Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK, Au

Harga Jargon Kota Kreatif

Tulisan ini dipublikasikan di halaman Teropong Pikiran Rakyat, 7 April 2014. Tulisan yang dipublikasikan di blog ini adalah versi sebelum di edit oleh redaksi.  " Warga Indonesia yang suka, desain, musik, arsitektur, film, ke Bandung aja, nanti kantornya, sewanya saya murahin, pajaknya saya kurangin, PBBnya saya kurangi, yang penting datang ke Bandung anak-anak muda yang gaul, yang produktif,   karena Bandung ini 2,6 juta, 60%nya di bawah 40 tahun, cuacanya nyaman, jadi berbisnis yang ekonomi kreatif itu   cocok," begitulah 'Jualan' walikota Bandung, Ridwan Kamil di sebuah acara talkshow televisi nasional, baru-baru ini (12/3/2014). Tahun 2007, British Council menobatkan Bandung sebagai salah satu kota kreatif di Asia. Sejak saat itu jargon Bandung Kota Kreatif menjadi identitas Bandung yang baru. Usaha-usaha yang dirintis komunitas anak muda di pertengahan tahun 90-an, kemudian menjadi sektor andalan dari pengembangan industri dan ekonomi kreatif di Kota Ban

Ketika Mereka Memilih Tidak Ingin Tumbuh Tergesa-gesa

Tulisan ini dipublikasikan di halaman Teropong Pikiran Rakyat, 7 April 2014. Tulisan yang dipublikasikan di blog ini adalah versi sebelum di edit oleh redaksi. Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung yang dibahas Arief Anshory Yusuf (Pikiran Rakyat,   Kota Bandung (Sebenarnya) Untuk Siapa? 8/1/2014), membawa konsekuensi semakin gencarnya tawaran modal investasi terhadap usaha-usaha yang bangun dengan pendekatan komunitas. Nilai tawar dari usaha ini kemudian yang menentukan, apakah tawaran modal investasi itu bisa dilihat sebagai peluang atau sekaligus ancaman. “Tawaran dari pihak yang ingin memberi modal itu ada, tapi coba saya tolak secara halus. Bukan ga butuh uang, tapi karena ada paham-paham yang sulit disambungkan antara saya dan yang punya uang. Jadi untuk sementara, ga dulu lah. Jadi kalaupun berkolaborasi atau bekerjasama dengan yang punya modal ya harus yang ngerti gimana roots kita, biar kerjasamanya enak. Tapi sebenernya kalau dari sisi modal, kita lebih berusaha bisa s

Dari Komunitas, Kembali Ke Komunitas

Tulisan ini dipublikasikan di halaman Teropong Pikiran Rakyat, 7 April 2014. Tulisan yang dipublikasikan di blog ini adalah versi sebelum di edit oleh redaksi.  Pergeseran situasi sosial, politik selama dua dekade terakhir ini, memberi dampak yang sangat besar pada usaha-usaha yang dibangun oleh komunitas. Jika di pertengahan dan akhir 90-an komunitas-komunitas ini membangun usahanya dengan semangat resistensi dan mencari alternatif terhadap sistem kekuasaan Orde Baru yang saat itu baru saja tumbang. Setelah era reformasi dimana situasi sosial, politik serta perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya, membawa konsekuensi pada kemapanan baru dari kelompok-kelompok yang tadinya resisten dan alternatif. "Usaha-usahanya ini kan awalnya muncul dari komunitas musik, clothing-clothing ini juga muncul untuk mendukung komunitas musik. Tapi ketika akhirnya clothing-clothing ini berdiri sendiri, si komunitas musiknya sendiri di tinggalkan. Dan ketika usaha ini menga

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tulisan ini ditulis ulang dari tulisan lama dengan judul yang sama, untuk dipublikasikan di halaman Teropong Pikiran Rakyat, 7 April 2014.  Tulisan yang dipublikasikan di blog ini adalah versi sebelum di edit oleh redaksi.    Saya sering sekali mendapat pertanyaan, apakah suatu hari nanti Tobucil (Toko Buku Kecil) akan menjadi besar? dan seringkali pula saya menjawab Tobucil akan tetap menjadi kecil dan memilih untuk tetap menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawaban saya berhasil dibuat terheran-heran dengan jawaban itu, bagaimana mungkin sebuah usaha berbasis komunitas yang dibangun selama 13 tahun tidak punya cita-cita menjadi besar, bukankah kesuksesan sebuah usaha seringkali dinilai ketika usaha tersebut membesar_ baik dari segi tempat, omset, aset, karyawan dan lain-lainnya yang bertambah banyak dan besar nilainya. Namun jika dijalani, memilih tetap kecil itu, bukanlah pilihan yang mudah. Dalam menjalankan usaha, waktu akan membawa pada masa pertumbuhan dan tempaan. T

Leo Allenda Bertimbang Taruh

Pameran Tunggal: Bertimbang Taruh  Leonardiansyah Allenda  Opening: 14 August 2014, 7.30 PM  Exhibition: 15 August -  6 September 2014, 9 AM - 5 PM  Closed on Sunday & Monday  Discussion: 5 September, 7.30 PM  Cemeti Art House D.I. Panjaitan 41, Yogyakarta  Tulisan ini untuk pengantar Pameran Bertimbang Taruh Bagaimana menyamakan harga atau nilai dari sebuah pertaruhan, jika yang dipertaruhkan bukanlah uang, melainkan sesuatu yang memiliki ukuran serta tafsir berbeda, namun keduanya sama penting, sama-sama bernilai, sama-sama punya bobot. Ukuran apa yang lantas pantas untuk membuat keduanya bertaruh setimbang?  Pertanyaan itulah yang saya temukan dalam karya-karya Leo yang di pamerkan di Cemeti, Yogjakarta, Agustus 2014. Sembilan karya yang ditampilkan seperti sedang mencari cara 'Bertimbang Taruh' atas nilai-nilai yang membentuk dan meruang dalam diri dan kekaryaan Leoandriansyah Allenda. Leo lahir dan dibesarkan dari keluarga Cina

Terberkati Seperti Walter Mitty

Machapuchare, Himalaya from Sarangkot, Pokhara, Nepal,  31/3/2013 I feel blessed like Walter Mitty, to see the world, things dangerous to come to, to see behind walls, draw closer, to find each other, and to feel. That is the purpose of life. Untuk semua moment 'terdiam terpaku'  ketika kebahagian hanya dirasakan bukan dipikirkan, ketika semua udara yang terhirup, menggenapi kepenuhan diri..  Aku hanya bisa berbisik lirih pada diriku sendiri: Aku terberkati, aku orang yang sangat beruntung. (Nonton  The Secret Life of Walter Mitty  memanggil semua rasa penuh pada semua perjalanan yang telah terlampaui, dan membuatku ingin berjalan lagi dan penuh lagi.. )