Orang tua murid seorang sisa SD berinisial AL yang melaporkan kecurangan sekolah, karena membiarkan muridnya mencontek masal pada saat ujian, malah dilabrak banyak orang tua murid lainnya. Akibat laporan ini, kepala sekolah dicopot dari jabatannya. Para orang tua murid yang marah ini, tidak terima orang tua AL melaporkan kecurangan itu dan membuat ujian akhir terancam harus di ulang lagi. Orang tua AL yang berprofesi sebagai buruh dan penjahit ini, malah dimaki-maki. Reaksi ini membuat orang tua AL minta maaf karena tidak bermaksud mempermalukan nama sekolah. (Baca berita lebih lengkapnya di sini dan di sini).
Aku bener-bener terpaku bisu. MASYARAKAT MACAM APA INI???? yang salah dibenarkan, yang benar malah disalahkan. Semula aku masih mengira, apa ini mimpi buruk? karena film-film Hollywood yang sering dituduh merusak moral generasi muda, sejauh yang aku tonton justru mengajarkan nilai moral sebaliknya: 'Kejujuran adalah hal penting yang harus kamu bela sampai mati sekalipun'. Dan yang terjadi pada orang tua AL, justru berlawanan dengan keyakinan soal kejujuran.
Aku memang belum pernah punya anak, tapi aku sampai sekarang adalah seorang anak. Orang tuaku mengajarkan kejujuran adalah keutamaan nilai sebagai manusia. Kejujuran itu penuh resiko, tapi jika dipegang teguh, ada kualitas yang bisa diraih sebagai manusia. Ada kepatuhan pada Tuhan yang tidak pernah bisa dibohongi. Ketika mendengar berita ini, aku sungguh terpukul. Apa yang dilakukan oleh orang tua AL tentu saja tak bisa dibantah kebenarannya. Namun, ketika kebenaran ini harus berbenturan dengan kepentingan banyak orang, keuntungan banyak orang, mengapa kebenaran itu yang harus mengalah pada keuntungan mayoritas yang sesungguhnya mayoritaspun tau bahwa itu adalah kecurangan. Sedihnya lagi, mengapa orang tua AL yang harus minta maaf, bukannya orang tua murid yang lain yang sudah bersalah mengajarkan anaknya berbuat curang. Kenyataan ini bener-bener jauh lebih buruk dari mimpi buruk sekalipun. Kerena ini real dan nyata. Sementara mimpi buruk, aku bisa bangun dan terbebas darinya.
Ketika orang tuaku mengajarkan pondasi kejujuran, aku akan sangat protes ketika mereka melakukan tindakan yang menyalahi atau berseberangan dengan ajaran mereka. Aku menggugat mereka karena mereka tidak konsisten. Aku protes dengan menjadi tidak patuh, karena kepatuhan pada aturan yang tidak ditegakkan adalah sia-sia. Sekarang, jika pondasi itu sendiri tidak dibangun, bagaimana bisa seorang anak mengetahui bahwa apa yang diajarkan oleh orang tuanya secara moral tidak dapat dibenarkan?
Aku yakin, para orang tua yang marah ini, pasti mencaci maki para perampok (koruptor terlalu halus) uang negara. Aku yakin, para orang tua yang marah ini, pasti tidak terima jika dirinya di tidak adili. Aku jadi ga ngerti, kejujuran macam apa yang kemudian diajarkan mereka pada anak-anaknya? haruskan meminta maaf pada kebenaran yang kita pertahankan?
Dilain kesempatan, aku mendengar cerita dari temanku yang berusaha menjadi kepala sekolah yang jujur dan tidak mau terlibat dalam sistem yang curang. Waktu itu dia diminta untuk memberikan kunci jawaban pada murid-muridnya, biar lulus semua di ujian akhir.Temanku itu malah mendapat intimidasi. Untungnya, temanku ini punya keberanian untuk bertahan pada prinsipnya. Saat itu ketika ada beberapa muridnya yang ga lulus, dia terima dengan santai. Ketidak lulusan muridnya itu, justru menjadi bahan koreksi buat temanku memperbaiki diri dan kualitas sekolahnya. Temanku itu bilang padaku: "Kejujuran apa yang patut untuk diajarkan pada seorang murid, jika aku sebagai kepala sekolah tidak bisa berlaku jujur. Aku bisa mencurangi orang lain dan membohonginya, tapi aku ga pernah bisa berbohong pada diriku sendiri, bahwa yang kulakukan sangat tidak patut."
Kepada para orang tua, apa yang penting kemudian: membesarkan anak yang dianggap pintar karena curang atau pintar karena dia jujur? Mari tengok diri sendiri lalu bertanya pada nurani kita: kejujuran macam apa yang kita yakini? Jangan-jangan kita termasuk kaum oportunis yang kita cela-cela setiap hari: Jujur ketika kita diuntungkan dan menggadaikan kejujuran itu karena tidak mau kehilangan keuntungan? Dengan mentolelir kecurangan-kecurangan sedari kecil, seperti yang dilakukan para orang tua yang marah itu, sesungguhnya kita sedang mempersiapakan anak-anak kita menjadi koruptor di masa datang. Apa memang itu yang akan dipilih?
