Skip to main content

Pertanggung Jawaban Energi

Singapore Art Museum, Agustus 2011. Photo by Vitarlenology

"Please take responsibility for the energy you bring into this space."

Hampir setahun terakhir ini, aku belajar Tai Chi. Sebuah ilmu bagaimana mengolah energi yang ada dalam diri yang menemukan keseimbangannya dengan energi semesta. Hal yang memotivasiku untuk belajar Tai Chi yang biasanya populer dilakukan oleh para orang tua adalah sebuah adegan di film (aku lupa judulnya) yang diperankan oleh Jet Li. Di film itu, Jet Li mengalami gangguan jiwa setelah di kalahkan oleh musuhnya. Dalam kondisi seperti itu yang dilakukannya adalah memandangi bagaimana air di dalam baskom bergerak-gerak mengikuti angin yang bertipu. Dari situ, Jet Li justru menemukan rahasia untuk mengalahkan musuh yaitu melawan musuh dengan energi si musuh itu sendiri. Semakin besar energi musuh yang digunakan untuk menyerangnya, semakin besar pula energi yang didapatkannya untuk menyerang balik si musuh. Jadi sebenernya Jet Li, tidak mengeluarkan energi sama sekali. Dia hanya meminjam energi musuh. Di Tai Chi, prinsip-prinsip ini dipelajari dan dipraktekan dalam gerakan-gerakannya. Bagaimana mengambil energi dari sekeliling, mengembalikannya dan juga menyimpan yang baik dan membuang yang merusak. Aku masih sangat-sangat pemula dalam ber Tai Chi. Namun yang kurasakan, semakin kupelajari, semakin aku menyadari energiku sendiri dan bagaimana berhubungan dengan energi alam semesta.

***

Dalam keseharian, ternyata prinsip dasar Tai Chi ini sangat bisa di aplikasikan. Ambil saja contoh dalam soal berhubungan dengan orang lain. Hubungan-hubungan yang hanya menguras dan merusak energi kita, sebaiknya dihindari atau diputuskan jika sudah terlanjur terhubung dengan energi yang seperti itu. Melalukannya memang tidak semudah menganjurkannya, tapi berdasarkan pengalaman ternyata ga sesulit yang dibayangkan juga. Sesungguhnya jika mau jujur, kita sendiri bisa merasakan apakah ketika berhubungan dengan orang lain, energi kita berkembang dan menjadi lebih besar atau justru terkuras habis dan lelah pada akhirnya? Dan jika dilatih kita bisa mengotrol energi yang kita lepaskan ketika kita berinteraksi dengan orang lain dan semesta tanpa menjadi berpura-pura. Energi kita itu jujur dan apa adanya, karena dia terpancar langsung dari mata hati. Aku bisa berpura-pura hepi, padahal yang terpancar justru sebaliknya.

Quote yang kudapatkan dari show terakhir Oprah ini, membuatku merenung. Rasanya selama ini, aku tidak sungguh-sungguh menyadari bahwa sekecil apapun energi yang kupancarkan pada sekelilingku, aku memiliki tanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkannya. Energi yang begitu abstrak itu, seringkali luput dari kesadaranku. Seolah-olah ketika memasuki ruang, hanya keberadaan fisik yang perlu bertanggung jawab. Aku sering kali lupa bahwa energi yang mencapai dan mengisi ruang itu terlebih dahulu sebelum fisik menjangkaunya, juga tak luput dari kesadaran untuk bertanggung jawab.

Kesadaran ini akan membuat aku, sebagai kesatuan diri dan energi yang menyertainya, menjadi tidak sembarangan melepaskan energi-energi negatif kedalam ruang kehadiranku. Seperti temanku yang psikolog itu pernah bilang bahwa: "dunia ini mengalami defisit energi positif." Terlalu banyak drama, terlalu banyak kesedihan, terlalu banyak keputusasaan yang membuat ruang kehadiran diri menjadi sesak dipenuhi energi negatif yang dilepaskan tanpa tanggung jawab dan kesadaran. Bagaimanapun, kesadaran adalah kelebihan manusia yang tidak dimiliki mahluk lainnya. Dengan kesadaran, manusia memiliki kemampuan untuk memilih untuk melepaskan energi positif atau negatif pada ruang keberadaan dirinya. Tai Chi yang kupelajari, mengajarkan aku bagaimana bertanggung jawab dengan energi yang kubawa pada ruang keberadaan diriku dan menetralisir pengaruh-pengaruh energi negatif yang menghampiriku.

Aku sadar, bahwa sebagai manusia aku seringkali tidak menyadari bahwa energi yang kubawa menyakiti banyak orang atau merusak dan negatif buat sekelilingku. Namun kesadaran yang senantiasa terjaga, bisa menjaga apakah energi negatif merusak yang kulepaskan itu lebih banyak jumlahnya atau lebih sedikit. Semakin merasa banyak energi negatif yang dilepaskan, bisa jadi motivasi untuk lebih banyak lagi melepaskan energi positif untuk menetralisirnya. Intinya adalah keseimbangan, Yin dan Yang. Tidak ada yang sempurna di dunia ini dan tidak ada pula keseimbangan yang tetap. Seperti keseimbangan yang ada dalam semesta yang terus bergerak dan mencapai titik yang benar-benar seimbanga hanya dalam hitungan sepersekian saja, sisanya adalah pergerakan menuju keseimbangan itu sendiri. Menjaga keseimbangan itu seperti hukum kekekalan energi :
"Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan (konversi energi)". Hukum Kekekalan Energi (Hukum I Termodinamika) 
Keseimbangan ada pada bagaimana perubahan bentuk ke bentuk lain itu berdampak pada sekelilingnya dan kesadaran seperti masinis yang menentukan kemana perubahan itu akan menuju. Jika sekarang ini, hidup terasa makin sulit dan absurd, pragmatis dan menihilkan harapan, aku memilih untuk melawan itu dengan berusaha lebih bertanggung jawab terhadap pada energi yang kulepaskan, sekecil apapun itu. Membagi lebih banyak energi positif dengan cara sesederhana apapun itu. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab dalam melepaskan energi, kampanye 'hidup hijau' atau greenlifestyle bisa dimulai dengan kesadaran untuk melepaskan energi pada sekeliling kita dengan lebih bertanggung jawab.

Gudang Selatan,
27 Agustus 2011

Comments

Adynura said…
sipp. aku akan mulai memikirkan untuk menyebarkan aura positif pada sekitar,

tulisannya bagusss, :D



leave a foot print here:
adynura.blogspot.com
feel free to visit anytime and anywhere.
Anonymous said…
how many time i do not do what i want to do but do what i dont want to do

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...