Skip to main content

#30hari30film The September Issue (2009) Anna Wintour & The Making of Vogue

Dokumenter. Sutradara R.J. Cutler
* * * *

Film ini sengaja kupilih untuk kutonton kembali hari ini. Menyambung Bill Cunningham di hari kemarin. Bagi siapapun yang ingin terjun ke dalam dunia fashion dan mengetahui bagaimana sebuah trend diciptakan, film ini wajib tonton.

Sebuah dokumenter yang bukan hanya membedah bagaimana edisi bulan September 2007 majalah Vouge diterbitkan, tapi juga mengajak  penonton lebih mengenal Anna Wintour, chief editor majalah Vouge sekaligus orang paling berpengaruh dalam industri fashion dunia. Edisi bulan September 2007 ini menjadi edisi penting dalam sejarah penerbitkan majalah fashion karena tebalnya mencapai 840 halaman. Biasanya edisi September akan terbit dengan halaman paling tebal dibandingkan dengan halaman-halaman bulan yang lain dan menjadi edisi paling dinantikan. Lebih dari 9 juta copy bisa terjual hanya untuk edisi bulan September saja. Tak heran, perlu lima bulan sebelumnya untuk menyiapkan edisi ini.

Anna Wintour tentunya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab untuk penerbitan edisi paling menentukan setiap tahunnya. Pada edisi inilah, dunia fashion bisa melihat perkembangan trend fashion berikutnya. Sampai-sampai Wintour mendapat julukan sebagai 'Paus'nya dunia fashion. Setiap desainer seolah-olah harus mendapat restu dari Wintour. Itu sebabnya, bukan hal aneh, jika desainer sampai panas dingin dan gemeteran jika harus presentasi di depan Wintour.

Sosoknya yang dingin dan perfeksionis menuntut orang-orang yang bekerja dengannya harus mencapai standar yang diinginkannya. Apa yang bagus menurut bawahannya bisa tidak berarti sama sekali buat Wintour. Selama ini, seleranya tidak pernah meleset. Apa yang diamini Wintour, itulah yang benar bagi industri fashion dunia. Wintour  sangat sadar dengan tugasnya sebagai orang yang menciptakan imajinasi baru tentang fashion. Dan edisi September adalah edisi dimana imajinasi-imajinasi baru itu di presentasikan.

Selain Wintour,  Grace Coddington _creative director Vogue, menjadi tokoh penting dalam dokumenter ini. Meski Coddington dan Wintour seringkali berbeda pendapat dan sama-sama keras kepala, namun keduanya saling melengkapi. Tanpa Coddington, Wintour mengaku, semua imajinasi tentang fashion sulit tervisualisasikan. Coddington menurut Wintour memiliki kegeniusan serta kemampuan yang tidak dimiliki banyak orang, untuk memvisualisasikan imajinasi-imajinasi itu untuk  hadir kehadapan pembacanya.

Sosok Anna Wintour sebelumnya sempat di fiksikan dalam film Devils Wears Prada (2006) yang diperankan dengan sangat baik oleh Meryl Streep. Sosok Miranda Priestly diangkat dari novel dengan judul yang sama yang ditulis oleh asisten pribadi Anna Wintour; Lauren Wisberger. Lewat The September Issue,  Cutler sang sutradara seolah ingin membumikansosok Anna Wintour yang  terlanjur dimitoskan lewat Devils Wears Prada. Dokumenter ini menampilkan Wintour lewat bagaimana ia bekerja, juga sisi pribadinya yang lain yang selama ini tidak banyak diketahui orang.

Wintour terlahir sebagai anak sulung dari Charles Wintour, seorang editor di surat kabar London Evening Standard. Bakatnya di dunia fashion, membuat ayahnya mengarahkan ia untuk masuk kedunia fashion. Sebelum sampai di posisinya yang sekarang Wintour sempat malang melintang sebagai jurnalis fashion di majalah seperti Harper's Bazaar, Viva, New York, sampai akhirnya ia bekerja untuk Vogue.


Dalam film ini pula, Cutler merekam pengakuan Wintour; meski majalah Vogue berhasil dianggap sebagai 'bible'nya dunia fashion, menurut Wintour itu semua tidak serta merta membuat saudara-saudaranyamengamini kesuksesannya. "Saudara-saudara saya memandang apa yang saya lakukan ini sebagai sesuatu yang lucu dan tidak serius." Bahkan anak perempuan Wintour yang diwawancarai di film ini, Kathrine, enggan mengikuti profesi ibunya, karena menurut dia dunia fashion adalah dunia yang aneh dan tidak menarik minatnya sama sekali.

Jika salah satu koleganya mengatakan bahwa Anna Wintour  bukanlah sosok yang mudah untuk di jangkau karena ia memang tidak membiarkan dirinya terjangkau oleh sembarangan orang juga komentar dan kritikan terhadap sosok Wintour sendiri, justru membuat dokumenter berhasil memperlihatkan sisi Wintour yang lebih manusiawi. Lewat film ini Cutler justru bisa memberikan alasan yang jelas sehingga sosok Anna Wintour  bisa lebih di pahami apalagi dengan posisi dan tanggung jawabnya yang sedemikian besar pada indutri fashion dunia. Lebih dari itu semua, film ini justru membuktikan tanpa standar profesionalisme yang tinggi dan visi redaksi yang kuat, sebuah media tidak akan bisa bertahan dan menemukan kelasnya. Jika Vogue tidak punya chief editor seperti Anna Wintour, mungkin pengaruhnya pada perkembangan industri fashion dunia tidak akan sebesar sekarang ini. 

Comments

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Berumur Tigapuluh Sekian

Pic: tara mcpherson Biasanya memasuki umur 30 untuk seorang perempuan lajang akan menghadapi kepanikan-kepanikan ga perlu. Kalaupun kepanikan itu datangnya bukan dari perempuan yang bersangkutan, datangnya dari linkungan sekitarnya: keluarga, teman-teman, tempat kerja. Apalagi yang bisa membuat panik selain soal pasangan. Lingkungan sosial biasanya memang lebih mengkawatirkan soal pasangan ini daripada masalah kontribusi sosial sang perempuan terhadap lingkungannya. Ga punya karir yang jelas juga ga papa yang penting kamu punya pasangan. Dan setelah menemukannya, segeralah menikah. Begitulah nasib sebagian (besar) perempuan yang memasuki dan menjalani usia 30 sekian ini. Seorang baru-baru ini disinisi keluarganya ketika ia menolak lamaran seorang pria. Usia temanku, 34 tahun dan menjomblo beberapa tahun terakhir setelah putus dari pacarnya. "Udah 34 tahun kok masih bisa nolak cowo," begitu kira-kira komentar sinis keluarganya yang lebih panik daripada temanku sendiri. Sementa