Aku bener-bener terpaku bisu. MASYARAKAT MACAM APA INI???? yang salah dibenarkan, yang benar malah disalahkan. Semula aku masih mengira, apa ini mimpi buruk? karena film-film Hollywood yang sering dituduh merusak moral generasi muda, sejauh yang aku tonton justru mengajarkan nilai moral sebaliknya: 'Kejujuran adalah hal penting yang harus kamu bela sampai mati sekalipun'. Dan yang terjadi pada orang tua AL, justru berlawanan dengan keyakinan soal kejujuran.
Aku memang belum pernah punya anak, tapi aku sampai sekarang adalah seorang anak. Orang tuaku mengajarkan kejujuran adalah keutamaan nilai sebagai manusia. Kejujuran itu penuh resiko, tapi jika dipegang teguh, ada kualitas yang bisa diraih sebagai manusia. Ada kepatuhan pada Tuhan yang tidak pernah bisa dibohongi. Ketika mendengar berita ini, aku sungguh terpukul. Apa yang dilakukan oleh orang tua AL tentu saja tak bisa dibantah kebenarannya. Namun, ketika kebenaran ini harus berbenturan dengan kepentingan banyak orang, keuntungan banyak orang, mengapa kebenaran itu yang harus mengalah pada keuntungan mayoritas yang sesungguhnya mayoritaspun tau bahwa itu adalah kecurangan. Sedihnya lagi, mengapa orang tua AL yang harus minta maaf, bukannya orang tua murid yang lain yang sudah bersalah mengajarkan anaknya berbuat curang. Kenyataan ini bener-bener jauh lebih buruk dari mimpi buruk sekalipun. Kerena ini real dan nyata. Sementara mimpi buruk, aku bisa bangun dan terbebas darinya.
Ketika orang tuaku mengajarkan pondasi kejujuran, aku akan sangat protes ketika mereka melakukan tindakan yang menyalahi atau berseberangan dengan ajaran mereka. Aku menggugat mereka karena mereka tidak konsisten. Aku protes dengan menjadi tidak patuh, karena kepatuhan pada aturan yang tidak ditegakkan adalah sia-sia. Sekarang, jika pondasi itu sendiri tidak dibangun, bagaimana bisa seorang anak mengetahui bahwa apa yang diajarkan oleh orang tuanya secara moral tidak dapat dibenarkan?
Aku yakin, para orang tua yang marah ini, pasti mencaci maki para perampok (koruptor terlalu halus) uang negara. Aku yakin, para orang tua yang marah ini, pasti tidak terima jika dirinya di tidak adili. Aku jadi ga ngerti, kejujuran macam apa yang kemudian diajarkan mereka pada anak-anaknya? haruskan meminta maaf pada kebenaran yang kita pertahankan?
Dilain kesempatan, aku mendengar cerita dari temanku yang berusaha menjadi kepala sekolah yang jujur dan tidak mau terlibat dalam sistem yang curang. Waktu itu dia diminta untuk memberikan kunci jawaban pada murid-muridnya, biar lulus semua di ujian akhir.Temanku itu malah mendapat intimidasi. Untungnya, temanku ini punya keberanian untuk bertahan pada prinsipnya. Saat itu ketika ada beberapa muridnya yang ga lulus, dia terima dengan santai. Ketidak lulusan muridnya itu, justru menjadi bahan koreksi buat temanku memperbaiki diri dan kualitas sekolahnya. Temanku itu bilang padaku: "Kejujuran apa yang patut untuk diajarkan pada seorang murid, jika aku sebagai kepala sekolah tidak bisa berlaku jujur. Aku bisa mencurangi orang lain dan membohonginya, tapi aku ga pernah bisa berbohong pada diriku sendiri, bahwa yang kulakukan sangat tidak patut."
Kepada para orang tua, apa yang penting kemudian: membesarkan anak yang dianggap pintar karena curang atau pintar karena dia jujur? Mari tengok diri sendiri lalu bertanya pada nurani kita: kejujuran macam apa yang kita yakini? Jangan-jangan kita termasuk kaum oportunis yang kita cela-cela setiap hari: Jujur ketika kita diuntungkan dan menggadaikan kejujuran itu karena tidak mau kehilangan keuntungan? Dengan mentolelir kecurangan-kecurangan sedari kecil, seperti yang dilakukan para orang tua yang marah itu, sesungguhnya kita sedang mempersiapakan anak-anak kita menjadi koruptor di masa datang. Apa memang itu yang akan dipilih?
Comments