Skip to main content

Lord of Dogtown Sepenggal Nostalgia Legenda Z-Boys



Beginilah ketika seorang Stacy Peralta, skater pro menuliskan kembali awal perjalanan karirnya. Apa yang dia tulis di Lord of Dogtown, bukanlah sebuah narsisme nama besar ketika melihat kesuksesannya sendiri. Lord of Dogtown adalah kisah persahabatan dibalik legenda Dogtown and Z-Boys (sebutan skater asal Santa Monica dari generasi 70’an) yang ditulis dengan kerendahan hati Stacy Peralta dan garapan apik Catherine Hardwicke, sang sutradara.

Mengambil setting waktu pertengahan tahun 70an, cerita berfokus pada tiga nama besar yang merubah skateboard menjadi seperti yang dikenal sekarang. Bagi Tony Alva (Victor Rasuk), Jay Adams (Emile Hirsch) dan Stacy Peralta (John Robinshon), skateboard bukan hanya kegiatan pengisi waktu senggang tapi skateboard adalah gaya hidup dan sikap yang mereka lakoni sehari-hari.

Dibuka dengan adegan ketika ketiganya di tengah malam pergi diam-diam membawa papan surfing dan memulai hari menari bersama ombak pantai Venice di antara reruntuhan dermaga Pasific Ocean Park (POP). Sebagai kelompok surfer junior, mereka bertiga seringkali harus tunduk pada aturan main senior seperti Skip Engblom (Heath Ledger), Craig Stecyk (Pablo Schreiber) dan kawan-kawan. Namun ketika ‘pantai mereka’ diusik oleh pendatang dari luar Dogtown, mereka kompak mengusir para pendatang. Mencopot dan menenggelamkan karburator mobil sampai merusak papan surfing demi mempertahankan status ‘Local Only’.

Skip Engblom, surfer dan pemilik toko papan surfing, Zephyr shop, di film ini selalu digambarkan tak lepas dari botol minuman merupakan tokoh penting dalam legenda Dogtown. Skip lah yang pertama kali mengumpulkan dua belas orang dan membentuk tim yang kelak melahirkan para skater legendaris yang merubah wajah skateboard dunia.
Tim yang diberi nama Zephyr sesuai dengan nama tokonya terdiri dari Shogo Kubo, Bob Biniak, Nathan Pratt, Stacy Peralta, Jim Muir, Allen Sarlo, Chris Cahill, Tony Alva, Paul Constantineau, Jay Adams, Peggy Oki dan Wentzle Rum.

Cinta segitiga antara Jay Adams, Stacy Perlata dan Kathy Alva (Nikki Reed), saudara perempuan Tony Alva, muncul di film, bukan sekedar bumbu cerita yang mengada-ngada. karakter Stacy yang tidak seagresif teman-temannya, membuat dirinya merelakan ketika akhirnya Kathy lebih memilih Jay daripada dirinya.

Kompetisi skateboard di Del Mar, California, April 1975, menjadi kompetisi pertama bagi z-Boys dan juga Zephyr team untuk menunjukkan siapa mereka. Di kompesitisi inilah gaya skate tahun 60an, dibabat habis oleh Z-Boys. Spontanitas mereka dan kelenturan mereka diatas papan luncur seperti layaknya mengendarai ombak, membuat hadirin tercengang. Mereka belum pernah melihat gaya seperti yang dilakukan Z-Boys sebelumnya. Bahkan juri tak tau bagaimana harus memberi penilaian kepada mereka. kompetisi Del mar ini menjadi kompetisi paling bersejarah dalam legenda Z-Boys.

Penampilan Z-Boys mejadi sesuatu yang selalu dinantikan di setiap kompetisi. Juri terpaksa melakukan revolusi standar penilaian lomba. Kemunculan Z-Boys sebagai cover majalah skateboarding, melambungkan nama mereka dan membuat skateboard kembali menjadi olah raga yang digemari di seluruh Amerika.

Hype membuat Z-Boys membuka sejarah baru dalam perkembangan skateboard dunia. semua perusahaan skateboard, berlomba-lomba memperebutkan Z-Boys untuk kepentingan komersil mereka. Tony Alvalah yang pertama kali menyadari, bahwa dia bisa menjadi bintang sebagai skater pro. Dia yang pertama meninggalkan skip dan Zephyr tim demi kepentingan komersial. Satu persatu pergi dan Skip terpaksa menerima karena masalah keuangan yang dia hadapi, membuatnya tak mampu memberikan profit bagi Z-Boys.

Jay Adams lah yang paling tak peduli dengan semua tawaran-tawaran itu. Prinsip apapun yang dia bukan karena kendali orang lain, membuat Jay tampak begitu kuat sebagai ikon anti mainstream. Jika akhirnya Jay meninggalkan Skip, itu dia lakukan karena terpaksa. Dia harus membantu ibunya membayar uang sewa rumah, bukan karena alasan menjadi terkenal dan kaya seperti teman-temannya yang lain.

