Skip to main content

Pekerjaan Menuju Bahagia

foto oleh vitarlenology


"Hal terbaik di dunia ini adalah sesuatu yang dikerjakan oleh tangan."

Tulisan itu tanpa sengaja kutemukan di sebuah rajutan tangan milik seorang teman. Tentu saja aku membenarkan sekaligus meyakininya. Apalagi setelah beberapa tahun terakhir ini, aku memutuskan untuk fokus dalam urusan pekerjaan tangan ini (baca: sebagai penjilid alias book binder).

Sejak kecil aku membuat mainanku sendiri. Kesenangan ini memang terkondisikan oleh lingkungan keluarga. Ibuku meski bekerja di kantor, ia selalu menjahit sendiri baju untuk anak-anaknya. Sementara bapakku itu hobinya otomotif dan sangat senang mobil tua. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam sampai tengah malam, sepulang kantor hanya untuk mengutak-atik Opel Rekord Olympia tahun 1954nya itu. Selain terkondisikan, karena kedua orang tuaku bukan orang tua yang cukup berlebihan untuk membelikan mainan atau kesukaan anak-anaknya. Bapak lebih senang membelikan buku cara membuat atau buku aneka percobaan-percobaan daripada mainan terbaru. Saat masih kanak-kanak, kondisi ini adalah terasa sebagai penderitaan. Karena membuat mainan sendiri menjadi desakan keadaan meski lama-lama jadi kebiasaan yang mulai bisa dinikmati bahkan menjadi kemewahan di saat dewasa, karena keleluasaan untuk mencoba dan bereksplorasi sejak kecil, tidak semua anak bisa mendapatkannya.

Mungkin memang sudah tertulis di garis tanganku, bahwa pekerjaanku tak akan pernah lepas dari pekerjaan tangan. Meksi banyak pekerjaan pernah aku coba dari yang ga pake mikir sampai yang harus bener-bener mikir karena mengerjakan penelitian. Namun rupanya, selalu ada yang kurang ketika apa yang kukerjakan tidak melibatkan pekerjaan tangan. Pekerjaan tangan yang kumaksud di sini adalah membuat atau menciptakan sesuatu. Itu sebabnya setelah menjalani bermacam pekerjaan, akhirnya selain mengurusi tobucil, menjadi penulis lepas, aku memutuskan menjadi penjilid  buku (book binder). Karena ketiganya bisa saling pengisi dan menyeimbangkan.

Sebagai penjilid aku menikmati sekali proses dari mulai membayangkan aku ingin membuat notebook seperti apa. Kemudian mempelajari tekniknya, memahami karakter bahannya lalu mengeksekusi semuanya dengan membuatnya sesuai dengan bayangan yang ada di kepalaku. Ketika notebook itu selesai seperti yang kubayangkan, bagiku itu sebuah pencapaian. Persoalan apakah notebook itu bisa di jual dan menghasilkan uang atau tidak, itu perkara lain. Proses penciptaannya menjadi lebih penting buatku. Untuk menyeimbangkan pekerjaan tangan, pekerjaan menulis yang lebih banyak menggunakan otak untuk berpikir dan menuangkan pikiran itu ke dalam kata-kata itu seperti proses penggodogan ide dan gagasan lalu menuangkannya ke dalam kata-kata sebagai sebuah konsep hasil berpikir. Sementara menjadi book binder itu seperti mengeksekusi pekerjaan berpikir sebagai penulis menjadi sesuatu yang tiga dimensional, bisa teraba hasilnya. Itu sebabnya dari sekian banyak hobi yang pernah aku jalani, akhirnya aku memilih menekuni book binding, karena begitu erat kaitannya dengan dunia tulis menulis dan kebiasaanku menulis buku harian.  

Dan buatku ternyata bekerja dengan membuat sesuatu lewat pekerjaan tangan, uang yang kuhasilkan darinya terasa lebih nikmat. Mungkin karena aku tau persis setiap rupiah yang aku dapatkan dari membuat notebook, adalah jerih payahku dan tidak mengambil hak orang lain. Selain itu aku juga menikmati prosesnya. Hasilnya lebih bisa aku nikmati. Lebih 'jadi daging' kalo istilah ibuku. Buatku sebuah pekerjaan bisa dinikmati hasilnya ketika aku bisa mendapatkan fasilitas untuk merasakan kebahagiaan.

Jadi untuk apa menjalani pekerjaan jika hasilnya tidak mengantarkanku merasakan bahagia. Dan kebahagiaan bagi setiap orang itu berbeda-beda. Bahkan bagi orang yang sama pun, kebahagiaan itu akan selalu datang dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda. Itu sebabnya pekerjaan punya peran penting dalam mendefinisikan kebahagiaan setiap orang bahkan pekerjaan bisa mendefinisikan kemanusiaan seseorang.

Comments

Cicilia said…
Indeed mba, setuju banget :) Numpang nge-quote ya Mba, nanti saya kasih credit balik ke blog mba hehehe.
Ekbess said…
Sepakat... senang bisa berbahagia dengan pekerjaan yang disukai...
Terima kasih sudah berbagi inspirasi hari ini mbak Tarlen :)
Evi Sri Rezeki said…
Setuju sekali dengan pemikiran mba Tarlen. Kebahagiaan berasal dari kepuasaan diri sendiri.

Dan memang membuat prakarya itu menyenangkan ^_^

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...