Skip to main content

Mengaku Kepada Publik: Terima Kasih Untuk Aa Gym


Pagi tadi, selepas sholat Ied, aku menyaksikan Aa Gym di acara Just Alvin, Metro TV. Aa Gym yang membuatku tercengang atas keberaniaannya untuk mengaku bahwa apa yang selama ini dia bangun adalah semata-mata demi pencitraan dan kesombongan belaka sebagai seorang ulama besar. Perlu keberaniaan luar biasa untuk mengaku bahwa selama ini popularitas telah membuatnya sesat. Kebesaran nama telah menyesatkan dirinya dalam kesombongan. Setelah menikah lagi dengan teh Rini beberapa waktu lalu, mengubah hidup Aa Gym secara drastis. Tuhan mengambil kembali semua kemasyuran, meruntuhkan pilar-pilar kesombongannya lewat usaha-usahanya yang hancur karena umat merasa 'terkhianati' oleh kemasan yang selama ini dia bangun. Topeng yang selama ini ia kenakan untuk membuat orang-orang merasa takjub padanya. Dan saat berada di puncak kesombongannya, Tuhan meruntuhkan dengan caraNya sendiri.

Perbincangan Alvin Adam dengan Aa Gym, bagiku cukup menggugah. Bukan semata-mata karena membuka sisi Aa Gym yang baru, namun keberaniaannya untuk mengakui segala khilaf dan kesombongannya itu sangat menggugahku. Perbincangan tadi seperti perbincangan di bilik pengakuan dosa yang dilakukan oleh seseorang yang selama ini hidup dalam citra yang begitu dia jaga dan dia bangun sedemikian rupa.

***

Pengakuan. Apa yang dilakukan oleh Aa Gym di acara Just Alvin, terus terang mengobati kerinduanku pada pengakuaan orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai public figure atau contoh masyarakat. Meski sempat menyangkal, tapi saat Cut Tari akhirnya mengaku bahwa memang dia yang ada di video mesum bersama Ariel, membuat masyarakat merasa sedikit lega. Setidaknya Cut Tari akhirnya mau mengaku juga, setelah mendapat tekanan.

Mungkin berbeda dengan Aa Gym, masyarakat tidak dalam kondisi menekan dia atau apapun, karena badai yang menimpa Aa Gym, telah berlalu beberapa tahun lalu, saat pemberitaan soal pernikahan keduanya menjadi 'trending topic' pada saat itu. Dirinya sendiri dan keinginan untuk jujur pada diri sendiri dan Tuhan yang membuat Aa Gym membuat pengakuan itu. Aku percaya dia mengaku bukan dalam rangka mencari simpati dan dukungan. Dia hanya ingin menebus kesalahannya yang mungkin tidak akan pernah sepenuhnya tertebus. Tapi pengakuan publik seperti ini, sungguh berarti. Bagiku sungguh jauh lebih berarti di banding dengan pidato Presiden SBY pada siang harinya, menangapi rencana Terry Jones, melakukan pembakaran Al- Quran (dimana rencana tersebut dibatalkan, karena Terry Jones mendapatkan kecaman keras dari warga Amerika sendiri dan juga Presiden Barack Obama).  Mengapa SBY tidak membuat pengakuan dan permohonan maaf saja, bahwa selama ini dia banyak membuat rakyat kecewa karena tidak dapat menepati janji-janjinya. Bahwa selama pemerintahannya banyak juga aliran kepercayaan, sekte keagamaan yang dia represi, padahal perbedaan menafsir adalah hak setiap orang yang. Mengapa dia tidak mengaku saja, bahwa dia tidak mampu menyelesaikan banyak persoalan, Lapindo salah satu yang terbesarnya yang membuat masyarakat Sidoarjo korban Lapindo tercabik-cabik hidupnya. Mengapa dia tidak mengaku saja, bahwa dia tidak bisa bertindak adil, besannya yang koruptor dengan gampangnya dapat ketentuan keringanan hukuman dengan label remisi. Begitu banyak daftar pengakuan para pejabat publik yang dirindukan oleh masyarakat.

Ku kira Aa Gym memberi keteladanan, bagaimana seseorang yang mengaku melayani kepentingan umat, melayani masyarat, bisa mengakui kelemahan dan kekurangannya. Di saat semua kekacauan dan penyelewengan para pejabat publik bisa dibuka dengan bebas di media, sampai-sampai keterbukaannya mengaburkan kebenaran itu sendiri, kurasa yang diperlukan adalah pengakuan. Aku merindukan pengakuan para pejabat publik yang jujur pada dirinya sendiri mengaku bahwa dia memang bersalah, bahwa dia memang khianat terhadap amanah masyarakat dan bersedia menanggung konsekuensinya dengan kehilangan jabatan dan kekuasaannya. Terima kasih Aa Gym, kamu membuat aku masih menyimpan harapan ketika aku hampir saja kehilangan kepercayaan pada semua orang yang melabeli dirinya publik figure/ pelayan umat/abdi masyarakat.

Comments

Felix Dass said…
Quote paling bagus: "Memangnya dulu jaya? Dulu mah error."
Usup Supriyadi said…
alhamdulillah, saya semakin salut dengan Aa Gym

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...