Skip to main content

Perjalanan Memantaskan Diri



 Tuhan itu sangat memanjakanku. Aku berdoa untuk kebaruan-kebaruan dalam hidupku, Tuhan memberikannya. Bukan cuma sedikit, tapi banyak. Setelah dua minggu lalu pikiran dan tenagaku disibukkan oleh urusan jahit menjahit, minggu ini dimulai dengan sesuatu yang sama sekali baru: mempelajari 'The Architectural Design & Analysis of MSB-First Bounded Interval Dynamic Precision '. Puyeng kan? hahahaha.

Kenapa aku tiba-tiba mempelajari hal yang 'seperti ngga nyambung' itu dengan latar belakang keilmuanku. Alasannya sederhana saja, karena ini disertasi sahabatku, si pembalap gadungan. Dan tenggat waktu yang dimilikinya semakin sempit. Dan aku ga bisa membiarkan dia stress terus menerus karena disertasinya ga kelar-kelar. Karena ini disertasi, aku yang ga suka matematika ini, tetap bisa membantu sahabatku itu karena yang menjadi penekanan lebih ke alasan kenapa sahabatku itu memilih metode itu. Argumentasi itu yang perlu di eksplorasi. Seru aja karena aku jadi belajar ilmu baru yang secara logika sebenarnya ga sulit juga dipahami oleh aku yang bukan engineer.

***

Ngomong-ngomong tentang sains, sebenarnya dari kecil aku sangat menyukai sains. Buku bacaan pelajaran IPA, bisa aku baca berkali-kali. Dan sejak kecil aku sangat senang membaca buku-buku bagaimana alam bekerja. Cita-cita pertamaku adalah arsitek dan waktu SMA, karena nilai biologiku selalu bagus dan aku sangat terinspirasi oleh Greenpeace, aku ingin sekali jadi Ekolog atau ahli biologi. UMPTNpun aku mendaftar di jurusan Biologi, meski aku tau aku ga suka sama serangga. Minatku pada sains ini lama-lama hilang, karena ternyata aku mengalami trauma dengan pelajaran matematika dan fisika. Karena guru matematikaku di SD sangat galak yang kalau salah hitung tanganku bisa di pukul pakai tongkat bambu, aku jadi memblokade diriku sendiri dari matematika. Saat SMA, aku pernah dipanggil guru matematikaku yang meski klemar-klemer, tapi dia sangat baik. Dengan kesabarannya dia menanyakan apa yang membuat aku terlihat sangat tidak berminat pada pelajarannya?  Karena aku memang malas memperhatikan dan ga mau tau juga meski konsekuensinya nilaiku bakalan jelek banget. Aku ingat jawabanku waktu itu singkat aja: "saya ga suka aja sama matematika, bu." Dan bagiku saat itu, bukan masalah besar juga tidak menyukai disiplin ilmu ini, karena bapakku tidak berkeberatan dengan ketidaksukaanku ini. Semakin kesini, semakinku sadari yang tidak kusukai itu bukan matematikanya, tapi aku memang tidak suka berhitung, tidak menyukai kepastian dari perhitungan. Bagaimana hidup yang serba ga pasti dan penuh kejutan ini bisa dihitung dan dikalkulasi?

***

Sebenarnya, sahabatku yang membantuku meluruskan asumsi yang salah yang menjadi landasan ketidaksukaanku pada ilmu berhitung (matematika dan fisika). Cara dia menjelaskan banyak detail yang menjadi disertasinya, mengubah pandanganku bahwa ternyata aku ini ga benci-benci amat juga sama matematika. Bahwa perthitungan ternyata  bisa mengakomodasi ketidakpastian. Hanya saja penyimbolan angka-angka itu masih cukup abstrak di kepalaku. Aku masih belajar menerjemahkan deretan angka-angka itu kedalam visualisasi yang lebih bisa aku nikmati dan pahami. Seperti halnya foto-foto galaksi yang begitu abstrak, tapi sangat bisa kunikmati karena begitu imajinatif.

"Setelah kamu berhasil bantuin aku, kamu akan jadi lebih mudah nantinya menjalani sekolah S2mu itu.." kata sahabatku. Memang sih. Akupun berpikir demikian. Aku merasa dengan memahami cara berpikir engineering  akan banyak membantu merunutkan cara berpikirku terutama dalam mengerjakan penelitian-penelitian sosial. Selama ini aku memang punya masalah menurutkan pikiranku yang meloncat-loncat itu. Terlibat dalam penyelesaian disertasi sahabatku itu seperti sebuah proses persiapan untuk menghadapi rencana sekolahku di tahun depan.

Rentang keingintahuanku itu sangat lebar. Aku seringkali kesulitan melakukan pembacaan yang lebih tersistematis dari hal-hal yang banyak kuminati itu. Aku percaya keragaman pengalaman dan pengetahuan yang aku dapatkan ini, sebenernya berhubungan satu sama lain meskipun mereka tersebar dalam rentang yang lebar. Dengan mengasah cara berpikirku, akan memudahkan aku untuk melihat persamaan logika dan pemahaman antara satu dan yang lain. Dan hal ini aku yakini juga bisa menjawab isu-isu dalam hidupku yang seringkali berhubungan dengan persoalan mengerti dan tidak mengerti atas keinginan-keinginanku maupun orang lain. Memang, tidak semua hal dalam hidupku perlu aku mengerti, tapi mengetahui mengapa aku tidak mengerti, kukira itu akan membantuku menemukan ketenangan hidup.

Comments

Dian said…
hehehe, sama...aku juga ga suka matematika dan fisika. tapi setelah kenal si bapak satu itu, aku jadi tertarik, hehe. soalnya dia bisa menerangkan dengan menarik juga

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...