Skip to main content

Tuhan, Terima Kasih!




Hari kemarin rasanya penuh banget. Selalu saja ada masalah di menit-menit terakhir menjelang deadline produksi (kali ini produksi souvenir pernikahan sahabatku). Hampir menyerah, tapi pemecahan selalu datang tak terduga. Mesin jahit Singer 1977 (seumur denganku), menggantikan Brother untuk sementara. Dan saat aku hampir gila karena itu benangnya putus melulu, pencerahan tiba-tiba datang. Kepikiran untuk mengubah setelan gigi bawahnya dan masalah terselesaikan.

***

Lagi sibuk2nya menjahit, tiba-tiba tetangga di jalan Flores datang dengan wajah hampir menangis kesal. Ia merasa harus bertemu denganku untuk mengadukan kekesalannya itu. Baiklah, sini aku dengerin. Soal hotel baru di belokan antara jalan Flores dan jalan Aceh yang tiba-tiba hadir 5 lt dan mengganggu ketrentraman warga sekitar. Tetanggaku yang sangat sensitif itu, sampai sakit karena keributan suara blower, lalu-lalang mobil barang yang keluar masuk tepat di depan rumahnya, pohon-pohon mahal yang runcing-runcing tapi di tata tanpa selera yang baik maka jadinya norak.. dan penyeselannya menandatangani persetujuan pembangunan itu.
'Jadi aku harus gimana dong len, aku pengen komplain, nulis di facebook, tapi aku takut nanti jadi Prita kedua..'

***

Pulang badanku terasa ringsek, lelah secara fisik dan mental. Dan batuk alergiku mulai menjadi. Tiba-tiba temanku yang lain di jam 11 malam itu, menghubungiku. Dia menemukan seorang bocah laki-laki gagu di pinggir jalan dalam keadaan memprihatinkan. Tadinya kasihan sebatas simpati saja tanpa tindakan. Tapi si kecil Layka anak temanku itu bilang: 'Bubu, kasihan ya Aa..' suara tulus Layka yang jernih itu, membuat temanku memutuskan membawa anak  itu pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, temanku bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Dalam kebingungannya dia menghubungiku, menanyakan apakah ada tempat penampungan untuk anak-anak yang dia temukan itu? Aku beri dia nomer panti asuhan yang pernah beberapa kali aku kunjungi sebagai tempat penampungan anak-anak pengungsian konflik di Atambua tempo hari. Ku sms sahabatku si pembalap gadungan, menceritakan soal bocah ini. Sahabatku itu langsung menelepon dengan keparanoid-annya tapi cukup memberi masukan yang berharga untuk diperhatikan. Bahwa yang pertama harus di lakukan jika menemukan anak hilang seperti itu adalah melapor ke polisi, biar ga di sangka menculik. Aku menghubungi temanku lagi, memintanya segera menelepon polisi malam itu juga (karena tadinya temanku itu mau melaporkannya pagi ini). Sementara bocah itu, tengah lelap tertidur di rumah temanku, setelah dimandikan oleh pembantunya, diberi makan dan diberi pakaian yang layak (waktu ditemukan bocah laki-laki ini, berpakaian anak perempuan).

Selesai ke'ajaiban-keajaiban' di hari kemarin. Setelah mandi, ibuku yang baik hati itu, membaluri tubuhku yang lelah dan kecapean itu. Bukan minyak panasnya yang menghangatkan, tapi kasih sayangnya yang membuat kelelahan itu hilang. Sebelum tidur, aku cek fb temanku, ingin melihat foto bocah itu.. matanya membuat aku ingin menangis. Aku share fotonya pada sahabatku si pembalap gadungan. Saat membaringkan tubuhku di tempat tidur, badanku meminta pikiranku berhenti berpikir dan lelap.

---

Alarm HPku berbunyi Pk. 05.30. Aku matikan, tapi aku lihat ada sms dari sahabatku si pembalap gadungan yang sudah melihat foto bocah laki-laki itu di hampir pk. 02 pagi. Dia sama harunya denganku, kata-kata sahabatku itu membuat aku ga bisa meneruskan tidur. Belum sempat aku membalasnya, telpon di rumahku berdering dan ibuku menjawab dengan kehebohan tersendiri. Adiknya yang mengidap schizophrenia dan menetap di Yogja itu,  meninggal sekitar sejam yang lalu. Pagi ini, seluruh rumah mendadak sibuk, karena ibu dan kakak perempuanku harus segera berangkat ke Yogjakarta dengan kereta pk. 07.00.

