Skip to main content

Pulang Ke Rumah

 "lotus di danau angkor" foto by vitarlenology
 
Seburuk-buruknya rumah, selalu saja pulang ke rumah menjadi hal yang melegakan setelah perjalanan. Di rumah, meski tempat tidur tidak senyaman hotel dan tidak ada hal baru, tapi rumah selalu membawa kenyenyakan tidur yang berbeda.

Perjalanan kali ini, membawa rumah pada kelegaan dimana perasaan kembali pulang perasaan beristirahat, pada pekerjaan-pekerjaan, pada teman-teman pada ritual-ritual rumah yang beda rasanya jika dilakukan di tempat lain. Juga pada masakan ibu. "Bu, aku ingin makan sayur daun singkong besok.." permintaan yang selalu sama, setiap kali aku kembali dari perjalanan. Dan ibuku yang menurut kakakku kehilangan mood memasak selama aku pergi, permintaanku membuatnya kembali bersemangat.

Apa yang berbeda setelah pulang? selain cap di passport bertambah. Ku kira rasa menaklukkan jarak itu juga menjadi penting. Bahwa dalam hidup ini, ada jarak jelajah yang membuat diri mengalami keluasan dunia. Bukan sekedar rumah dan kota tempat kelahiran saja, tapi juga mengalami tempat-tempat lain, melihat hidup yang berbeda-beda, mengkonfirmasikan sejumlah asumsi-asumsi dan prasangka tentang kehidupan di tempat lain. Kukira, hal-hal seperti itu yang menjadi jejak penting setelah kembali pulang dari sebuah perjalanan.

Ngomong-ngomong, adakah orang yang benar-benar merasa tidak punya "rumah" atau tempat untuk kembali. Jika dia merasa tidak punya tempat untuk kembali, berarti mungkin dia tidak menengok apa yang sudah dia jejaki. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana tidak punya tempat untuk kembali, apakah orang seperti ini bisa menjelaskan apa itu rasa nyaman (ketika kembali pulang?). Mmmm...

Pulang ke rumah bagiku seperti kembali pada orang-orang dimana aku tak perlu menjelaskan apa-apa. Orang-orang ini tidak selalu mengerti aku, tapi mereka cukup bisa menerima ketidak mengertiannya dan itu cukup. Kembali pulang juga berarti, kembali pada rasa nyaman ketika semua lelah perjalanan bisa terobati. Pulang ke rumah seperti meraih semua hal yang bisa kupeluk erat, menggenapi perjalanan dengan rasa penuh sesudahnya.

Terima kasih rumah, kamu selalu memberiku perasaan bahagia kembali pulang.
Terima kasih untuk semua yang selalu menjadi rumah untukku.

Comments

Dian said…
jadi ingin pulang juga :) welcome home! makasih kartu posnya dari bandung waktu itu, jeng tarlen. kartu pos-kartu pos darimu selalu mengingatkanku akan rumah :) (padahal tiap minggu juga telfon ke rumah, hehehe)
Unknown said…
welcome back tarlen, sounds like a good journey. kapan yah anakku dah bisa dibawa backpacking?:P
tulisan yang indah, membantu saya mengerti keadaan saya waktu baru pindah dari bandung ke maluku. segala sesuatu di sini berbeda dengan rumah di bandung, orang2 pun seperti tidak siap menerima perbedaan yang saya bawa dari bandung, walhasil terasa rindu banget dengan rumah...
tapi, itu jadi pelajaran berharga buat saya. thx for sharing this experience..
tulisan ini membantu saya mengerti keadaan saya waktu baru sampai di maluku...puluhan tahun tinggal di bandung membuat saya kaget waktu pertama kali tiba dan tinggal di maluku, melihat dunia yg serba berbeda...
tetapi karena mesti hidup di sini, jadi berusaha keras membangun rasa rumah di sini...terimakasih sudah menulis ttg hal ini.
be said…
rumah manis rumah :)

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...