlihatkan sisi gelap sebuah karakter yang berbeda pula. Dalam sebuah wawancara, Benicio menyatakan bahwa ia membutuhkan karakter seperti Lawrence Talbot di The Wolfman sebagai refreshing dan juga upaya dia untuk lepas dari karakter Che yang tidak mudah untuk dilepaskan.


Silence garapan Martin Scorsese yang akan rilis 2011, akan menjadi film Benicio yang aku tunggu. Selain bermain bersama Gael Garcia Bernal sebagai pendeta yang menyebarkan ajaran katolik di Jepang pada abad 19, gosipnya film ini juga akan mempertemukan Benicio dengan aktor favoritku yang lain: Daniel Day Lewis. Selain Silence, The Three Stooges juga termasuk yang bikin aku penasaran. Benicio akan bertemu kembali dengan Sean Penn (sebelumnya mereka bertemu di 21 Grams) dan Jim Carey.

Berbeda dengan Johnny Depp yang kuat dengan kesan eksentrik karena peran-perannya, Benicio justru selalu menampilkan karisma yang berbeda-beda dari berbagai karakter yang ia perankan. Tanpa diberi banyak dialog, Benicio menurutku punya kekuatan dalam menampilkan gesture dari setiap karakter yang diperankannya. Susan Bier, sutradara Denmark yang senang meng'capture' detail ekspesi karakter yang di sutradarainya itu (lihat: After The Wedding yang diperankan Mads Mikkelsen , termasuk yang sangat tau bagaimana memunculkan tatapan mata Benicio yang membius itu. Salah satu gestur yang mengesankan buatku juga adalah ketika Benicio sebagai Javier, menjebak Francisco Flores yang diperankan Clifton Collins Jr. di film Traffic. Wow, he's so gay, tanpa harus menyatakan bahwa dia gay atau bukan dalam peran itu.

Bagiku sangatlah menarik, mengikuti perjalanan karir aktor-aktor favoritku itu. Aku bisa melihat sejauh mana mereka sanggup mengeksplorasi kemampuannya untuk 'menyebrang' (kalo istilah temanku, Gunawan Maryanto dari Teater Garasi) ke dalam karakter yang diperankannya. Dan sejauh ini menurutku masterpiece Benicio Del Toro dalam perjalanan karirnya adalah karakter Che yang diperankannya. Menurutku, Beni menginterpretasikan sebagian dari sisi kehidupan Guevara sebagai geriliyawan sejati (dan aku suka sekali penggambaran Soderbergh di adegan terakhir saat Che di tembak mati. Soderbergh berhasil menghindarkan diri dari penggambaran yang romantisme berlebihan diakhir kehidupan tokoh revolusioner legendaris ini).

Hal lain yang aku catat dari karakter-karakter Beni di berbagai filmnya, dia bisa berakting dengan sangat baik dengan anak-anak. Perhatikan saja perannya di 21 Grams, Things That We Lost in Fire, Che (bagian dua), Beni punya chemistry spesial dengan anak-anak yang menjadi lawan mainnya, padahal dalam kehidupan nyatanya, Benicio dikenal enggan menikah apalagi punya anak. Matanya akan berubah sangat ramah dan melindungi jika beradu akting dengan anak-anak yang jadi lawan mainnya. Entah karakter seperti apalagi yang akan dijajal dan aku ga bisa menebak, sejauh mana ekplorasi karakter yang akan dia lakoni. Menurutku lebih sulit menebak karakter apa saja yang akan dimainkan Benicio daripada Johnny Depp. Orang sulit melabeli Benicio karena dia memang sulit untuk dibaca. Sesulit membaca apa yang ada dipikiran karakter yang diperankannya ketika tatapan membiusnya itu ia munculkan.

Benicio selalu memunculkan antusiasku untuk mengikuti perjalanan kekaryaannya.. I'm in the mood for Del Toro

Comments

I. Widiastuti said…
nggak sabar nungguin Mr. Del Toro main sama Gael Garcia Bernal...awwww...awwww...menurutku, Gael & Beinicio kayak ngeliat Che Guevara dengan mesin waktu nggak sih?
vitarlenology said…
menurutku gael terlalu melankoli wajahnya.. kurang misterius.. mungkin juga karena belum semateng del toro kali ya.. :)
- said…
Tatapan Del Toro memang mematikan... Cekung matanya, alisnya, lingkar gelapnya, seperti kakek-kakek sekaligus seperti bayi. Bagi saya, multi tafsir atau malah tidak tertebak :D

Salam kenal, Mbak Tarlen :)
I. Widiastuti said…
hahah..mungkin itu sebabnya kenapa aku suka Gael (terutama di Science of Sleep) mukanya sulky, jadi seperti ada alasan untuk pukpuk punggungnya hihihihi. Aku bayangin gimana kalo Del Toro main film komedi ya...hmmm
vitarlenology said…
halo eka salam kenal juga... heheheh iya matanya del toro itu kaya keajaiban.. bisa bijak tapi kekakak-kanakan sekaligus.. bener-bener menyihir..
vitarlenology said…
dindie.. aku ngakak ngebayangin kamu mem-pukpuk gael.. hihihihi so sweet banget pastinya.. jadi inget beberapa adegan di ameros perros.. aku suka tuh gael disitu.. kalo pukpuk del toro.. mmm.. kayanya lebih enak di pukpuk dia daripada mem-pukpuknya... hahahahahah... fantasy mode on.. :))

Popular posts from this blog

Hujan Semalam di Malaysia, Banjir Sebulan di Sembakung*

Foto oleh tarlen Creative Commons Tulisan ini adalah catatan penelitan lapangan yang dibuat untuk Yayasan Interseksi. Tarlen Handayani adalah anggota Tim Peneliti Hak Minoritas dan Multikulturalisme di kawasan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Sembakung. Sebuah tempat yang sama sekali asing dan saya putuskan sebagai tujuan dari penelitian ini, saat sampai di Nunukan, Kalimantan Timur. Dari rencana semula, wilayah penelitian saya adalah Kepulauan Mentawai, tepatnya di Siberut. Namun, saat workshop persiapan sebelum berangkat ke lapangan, tempat penelitan sepakat di pindah ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur atas pertimbangan beberapa informasi, bahwa Siberut terancam tsunami. Saya menyepakati kepindahan lokasi itu, meski berarti saya harus mempersiapkan semuanya lagi dari awal. Salah satu mentor workshop, Dave Lumenta , memberikan rekomendasi beberapa daerah di sekitar Kecam

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tobucil jepretan Chandra Mirtamiharja Aku sering sekali di tanya, apakah suatu hari nanti tobucil akan menjadi tobusar alias toko buku besar? meski seringnya kujawab sambil bercanda, tapi aku serius ketika bilang, tobucil akan tetap menjadi tobucil. Karena tobucil tetap memilih menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawabanku bisa menerima meski mungkin ga ngerti-ngerti amat dengan maksudku 'tetap menjadi kecil' , tapi sebagian lagi biasanya langsung protes dan merasa aneh dan menganggapku tidak punya cita-cita besar dan tidak mau mengambil resiko menjadi besar. Biasanya aku akan balik berkata pada mereka yang merasa aneh itu, 'memilih tetap kecil itu bukan pilihan yang mudah loh.' Mungkin ada teman-teman yang kemudian bertanya, 'mengapa menjadi kecil itu bukan pilihan yang mudah?' bukankan kecil  itu sepele, remeh dan sederhana? Ketika memulai sebuah usaha dari hal yang kecil, remeh dan sederhana, itu menjadi hal yang mudah dilakukan. Namun jika sebuah