Skip to main content

Machuca (2004)

* * *

Di tengah-tengah liburanku di Yogja yang super duper santai dan males-malesan ini, machuca jadi film yang membuatku tertarik untuk menontonnya dari setumpuk film2 yang diborong dari mang-du.

Bercerita tentang perbedaan kelas borjuis dan proletar di Chile pada tahun 70-an dan diceritakan dari perspektif persahabatan dua orang murid di sekolah katolik kelas atas. Father MacEnroe berusaha melakukan pembauran kelas antara kedua kelas tersebut dengan memasukan siswa-siswa yang tak mampu ke dalam kelas bersama murid2 dari kelas ekonimi atas.

Kesenjangan kelas yang dijalin lewat konflik-konflik sederhana membuat film ini terasa begitu realis. Misalnya ketika tokohnya Gonzalo Infate (Matias Quer) dan Pablo Manchuca (Ariel Mateluna), menikmati sekaleng susu full cream bersama di tepi kali daerah kumuh tempat pablo tinggal. Juga saat Gonzalo ingin buang air kecil di WC dekat rumah pablo dengan kondisi WC yang jauh dari layak..

Sebuah pernyataan menarik dilontarkan oleh ibu pablo, saat pertemuan orang tua murid, dimana mayoritas orang tua menganggap upaya pembauran yang dilakukan father MacEnroe ga ada gunanya. "waktu kecil saya tinggal di perkebunan anggur, karena orang tua saya bekerja diperkebunan itu. Jika ada kesalahan yang terjadi di perkebunan itu yang pertama kali disalahkan adalah orang tua saya, seolah-olah kesalahan adalah hal yang selalu melekat dalam diri kami, seolah-olah kami lahir untuk disalahkan. Ketika dewasa saya pindah ke kota dengan harapan saya bisa merubah nasib itu, namun ternyata saya salah, karena apapun yang menurut kalian (golongan kaya) tidak menyenangankan adalah kesalahan kami." Sebuah pledoi yang menurutku menarik dan menohok. Kadang aku menyalahkan orang-orang miskin dengan kemiskinan mereka, karena menurutku mereka malas untuk bekerja. Namun aku seringkali lupa, bahwa apakah aku memberi mereka kesempatan untuk bekerja?

Yeah.. balik lagi ke manchuca.. adegan yang menurutku sangat kuat justru ketika Gonzalo berhadapan dengan tentara yang sedang merazia perkampungan kumuh tempat tinggal pablo. Saat itu dengan lantang Gonzalo berteriak:' saya bukan anak dari daerah ini, coba lihat pakaian saya..' tentara itu kemudian menatap Gonzalo dari ujung rambut sampai ujung kaki, celana jeans, kemeja bagus, sepatu addidas membuat tentara itu yakin bahwa Gonzalo memang bukan anak yang seharusnya ikut ditangkap seperti pablo dan teman-temannya. Akhirnya si tentara menyuruh Gonzalo pergi dari tempat itu. Yeah.. adegan yang kuat untuk menggambarkan relasi kuasa dan ekonomi..

Buatku film ini cukup asyik sebagai film dengan muatan politis dan ideologis yang berat, karena disampaikan dari perspektif keseharian yang membuatku berpikir disepangjang film: 'kayanya aku pernah ngalamin hal itu deh..'

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Perjumpaan Cara Pandang Berbeda Dalam 'Kultur Membuat'

Jika dirunut lebih jauh kultur membuat ini, sesungguhnya tidak pernah bisa dilepaskan dari kehidupan   keseharian sejak dahulu kala. Semua pengetahuan tradisional (di barat dan di timur) dengan teknonologi sederhana, aplikatif dan kebijaksanaan terhadap lingkungan sekitarnya, menciptakan gaya hidup yang seimbang lahir, batin juga dengan lingkungan sekitarnya. Masyarakat tradisional memiliki pengetahuan dan cara untuk menemukan keadilan hidup yang selaras dengan lingkungan. ‘Membuat’ bukan semata-mata memenuhi tuntutan seseorang untuk menjadi ‘produktif’, namun lebih jauh dari itu, ‘membuat’ membangun ideologi dan pemenuhan diri secara spiritual dimana ‘membuat’ memberi perasaan berdaya kepada setiap individu yang melakukannya. Membuat juga menciptakan pemahaman akan proses yang membutuhkan waktu, tolerasi atas kegagalan, juga kesadaran bahwa sesuatu itu tidak bisa diperoleh dengan cara instan. Sikap seperti ini yang menumbukan kemampuan untuk menjaga diri dari keserakahan. Nam...