Skip to main content

Little Miss Sunshine (2006)

* * *

Satu hal yang kusukai dari film-film yang katanya ‘hollywood’ banget.. adalah selalu ada ‘pesan moral’ yang bisa ditangkap tanpa kita merasa sedang di ceramahi. Di Little Miss Sunshine hal itu kerasa banget. Penonton ga akan mengelak kalo banyak pesan-pesan baik di film ini.

Film garapan sutradara Jonathan Dayton ini, mengajak penontonnya berpikir tentang apa artinya menang dan kalah.. apa artinya berproses untuk mendapatkan sesuatu. Nice..

Secara teknis, film ini biasa aja. Ga ada yang terlalu istimewa dari komposisi, alur cerita, sinematografi.. tapi yang membuatku merasa senang dengan film ini adalah pengkarakteran tokoh-tokohnya. Richard (Greg Kinnerar) sang ayah dalam keluarga, digambarkan sebagai seseorang yang berprofesi sebagai motivator yang gagal menjual program 9 langkah bagaimana caranya menjadi pemenang, sementara si istri, Sheryl (Tony Collete), tipikal ibu kelas pekerja yang sibuk bekerja dan mengurusi rumah tangganya. Makanan instan, piring sterofoam jadi hal biasa dalam kehidupan mereka. Grandpa (Alan Arkin) untuk perannya disini masuk kedalam nominasi oscar tahun ini sebagai peran pembantu pria terbaik. Karakter grandpa sangat menarik buatku, karena si grandpa merasa, sebelum ia mati, ia harus menikmati hidup senikmat-nikmatnya.. bercinta dengan sebanyak mungkin perempuan, menikmati heroin, nonton bokep sebanyak-banyaknya.. dia bosan dengan kehidupan yang terlalu lurus. Frank (Steve Carrell), kakak laki-laki sheryl, gay yang mencoba bunuh diri karena patah hati dan gagal dalam mendapatkan dalam studinya, malah nampak sebagai orang yang paling 'normal' dalam keluarga ini. Dwayne (Paul Dunno), anak sulung yang tergila-gila dengan nietztche dan memutuskan untuk mogok ngomong sampai dia berhasil masuk sekolah pilot. Namun belakangan, ia kembali bicara ketika sadar bahwa dia menderita buta warna dan ga mungkin berhasil masuk sekolah pilot. Dunno sebagai aktor muda, memperlihatkan bakat aktingnya yang lumayan. Meski, karakter wajahnya khas, membuat dia selalu kebagian peran-peran sebagai sosok yang aneh dan 'bermasalah'. Olive (Abigail Breslin), bintang utama di film ini, membuat penontonnya jatuh cinta. Kepolosan kanak-kanak berhasil dia perankan dengan baik. Sebagai anak kecil yang bercita-cita mengikuti kontes miss sunshine Breslin, berhasil memerankan karakter olive sebagai dirinya sendiri. Hal ini tentunya sangat terasa dari awal film dan lebih terasa lagi pada saat kontes miss sunshine dimulai.

Film ini beneran menghibur dan mencerahkan. Penonton ga diajak mikir terlalu berat.. nikmati saja...

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Perjumpaan Cara Pandang Berbeda Dalam 'Kultur Membuat'

Jika dirunut lebih jauh kultur membuat ini, sesungguhnya tidak pernah bisa dilepaskan dari kehidupan   keseharian sejak dahulu kala. Semua pengetahuan tradisional (di barat dan di timur) dengan teknonologi sederhana, aplikatif dan kebijaksanaan terhadap lingkungan sekitarnya, menciptakan gaya hidup yang seimbang lahir, batin juga dengan lingkungan sekitarnya. Masyarakat tradisional memiliki pengetahuan dan cara untuk menemukan keadilan hidup yang selaras dengan lingkungan. ‘Membuat’ bukan semata-mata memenuhi tuntutan seseorang untuk menjadi ‘produktif’, namun lebih jauh dari itu, ‘membuat’ membangun ideologi dan pemenuhan diri secara spiritual dimana ‘membuat’ memberi perasaan berdaya kepada setiap individu yang melakukannya. Membuat juga menciptakan pemahaman akan proses yang membutuhkan waktu, tolerasi atas kegagalan, juga kesadaran bahwa sesuatu itu tidak bisa diperoleh dengan cara instan. Sikap seperti ini yang menumbukan kemampuan untuk menjaga diri dari keserakahan. Nam...