Tokoh Sid (Michael Angarano) muncul sebagai salah satu Z-Boys yang memiliki masalah dengan pendengarannya dan akhirnya meninggal karena kanker otak. Sid muncul sebagai karater yang menghibur. Keluguannya di antara teman-temannya, justru menjadi figure pemersatu, ketika perseteruan di antara Tony, Jay dan Stacy mulai meruncing.

***

Dogtown merupakan sebutan sebuah daerah slum tepi pantai, perbatasan antara Santa Monica dan Venice, California. Di tempat inilah Z-Boys berasal. Tahun 2001, sebelum menulis naskah Lord of Dogtown, Stacy Perlata menggarap sebuah dokumenter Dogtown and Z-Boys. Di film ini Stacy mendapat penghargaan sebagai sutradara sekaligus film terbaik pilihan pemirsa di Sundace Film Festival tahun 2001. Film yang berisi wawancara dengan para legenda z-boys , Tony Hawk _skater pro beberapa generasi di bawah z-boys, beberapa musisi seperti Ian Mckey dan Jeff Ament yang melihat Z-boys lahir dengan karakternya yang khas yang tak dijumpai di belahan Amerika manapun pada jamannya.

Dokumenter yang sangat kaya dengan footage perjalanan Z-Boys dari kompetisi ke kompetisi, memberi gambaran yang cukup lengkap bahwa Z-boys bukan sekedar menemukan gaya dan trik-trik baru pada permainan skateboard, tapi Z-Boys mampu menampilkan attitude yang memberi nafas dan jiwa pada permainan skateboard itu sendiri. Itu sebabnya, dokumenter ini menjadi ‘kitab suci’ Catherine Hardwicke dalam menyutradarai Lord of Dogtown. Cathrine banyak menghadirkan kembali beberapa beberapa gambar yang mirip sekali dengan footage aslinya dan membuat ‘original z-boys’ seperti dibawa kembali ke masa lalu. Seperti reruntuhan POP dan suasananya, Del Mar Competition, kolam-kolam renang berbentuk mangkuk yang kini tak lagi digemari oleh warga Santa Monica dan adegan-adegan yang nyaris sama persis dengan footage aslinya. Bagi Catherine, kesulitan dalam penggarapan film ini, bukan bagaimana mengambarkan seperti apa Dogtown pada saat itu, tapi bagaimana menghadirkan kembali apa yang terekam dalam Dogtown and Z-Boys seakurat mungkin.

Tak kurang dari Tony Alva, Stacy Perlata, Jay Adams sendiri yang mengcasting para pemain yang memerankan diri mereka masing-masing. Mereka pun turun tangan langsung, melatih para skater pro yang menjadi pemeran pengganti untuk mendapatkan karakter mereka di atas skateboard. Emile Hirsch, Victor Rasuk, John Robinson mendapat supervisi langsung dari Jay Adams, Tony Alva dan Stacy Perlata untuk menampilkan kepribadian masing-masing ketika berada di atas papan luncur.

Di antara kepribadian Tony yang egosentrik dan rockstar wanna be, Stacy yang republikan berambut panjang terawat, karakter Jay Adams terasa begitu kuat. Karekternya yang begitu spontan dan agresif, penuh kemarahan, diperankan dengan sangat baik oleh Emile Hirsch. Ia berhasil menerjemahkan karakter Jay dengan intensitas emosi yang kuat dan bisa dirasakan penonton. Emile sebelumnya dikenal bermail di The Dangerous Lives of altar Boys, Imaginary Heroes. Jay Adams, tokoh yang diperankannya dalam kehidupan nyata sempat di penjara karena masalah obat-obatan dan tuduhan pembunuhan. Jay di film ini menjadi sosok ikonik anti mainstream yang sangat sadar dengan resiko dari pilihannya. Perlu digaris bawahi pula kemampuan improvisasi Heath Ledger dalam memerankan Skip Engblom, memberikan jiwa dari legenda Dogtown dengan sikap semau gue-nya, senioritas sekaligus sosok bersahabat bagi z-boys.

’The Original Z-Boys’ muncul sebagai cameo. Cathrine mengaku dirinya didatangi Original Z-Boys yang menawarkan diri mereka untuk tampil di Lord of Dogtown. Bagi mereka, tampil di Lord of Dogtown seperti moment penting untuk mengenang masa lalu. salah satu adegan cameo yang cukup menarik, ketika ibu Jay Adams menyelenggarakan pesta di rumahnya. Emile yang memerankan Jay, berhadapan langsung dengan ‘the real Jay Adams’ yang di adegan itu berperan sebagai teman ibunya. Juga ‘the real Tony Alva’ di dandani memakai kumis dan baju koboi yang juga hadir di pesta itu. Adegan menarik lainnya, ketika ‘the real’ Stacy Perlata muncul sebagai sutradara Charlie Angeles yang mendirect Stacy perlata (John Robinson) dalam salah satu adegan Charlie Angeles muncul sebagai pemain skateboard. Skip Engblom pun muncul sebagai penarik pelatuk pistol tanda kompetisi skateboard di Seattle di mulai. Tak ketinggalan Tony Hawk juga muncul sebagai Astronot.

