Skip to main content

The King (2005)

****

Sepintas film ini terasa datar. Meski ada adegan pembunuhan, James Marsh, sang sutradara, sengaja membuatnya datar. Tapi jika di rasakan lebih jauh jalan ceritanya, aku merasa James berhasil membangun situasi dimana emosi memang di represi. Untuk hal ini, aku kasih empat jempol buat Gael Garcia Bernal yang memerankan tokoh Elvis Valderez di film ini. Aktor langganan sutradara Alejandro Innarritu ini membuktikan kemampuan aktingnya, di banding perannya di Babel, Gael di sini terlihat berusaha keras untuk memunculkan karakter Elvis. Aku bisa merasakan kemarahan terpendam dan kekacauan jiwanya di balik ketenangan karakter yang diperankannya.

Dari sisi cerita film ini menarik karena ngomongin persoalan, bagaimana Pastor David Sandow (William Hurt) berusaha menerima apa yang disebut dengan kehendak Tuhan. Namun jangan berharap menemukan proses pergolakan yang dramatis. Sebenernya di film ini juga ga ada yang terasa dilebih-lebihkan. Semua bisa memerankan karakter yang tak berlebihan itu dengan baik ku kira. O ya Paul Dano yang memerankan Paul, anak Pastor David, di film ini berakting lumayan baik. Pertama kali aku liat dia di Ballad Jack And Rose. Meski karakter geek freak film sebelumnya masih melekat dalam perannya di film ini. Buat yang seneng nonton film-film beralur seperti ini.

Comments

I. Widiastuti said…
gael...kamu memang jempolan...*smooch*, bikin dong mbak senyum2 gael hahahahha

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Perjumpaan Cara Pandang Berbeda Dalam 'Kultur Membuat'

Jika dirunut lebih jauh kultur membuat ini, sesungguhnya tidak pernah bisa dilepaskan dari kehidupan   keseharian sejak dahulu kala. Semua pengetahuan tradisional (di barat dan di timur) dengan teknonologi sederhana, aplikatif dan kebijaksanaan terhadap lingkungan sekitarnya, menciptakan gaya hidup yang seimbang lahir, batin juga dengan lingkungan sekitarnya. Masyarakat tradisional memiliki pengetahuan dan cara untuk menemukan keadilan hidup yang selaras dengan lingkungan. ‘Membuat’ bukan semata-mata memenuhi tuntutan seseorang untuk menjadi ‘produktif’, namun lebih jauh dari itu, ‘membuat’ membangun ideologi dan pemenuhan diri secara spiritual dimana ‘membuat’ memberi perasaan berdaya kepada setiap individu yang melakukannya. Membuat juga menciptakan pemahaman akan proses yang membutuhkan waktu, tolerasi atas kegagalan, juga kesadaran bahwa sesuatu itu tidak bisa diperoleh dengan cara instan. Sikap seperti ini yang menumbukan kemampuan untuk menjaga diri dari keserakahan. Nam...