Tulisan ini dipublikasikan di halaman Teropong Pikiran Rakyat, 7 April 2014. Tulisan yang dipublikasikan di blog ini adalah versi sebelum di edit oleh redaksi.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung yang dibahas Arief
Anshory Yusuf (Pikiran Rakyat, Kota Bandung (Sebenarnya) Untuk Siapa? 8/1/2014), membawa
konsekuensi semakin gencarnya tawaran modal investasi terhadap usaha-usaha yang
bangun dengan pendekatan komunitas. Nilai tawar dari usaha ini kemudian yang
menentukan, apakah tawaran modal investasi itu bisa dilihat sebagai peluang
atau sekaligus ancaman.
“Tawaran dari pihak yang ingin memberi modal itu ada, tapi
coba saya tolak secara halus. Bukan ga butuh uang, tapi karena ada paham-paham
yang sulit disambungkan antara saya dan yang punya uang. Jadi untuk sementara,
ga dulu lah. Jadi kalaupun berkolaborasi atau bekerjasama dengan yang punya
modal ya harus yang ngerti gimana roots
kita, biar kerjasamanya enak. Tapi sebenernya kalau dari sisi modal, kita lebih
berusaha bisa sendiri. “ungkap Dimas Ginanjar Merdeka atau yang akrab dipanggil
Bob Merdeka, pendiri brand keripik pedas Maicih.
Tawaran menggiurkan ini juga dihadapi Ageng Purna Galih,
pemilih brand wawbaw yang akrab dipanggil Age. Awalnya Age membuat gambar
coretan tangan yang dijadikan profil
picture (avatar) untuk sepasang temannya. Setelah itu permintaan membuat
avatar terus bergulir, sampai Age mendapat tawaran dari perusahaan pengembang software untuk membuat aplikasi avatar dari gambar yang dibuatnya.
Namun tawaran itu ditolaknya. "Kalau sudah jadi software, itu sudah bukan
Wawbaw lagi, sentuhan tangannya jadi hilang dan keluar dari konsep
Wawbaw," ujar bapak beranak satu ini.
Age juga mengaku pernah ditawari oleh brand sepatu dari
koorporasi multinasional, untuk memakai brand visual Wawbaw. Jika kolaborasi
ini sebatas untuk kepentingan eksibisi, Age tidak berkeberatan, namun jika
kemudian diproduksi dalam skala besar, ia berkeberatan.
"Ini dampaknya sangat besar, pembajakan karya dan
wawbaw jadi tidak lucu lagi, karena semua orang lantas akan membuat yang
seperti itu. jadinya wawbaw tidak lagi ekslusif," papar Age.
"Biasanya yang menawarkan modal, teman-teman Bankir yang
ingin cari usaha sampingan buat jaga-jaga. Mereka biasanya ga mau hanya jadi
pemodal pasif, mereka juga suka punya ide macem-macem padahal mereka ga paham
dengan semangat dari usaha ini, jadinya tawaran kaya gini biasanya terpaksa di
tolak, papar Keni Soeriaatmaja, Pendiri usaha makanan Bin Ukon dan juga
pengelola program kegiatan UNKL 347.Penolakan-penolakan ini semata-mata karena usaha-usaha ini tidak
mau tumbuh tergesa-gesa. Mereka memilih untuk berkembang secara bertahap sesuai
dengan kemampuan sendiri yang mereka miliki.