Secara proses Lord of Dogtown menjadi sangat istimewa, karena Cathrine melibatkan bukan hanya original z-boys dalam proses penggarapannya, tapi juga generasi skater di bawah Z- Boys seperti Steve Badillo, Christian Hosoi, Tony Hawk. Keterlibatan mereka mulai dari penggarapan artistik, skateboard camera operator, pelatih sampai cameo. Meski cerita ditulis oleh Stacy Perlata tentang dirinya, Stacy nampak sangat berhati-hati untuk tidak menjadikan dirinya center of the story. Apa yang ditulis Stacy terasa sebagai bentuk penghargaan atas kekagumannya pada sosok Jay Adams, sahabatnya yang memilih jalan berbeda dengannya dan Tony Alva, karena Jay muncul sebagai karakter yang lebih kuat daripada yang lain.

Tak boleh luput untuk disimak adalah movie soundtrack yang mengisi Lord of Dogtown.
Tak kurang dari Cher, David Bowie, Neil Young, Social Distortion, Nazareth, Joe Walsh, Iggy Pop, Black Sabbath, Jimi Hendrix, Stevie Worder, sampai The Stooges memperkuat atmosfer subkultur lewat penggarapan sinematografi yang cukup baik. Skateboard di sini bukan sekedar tempelan atau sekedar X-treme sport, namun jadi gaya hidup yang menyatu dengan karakter tokoh-tokohnya.

Bagi penonton yang tak kenal sejarah Dogtown and Z-Boys dan tak memahami permainan skateboard, film ini tetap tampil menarik sebagai sebuah cerita tiga anak muda yang memilih skateboard sebagai jalan hidupnya. Namun bagi para penggemar skateboard dan mengetahui legenda Dogtown and Z-boys, film ini menyuguhkan sisi lain Z-Boys, disaat kenakalan dan agresifitas masa muda, justru menancapkan tonggak sejarah baru perkembangan skaterboard yang melegenda.

Menonton Lord of Dogtown, kita seperti disadarkan, tentang proses sebuah persahabatan. Bagaimana kemudian kesuksesan datang kepada mereka dengan caranya masing-masing dan menguji sekuat apa persahabatan yang telah terjalin di antara mereka. Meski pandangan mereka tentang kesuksesan berbeda, satu hal yang tak pernah luntur: persahabatan. Selalu. Dari sahabat kembali pada sahabat.

Tulisan ini untuk Outmagz edisi 11

Comments

Anonymous said…
such a cool classic movie ever..

Popular posts from this blog

Hujan Semalam di Malaysia, Banjir Sebulan di Sembakung*

Foto oleh tarlen Creative Commons Tulisan ini adalah catatan penelitan lapangan yang dibuat untuk Yayasan Interseksi. Tarlen Handayani adalah anggota Tim Peneliti Hak Minoritas dan Multikulturalisme di kawasan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Sembakung. Sebuah tempat yang sama sekali asing dan saya putuskan sebagai tujuan dari penelitian ini, saat sampai di Nunukan, Kalimantan Timur. Dari rencana semula, wilayah penelitian saya adalah Kepulauan Mentawai, tepatnya di Siberut. Namun, saat workshop persiapan sebelum berangkat ke lapangan, tempat penelitan sepakat di pindah ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur atas pertimbangan beberapa informasi, bahwa Siberut terancam tsunami. Saya menyepakati kepindahan lokasi itu, meski berarti saya harus mempersiapkan semuanya lagi dari awal. Salah satu mentor workshop, Dave Lumenta , memberikan rekomendasi beberapa daerah di sekitar Kecam

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tobucil jepretan Chandra Mirtamiharja Aku sering sekali di tanya, apakah suatu hari nanti tobucil akan menjadi tobusar alias toko buku besar? meski seringnya kujawab sambil bercanda, tapi aku serius ketika bilang, tobucil akan tetap menjadi tobucil. Karena tobucil tetap memilih menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawabanku bisa menerima meski mungkin ga ngerti-ngerti amat dengan maksudku 'tetap menjadi kecil' , tapi sebagian lagi biasanya langsung protes dan merasa aneh dan menganggapku tidak punya cita-cita besar dan tidak mau mengambil resiko menjadi besar. Biasanya aku akan balik berkata pada mereka yang merasa aneh itu, 'memilih tetap kecil itu bukan pilihan yang mudah loh.' Mungkin ada teman-teman yang kemudian bertanya, 'mengapa menjadi kecil itu bukan pilihan yang mudah?' bukankan kecil  itu sepele, remeh dan sederhana? Ketika memulai sebuah usaha dari hal yang kecil, remeh dan sederhana, itu menjadi hal yang mudah dilakukan. Namun jika sebuah