Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2009

I Have A Dream

'Seattle Space Needle', Seattle, Photo by tarlen, 2008 Salah satu hal terpenting dalam hidupku adalah impian. Sejak kecil, aku punya banyak sekali impian atau keinginan yang sering seringkali menyeretku pada bentrokan-bentrokan dengan sekelilingku, bahkan dengan ibuku, karena ketidak mengertiannya tentang apa yang kuimpikan. Aku ga memimpikan mainan yang banyak, atau boneka baru yang kalo dotnya di cabut bisa mengeluarkan suara tangisan. Namun sejak kecil, aku sudah memimpikan, memetik buah berry liar di hutan kecil saat musim panas (pengaruh Enyd Blyton), atau pergi berlayar ke pulau tropika (pengaruh pippi si kaus kaki panjang), kadang membayangkan sebuah petualangan di tempat-tempat yang menegangkan seperti pulau kirin (pengaruh lima sekawan), ingin sekali keliling dunia seperti Tintin atau belajar kun fu di perguruan Shaolin (pengaruh komik-komik silat, tapi gara-gara ini aku sangat tertarik pada kajian diaspora khususnya Cina Peranakan di Indonesia sampai sekarang), juga i

Merumuskan Kembali Keterhubungan Maya

Setelah mengenal internet, bisakah kita benar-benar bisa hidup tanpanya? Jawaban yang menggampangkan tentu saja bisa, tapi jawaban yang realistis tentu saja tidak bisa. Adbusters baru-baru ini bikin kampanye yang mereka kasih nama Digital Detox Campaign . Intinya mengajak orang-orang untuk (kalau tidak bisa melepaskan) setidaknya mengurangi ketergantungan pada koneksi online atau hubungan di dunia maya. Dengan bermunculannya social networking seperti facebook , twitter , dll, tiba-tiba saja semua jejaring sosial itu mendefinisikan apa yang disebut dengan hubungan. Bahkan lebih jauh dari itu, jejaring sosial itu menjadi panggung baru bagi setiap individu untuk tampil dan menampilkan dirinya: baik secara apa adanya, maupun di ada-ada. Pada titik ini, aku benar-benar menimbang kembali apa artinya terhubung secara online . Yang disebut teman, di account facebook ku sudah mencapai angka kurang lebih 2100, sebagian besar mungkin aku belum pernah bertemu mereka, bahkan mungkin sama seka

Menimbang Yang Telah Lalu

The Luggage Store's Graffiti, San Francisco. Photo by tarlen "If you love someone, set them free. If someone loves you, don't fuck up." - ed. vedder- Rasanya, ungkapan ini ga hanya pas ketika ngomongin soal hubungan asmara, tapi juga soal hubungan yang berkaitan dengan membangun cita-cita bersama. Beberapa waktu lalu, seorang teman memberitahukan kondisi sebuah ruang yang dulu pernah dibangun dan dibesarkan bersama-sama. Temanku bilang, saat ini ruang itu sedang dalam kondisi memprihatinkan, karena masalah yang sama yang membuat orang-orang yang terlibat di dalamnya 'pecah kongsi'. Dan sekarang masalah itu kembali mengemuka. Bukan masalah apa yang sedang terjadi yang aku bahas disini, tapi soal bagaimana aku melihat kembali, sesuatu yang pernah di bangun dan dibesarkan bersama-sama, merasa pernah punya kontribusi, namun sekarang tidak lagi. Lalu melihat ruang itu dalam keadaan kritis. Pengalaman ini juga ternyata dialami oleh sahabatku, ketika ia sebagai pasan

Yang Publik Yang (Tidak) Berbayar ?

foto dok tobucil Tulisan ini untuk menanggapi sebuah komentar di fb grup tobucil tentang hubungan tobucil dan ruang publik serta menjelaskan soal kegiatan tobucil yang bebayar. Seseorang berkomentar di fb grupnya tobucil. Komentar itu muncul setelah aku memposting agenda kegiatan workshop melipat kertas yang berbayar lima puluh ribu rupiah saja. Seseorang di komentar itu bilang: 'public space kok komersil, lagian males ah kalo kegiatannya untuk kelas menengah atas'. Aku memang tidak membalas komentar itu. Komentar itu nampaknya ga perlu di tanggapi langsung di fb, mengingat aku ga kenal orang itu dan setelah aku cek lewat profilnya, nampaknya dia bukan orang yang pernah datang di kegiatan tobucil juga. Makanya aku menganggap dia tidak mengerti. Perasaan terganggu ku itu, lebih baik aku uraikan disini. *** Aku ga tau apa yang dipahami orang itu soal public space (ruang publik), tapi kalo yang dia maksud sebagai public space adalah ruang yang bisa diakses oleh siapa pun secara

Mengumpulkan Kepingan-Kepingan Pertanyaan Tentang Kebaikan

Aku adalah orang yang sangat beruntung. Dengan semua kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, kesempatan untuk berada pada lingkungan yang mendukung, kesempatan untuk mendapat kesempatan lebih banyak lagi, keberanian untuk bersikap dan semua hal yang seringkali menjadi keniscayaan banyak orang, namun aku bisa mendapatkannya. Aku sangat mensyukuri semua ini. Aku benar-benar orang yang sangat beruntung. Apakah keberuntunganku adalah suatu kebetulan belaka? sesuatu yang jatuh dari langit? rejeki nomplok yang datang tiba-tiba? atau keberuntungan adalah serangkaian perjalanan mengumpulkan kepingan-kepingan kebaikan yang ditemukan dalam hidup dan kebaikan adalah kepingan-kepingan yang tau-tau tanpa aku sadari telah menggunung ketika aku memungutinya terus menerus? Tapi bagaimana memilih yang ini kebaikan dan yang itu bukan, yang ini pantas untuk dipungut dan yang itu dibuang saja karena dianggap tidak berguna? apakah yang sesungguhnya menggerakan aku memunguti kebaikan-kebaikan itu? Jika pa