Skip to main content

Nine (2009): Midlife Crisis Sang Maestro

* * * *

Sutradara Rob Marshall

Aku sedikit ngedrop waktu tau ternyata ini adalah film musikal. Pertanyaan yang muncul di kepalaku adalah bisakah Daniel Day Lewis memaksimalkan karakternya di film musikal seperti ini? Mengingat film Day Lewis sebelumnya_ There Will Be Blood_ bener-bener mempertontokan kemampuan akting Day Lewis yang maksimal dan luar biasa itu.

Setelah menonton filmnya, barulah aku merasa lega, karena justru Day Lewis lah yang yang membuat film ini bukan sekedar film musikal biasa. Day Lewis memberi kedalaman dan intensitas pada karakter Guido Contini, sang maestro perfilman Itali pada krisis paruh baya yang dialaminya. Day Lewis memberi bobot pada persoalan krisis paruh baya yang 'tidak biasa' karena yang mengalaminya adalah seorang maestro di tengah-tengah tekanan karirnya. Arogansinya sebagai sutradara besar yang dituntut untuk selalu melahirkan karya hebat dipertaruhkan di tengah konflik rumah tangganya.

Menurutku meski film ini bertaburan aktris terkenal seperti Kade Hudson, Nicole Kidman, Penelope Cruz, Judi Dench, Sophia Loren, Marion Cotillard, tapi tidak semua bisa berakting mengimbangi intensitas Day Lewis. Nicole Kidman misalnya. Di film ini dia berperan Claudia Jensen, aktris utama yang akan membintangi film Guido Contini, Italia. Scenenya ga banyak, tapi menurutku Nicole gagal memampilkan sejarah hubungan dia dengan Contini dimasa lalu, karakter yang dia tampilkan terlalu berjarak sehingga terkesan Claudia baru saja berkenalan dengan Contini. Sementara Penelope di sini terlalu Penelope. Penelope as usual, tidak ada kejutan dengan perannya, begitu juga Kate Hudson yang muncul seperti numpang lewat saja. Yang justru bisa mengimbangi Day Lewis adalah Judi Dench dan Marion Cottilard. Judi Dench yang berperan sebagai Lily, penata kostum film-film Contini sekaligus sahabat Contini dan Cottilard yang berperan sebagai istri Guido, Luisa Contini, justru bisa mengimbangi akting Day Lewis di sini.

Kurasa, film ini jadi terlalu mudah untuk Day Lewis. Setelah There Will be Blood, kurasa Day Lewis perlu tantangan yang minimal sama bobotnya dengan karakter Daniel Plainview yang sedemikian gelap dan kejam itu. Atau mungkin Day Lewis memakai Nine untuk 'break' sebelum ia menggarap karakter yang jauh lebih berat dari ini (gosipnya dia akan bertemu dengan Benicio Del Toro dan Gael Garcia Bernal di film garapan Martin Scorsese, Silence).

Secara keseluruhan, sebagai film musikal, film ini berhasil untuk memakai musik tidak hanya sebagai pelengkap saja, tapi memang bagian penting dalam cerita. Bagian drama dan musikalisasinya, kurasa berhasil ditampilkan dengan seimbang, musik tidak membuat penonton melupakan kegalauan paruh baya Contini setelah selesai menonton film ini.

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...