Age mengakui, bahwa usaha yang dia miliki, bukan usaha yang
bisa di paksakan untuk tumbuh besar seperti harapan sebagian orang. Meskipun
apa yang dia buat sangat berpotensi dikembangkan ke arah itu, namun bukan
tumbuh membesar yang ia inginkan. "Ya karena ini kerajinan tangan, kalau
saya nyimpen modal 2 M di usaha ini ya namanya sudah bukan kerajinan tangan
lagi. dan kalau skala besar juga
pasti sudah punya aturan main sendiri. Jadi ini sebetulnya sekat-sekat yang
saya buat sendiri, untuk menjaga apa yang saya buat. Karena saya sadar produk
wawbaw ini tentunya ada yang suka dan yang tidak, jadi disitulah batasan-batasan
itu saya buat. Saya cukup tau diri dengan keterbatasan yang saya miliki. "
“Ketika kapital
bertambah, kita memang tidak bisa tarik lagi ke belakang. Ketika membesar
memang ada syarat-syarat yang harus di ikuti. Ketika makin besar, tuntutannya
juga makin banyak. Ketika semuanya dimulai dengan semangat asal ada, asal jadi
keripik, asal gurih asal pedes. Setelah makin besar, kemudian ada syarat harus
ada izin depkes, label halal, yang tadinya ga ada badan usaha, harus ada badan usaha.
Laporan pajak dan yang awalnya acuh tak acuh terhadap pembukuan, sekarang jadi
hal penting untuk memperhatikan cash flow. Sekarang ya harus mensikapinya
seperti perusahaan pada umumnya, padahal awalnya cuma main-main, karena saya
hobi makan keripik dan menularkannya ke teman-teman dan akhirnya ga bisa jadi
sekedar hobi tapi akhirnya jadi hal yang serius," tambah Bob Merdeka yang
saat ini sedang mempersiapkan pembangunan Maicih Kafe di Jalan Soka, Bandung.
“ kalau kita sendiri akhirnya kita bagi, jadi kita ngerjain
kerjaan dari mulai levelnya starter up, komunitas yang biasanya orderannya
jumlahnya kecil dan dari perusahaan besar. Dan sejak awal tahun ini, proyek
dari starter up makin banyak,” Ungkap Siscarose . MoKaw sendiri menurut Sisca
jadi punya kesempatan untuk tetap
menjaga bisnisnya berjalan sesuai dengan apa yang dia harapkan.
"Beberapa
brand bermodal besar, sudah mulai melirik vendor produksi di Cina, tapi
sebetulnya kalau mau bersetia pada brand skala kecil, peluangnya tetap ada dan
biasanya mereka lebih loyal. Dan brand kecil ini biasanya lebih punya banyak
manuver untuk terus menjalankan usahanya. Lebih fleksibel juga. Dan
kecenderungan produksi sekarang ini, modelnya makin banyak, quatitynya makin
sedikit. Selain itu, muncul kecenderungan bikin desain yang di luar template.
Dan biasanya vendor kecil lebih bisa
diajak eksperimen,“ Danu Purwoko menegaskan.
“Idealnya sih
di usaha vendor itu ada divisi yang memang ngerjain pesanan-pesanan yang sifatnya lebih eksperimental
dan satu lagi divisi yang memang jadi mesin uangnya, dan ngerjain
kerjaan-kerjaan reguler, biar kemampuan si vendor juga berkembang dan punya
kesempatan terus belajar, sekaligus cash flow bisnisnya terjaga, ” tambah Sisca
lagi.
Para pelaku usaha ini menyadari, bahwa ada banyak cara dan
pilihan untuk membangun usaha dan semua itu mengandung resiko. Semua pada
akhirnya kembali ke kemampuan masing-masing untuk mengukur kemampuan dan
keterbatasan untuk menjalaninya.
Bagi Danu Purwoko, "Daripada besar gara-gara kapasitas,
lebih baik memperbesar posri untuk riset yang sebenernya bisa jadi modal kita
untuk bersaing kedepannya. Maju itu tidak perlu selalu menjadi besar. “
Baca juga artikel terkait:
Harga Jargon Kota Kreatif
Dari Komunitas, Kembali Ke Komunitas
Menjadi Kecil Itu Pilihan
Harga Jargon Kota Kreatif
Dari Komunitas, Kembali Ke Komunitas
Menjadi Kecil Itu Pilihan
Comments