Skip to main content

Kerinduan Abadi di Hari Ulang Tahun

Ternyata aku masih merindukanmu sebagai teman dekatku, teman berbagi ide dan resah gelisah.. tapi kamu hanya bisa jadi ibu saja dan itu pun sudah cukup berat. Ya sudah. Aku terima saja. Aku simpan saja keinginan itu sebagai kerinduan abadiku saja. Tidak semua yang kuinginkan dan kuharapkan dapat terpenuhi dan biarkan saja begitu karena hidup akan mempertemukannya dengan orang-orang yang tak disangka-sangka, pertemuan-pertemuan yang seperti kebetulan (padahal bukan) untuk memenuhinya. Ibu mungkin tidak bisa jadi teman dekat, tapi teman-teman yang kusebut sahabat, bisa. Jadi kurasa, seperti halnya tidak ada yang abadi dalam hidup, kerinduanpun tak akan pernah jadi abadi. Ada yang mengosongkan, pasti ada yang mengisinya.

Dan kerinduanku pada bapak, mungkin tak bisa disebut abadi, karena rasanya berbeda-beda setiap harinya. Mungkin malah tidak  bisa lagi disebut rindu, karena merindukan yang jelas-jelas tidak akan pernah kembali itu pekerjaan yang sia-sia. Dengan menyimpan semua rasa dari kenangan bersamanya di semua relung hati, itu sudah cukup. Tidak perlu dirindukan lagi, karena aku membawa rasanya setiap hari, kemanapun aku pergi.

Jadi ya sudahlah. Di hari ulang tahunku ini. Aku menerima bahwa tidak ada yang benar-benar bisa kurindukan, karena setiap kerinduan itu selalu terjawab dengan cara yang berbeda-beda dan oleh orang yang tidak disangka-sangka. Ibu biarkan dia menjadi ibu dengan caranya, jika dia bisa menjadi sahabat, itu adalah bonus tiga kali lipat. Menjadi ibu dengan usaha yang terbaik yang bisa dia lakukan, itu sudah dengan bonus. Tidak semua orang seberuntung aku, masih punya ibu yang ga ada duanya itu.

Selamat melepaskan kerinduan abadi itu. Selamat menggenapi waktu dalam putaran usia dan berkhidmat dengan semua kelimpahan yang aku dapatkan. Yang kurang, yang belum atau tidak pernah ku dapatkan, biarkan saja seperti itu. Biarkan putaran waktu yang menjawab dan menentukan, siapa yang akan menjawab, memenuhi dan mengisinya.


Mungkid, Magelang, 30 Maret 2011.

Comments

cassia vera said…
happy birthday dear mbak tarleeennnn :) wishing you a wonderul colorful life.. and wishing you never stop inspiring the world!!! *cupcuppp*

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Hujan Semalam di Malaysia, Banjir Sebulan di Sembakung*

Foto oleh tarlen Creative Commons Tulisan ini adalah catatan penelitan lapangan yang dibuat untuk Yayasan Interseksi. Tarlen Handayani adalah anggota Tim Peneliti Hak Minoritas dan Multikulturalisme di kawasan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Sembakung. Sebuah tempat yang sama sekali asing dan saya putuskan sebagai tujuan dari penelitian ini, saat sampai di Nunukan, Kalimantan Timur. Dari rencana semula, wilayah penelitian saya adalah Kepulauan Mentawai, tepatnya di Siberut. Namun, saat workshop persiapan sebelum berangkat ke lapangan, tempat penelitan sepakat di pindah ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur atas pertimbangan beberapa informasi, bahwa Siberut terancam tsunami. Saya menyepakati kepindahan lokasi itu, meski berarti saya harus mempersiapkan semuanya lagi dari awal. Salah satu mentor workshop, Dave Lumenta , memberikan rekomendasi beberapa daerah di sekitar Kecam

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tobucil jepretan Chandra Mirtamiharja Aku sering sekali di tanya, apakah suatu hari nanti tobucil akan menjadi tobusar alias toko buku besar? meski seringnya kujawab sambil bercanda, tapi aku serius ketika bilang, tobucil akan tetap menjadi tobucil. Karena tobucil tetap memilih menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawabanku bisa menerima meski mungkin ga ngerti-ngerti amat dengan maksudku 'tetap menjadi kecil' , tapi sebagian lagi biasanya langsung protes dan merasa aneh dan menganggapku tidak punya cita-cita besar dan tidak mau mengambil resiko menjadi besar. Biasanya aku akan balik berkata pada mereka yang merasa aneh itu, 'memilih tetap kecil itu bukan pilihan yang mudah loh.' Mungkin ada teman-teman yang kemudian bertanya, 'mengapa menjadi kecil itu bukan pilihan yang mudah?' bukankan kecil  itu sepele, remeh dan sederhana? Ketika memulai sebuah usaha dari hal yang kecil, remeh dan sederhana, itu menjadi hal yang mudah dilakukan. Namun jika sebuah