Tulisan ini dipublikasikan di halaman Teropong Pikiran Rakyat, 7 April 2014. Tulisan yang dipublikasikan di blog ini adalah versi sebelum di edit oleh redaksi.
Pergeseran situasi sosial, politik selama dua dekade terakhir
ini, memberi dampak yang sangat besar pada usaha-usaha yang dibangun oleh
komunitas. Jika di pertengahan dan akhir 90-an komunitas-komunitas ini
membangun usahanya dengan semangat resistensi dan mencari alternatif terhadap
sistem kekuasaan Orde Baru yang saat itu baru saja tumbang. Setelah era
reformasi dimana situasi sosial, politik serta perkembangan teknologi informasi
yang sedemikian pesatnya, membawa konsekuensi pada kemapanan baru dari
kelompok-kelompok yang tadinya resisten dan alternatif.
"Usaha-usahanya ini kan awalnya muncul dari komunitas
musik, clothing-clothing ini juga
muncul untuk mendukung komunitas musik. Tapi ketika akhirnya clothing-clothing ini berdiri sendiri,
si komunitas musiknya sendiri di tinggalkan. Dan ketika usaha ini mengalami
penurunan, usaha-usaha ini ramai-ramai mendekati kembali komunitas musik.
akhirnya ikatan yang terbangun ya sebatas sponsorship. Jadi modelnya hanya bisa endorsment doang, karena usaha ini ga
ada keterikatan dengan fans base si
komunitas musik. Tujuannya hanya menjadikan
fans base itu sebagai pasar.
Mereka menyasar si fans base tanpa tau sejarahnya seperti apa dan bagaimana si band
ini berproses, " jelas Iit. Selama ini, band-band lokal baru maupun yang
sudah bertahan lebih dari satu bahkan dua dekade, kerap mengeluhkan hal itu,
ketika mereka berkumpul di Omuniuum.
Meski tidak semua usaha yang berasal dari komunitas, lantas
menjadi lupa dan meninggalkan komunitasnya. Sebagian justru menyadari
pentingnya mendukung komunitas yang telah membesarkan mereka.
“Selama ini maicih didukung oleh komunitas anak muda yang
punya kreativitas dalam artian anak-anak musik di bandung yang peduli sama culture, sama art, karena orang-orang ini punya sisi popularity, itu yang membuat maicih jadi ‘boom’ karena sisi popularitas
mereka berpengaruh. Dan ketika usaha kita semakin besar, ya kita berusaha give back dengan membuatkan konser,
kolaborasi dengan membuatkan event wayang golek, kerjasama dengan saung udjo,
musik indie, hal-hal seperti ini kita tempuh, biar rootsnya Maicih tetap terjaga. Meskipun secara personal saya
berteman dengan komunitas-komunitas itu, meski ada juga yang saya ga kenal,
tapi karena saya mendukung isunya tetap saya dukung. Misalnya dukungan terhadap
teman-teman Efek Rumah Kaca. Secara personal saya ga kenal, tapi karena mereka
mau rekaman di Lokananta dan Lokananta adalah studio rekamanan pertama di
Indonesia ya hal kaya gitu yang akhirnya kita dukung. Karena ada kesamaan pada
ketertarikan isu. Ya karena secara pribadi, sebagai owner saya punya ketertarikan
isu ke sana, ke scene indie, culture, lingkungan, karena saya ownernya itu jadi
roots perusahaan, " Papar Bob Merdeka.
Pergeseran pola interaksi yang lebih komunal dan tatap muka,
menjadi lebih individual dan bergantung pada teknologi, menjadi tantangan
tersendiri bagi banyak pelaku usaha ini. Internet di satu sisi dapat memperluas
pasar dari produk-produk mereka, namun di sisi yang lain, juga memecah pasar
menjadi lebih 'segmented'. Membangun 'fans base online dan offline' menjadi
penting dilakukan. Fans base yang bersasal dari follower di jejaring sosial
media dan simpatisan kegiatan yang hadir secara langsung inilah yang kemudian
menjadi komunitas pendukung usaha-usaha yang dibangun dari komunitas.
Hubungannya pun bukan sekedar transaksional, namun ada ikatan emosional yang
perlu di bangun dan dijaga.
Hal ini di tegaskan pula oleh Bob Merdeka, “Dulu kita datang
dari keterbatasan, dari keterbatasan itu, kita bisa tumbuh dengan baik. Ketika
perusahaan sharing proses behind the scenenya ke konsumen, justru itu akan jadi brand yang bisa membangun empati
ke konsumennya. Misalnya pas pabrik kita mengalami kebakaran dan sayangnya
belum diasuransikan. Dan kita share di sosmed. Dan dukungan dari konsumen kita
luar biasa. Dan saya kira maicih punya modal berharga yang tak terhitung yaitu
keluarga konsumen. Itu yang membuat kita pede karena ada keluarga konsumen yang
mendukung di belakang kita.”
"Yang penting juga adalah mengelola 'fan base' kita, ga
perlu berjuta-juta jumlahnya, biar sedikit asal dikelola dengan baik dan
dijaga, mereka bisa jadi loyal dengan kita," tambah Tri Juniantoro dari
Omuniuum.
Jika dicermati lebih jauh, menurut Keni Soeriaatmaja,
pendiri Bin Ukon dan pengelola program komunitas UNKL/347, ada tiga macam
karakter 'fans base'. pertama adalah fans yang mendukung brand yang ditawarkan
karena memahami nilai-nilai dan gagasan yang dibawa oleh brand yang
bersangkutan. Kedua, fans yang mendukung brand karena ingin terlihat keren dan
berbeda dengan yang lain dan yang ketiga, fans yang mendukung karena mengikuti
arus disekitarnya. "Semua tetap penting untuk dirangkul, bagaimanapun juga
mereka yang menghidupi brand kita," ungkap Keni.
Sementara bagi vendor seperti Mokaw, justru usaha ini punya kesempatan untuk
mendukung upaya-upaya komunitasnya untuk lebih mandiri. Lebih jauh Siesca
memaparkan:
”Kita bisa mendukung produksi yang dilakukan komunitas
ketika mereka ingin berdikari dengan jualan merchandise. Dan kalau buat kita,
justru jadi satu kebanggaan, ketika di company profile kita, kerjaan-kerjaan
yang bukan template dan juga ada klien-klien dari komunitas juga. Gimanapun
juga, lebih memberi arti, ketika yang kecil-kecil saling mendukung dan bisa
berjalan bersama-sama dari pada jalan sendiri-sendiri. Ya semua itu balik lagi
ke soal pilihan sih. Tapi menurut gua, penting untuk menjadi tetap kecil, meski
punya kapasitas modal yang memadai, kenapa? Karena dengan skala yang tidak
terlalu besar, itu bisa meminimalisir resiko dan membuat produk yang dihasilkan
juga jadi lebih tepat sasaran. Lebih penting lagi, bisa tetap menjaga kedekatan
dengan konsumennya.“
Bagi Age, tidak ada rumus khusus untuk mengelola jejaring
sosial dan komunitas pendukungnya. "Tidak perlu mengada-ngada, ya apa
adanya, seperti merawat sebuah hubungan pertemanan."
Baca juga artikel terkait:
Harga Jargon Kota Kreatif
Ketika Mereka Memilih Tidak Ingin Tumbuh Tergesa-gesa
Menjadi Kecil Itu Pilihan
Harga Jargon Kota Kreatif
Ketika Mereka Memilih Tidak Ingin Tumbuh Tergesa-gesa
Menjadi Kecil Itu Pilihan
Comments