Ternyata aku masih merindukanmu sebagai teman dekatku, teman berbagi ide dan resah gelisah.. tapi kamu hanya bisa jadi ibu saja dan itu pun sudah cukup berat. Ya sudah. Aku terima saja. Aku simpan saja keinginan itu sebagai kerinduan abadiku saja. Tidak semua yang kuinginkan dan kuharapkan dapat terpenuhi dan biarkan saja begitu karena hidup akan mempertemukannya dengan orang-orang yang tak disangka-sangka, pertemuan-pertemuan yang seperti kebetulan (padahal bukan) untuk memenuhinya. Ibu mungkin tidak bisa jadi teman dekat, tapi teman-teman yang kusebut sahabat, bisa. Jadi kurasa, seperti halnya tidak ada yang abadi dalam hidup, kerinduanpun tak akan pernah jadi abadi. Ada yang mengosongkan, pasti ada yang mengisinya. Dan kerinduanku pada bapak, mungkin tak bisa disebut abadi, karena rasanya berbeda-beda setiap harinya. Mungkin malah tidak bisa lagi disebut rindu, karena merindukan yang jelas-jelas tidak akan pernah kembali itu pekerjaan yang sia-sia. Dengan menyimpan semua rasa...