Aku tau, ibuku itu sangat sayang pada adiknya itu, meski kondisinya seperti itu. Jika ke Yogja bersama keluarga, kami selalu mengunjunginya. Dia tinggal di sebuah kamar di daerah Lempuyangan, Yogja.  Kamar itu dibangun di tanah kecil tinggalan  eyang putriku. Aku selalu takjub dengan kamar tempat tinggal omku. Hanya ada dipan saja untuk tidur, tapi seluruh temboknya dia gambari dengan segala macam gambar yang hanya dia lah yang bisa melakukannya. Rumus-rumus fisika dan matematika, kutipan pidato bung Karno dan dunia schizoprenicnya. Om ku ini, juara sekolah di SMA IPA terbaik di Yogja pada masanya (aku lupa nama sekolahnya). Dia sangat ingin menjadi insinyur sipil. Kepintarannya itu membuat dia lulus tes di teknik sipil UGM, tapi kakekku saat itu hidup dalam kehancuran ekonomi, tidak sanggup membiayai omku ini. Untuk mengobati kekecewaannya, omku mendaftar di marinir dan kabur saat mengikuti pendidikan. Pada saat waras, omku pernah mengaku pada ibuku, bahwa dia mengalami siksaan fisik di pendidikan marinir itu dan mulai mendengarkan suara-suara di kepalanya. Perawatan demi perawatan pernah omku jalani, tapi rupanya schizophrenianya ga bisa disembuhkan. Ibuku pernah merawatnya, karena omku ini, sangat menurut pada alm. bapakku, tapi suatu saat dia pernah mengamuk dan melempar termos panas kepada kakak perempuanku yang saat itu masih kecil. Sempat di rawat di rumah sakit jiwa juga, namun rupanya dia lebih memilih tinggal di Lempuyangan, tempat dimana ia dibesarkan. Dan sekarang dia juga memilih meninggalkan dunia di tempat itu.

***

Rasanya kok berturut-turut dalam sebulan terakhir ini. Kata-katamu muncul seperti pop up di kepalaku ''Yah.. nasib aja no more no less, biar km tambah hebat :)'. Yang tampak terlihat hebat saat ini bagiku adalah garis-garis tanganku yang makin lama makin rumit dan silang sengkarut.

 Saat berjalan di sepanjang trotoar lapangan saparua menuju tempat sarapan tadi pagi, aku bilang sama Tuhan, "Apapun yang akan Kau berikan padaku, berikanlah.. seberat apapun itu, aku tidak akan melawan dan menghindarinya. Aku akan menerimanya dan iklas. Karena aku yakin, Kamu tau batasku. Jika Kau anggap, aku mampu, aku pasti bisa menemukan jalan untuk menghadapinya..."

**

Terima kasih Tuhan, untuk semua ke'ajaiban-keajaib'an ini.

Comments

Dian said…
pfui, aku menahan nafas bacanya, jeng. betapa senang membaca baris baris terakhir tulisanmu ini. Allah sayang padamu
I. Widiastuti said…
mbak...kalau lihat lampu di fotonya jadi ingat snack taro atau apa ya. yumm yumm...itu snack buat adik kecil yang mengharukan :)

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Hujan Semalam di Malaysia, Banjir Sebulan di Sembakung*

Foto oleh tarlen Creative Commons Tulisan ini adalah catatan penelitan lapangan yang dibuat untuk Yayasan Interseksi. Tarlen Handayani adalah anggota Tim Peneliti Hak Minoritas dan Multikulturalisme di kawasan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Sembakung. Sebuah tempat yang sama sekali asing dan saya putuskan sebagai tujuan dari penelitian ini, saat sampai di Nunukan, Kalimantan Timur. Dari rencana semula, wilayah penelitian saya adalah Kepulauan Mentawai, tepatnya di Siberut. Namun, saat workshop persiapan sebelum berangkat ke lapangan, tempat penelitan sepakat di pindah ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur atas pertimbangan beberapa informasi, bahwa Siberut terancam tsunami. Saya menyepakati kepindahan lokasi itu, meski berarti saya harus mempersiapkan semuanya lagi dari awal. Salah satu mentor workshop, Dave Lumenta , memberikan rekomendasi beberapa daerah di sekitar Kecam

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tobucil jepretan Chandra Mirtamiharja Aku sering sekali di tanya, apakah suatu hari nanti tobucil akan menjadi tobusar alias toko buku besar? meski seringnya kujawab sambil bercanda, tapi aku serius ketika bilang, tobucil akan tetap menjadi tobucil. Karena tobucil tetap memilih menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawabanku bisa menerima meski mungkin ga ngerti-ngerti amat dengan maksudku 'tetap menjadi kecil' , tapi sebagian lagi biasanya langsung protes dan merasa aneh dan menganggapku tidak punya cita-cita besar dan tidak mau mengambil resiko menjadi besar. Biasanya aku akan balik berkata pada mereka yang merasa aneh itu, 'memilih tetap kecil itu bukan pilihan yang mudah loh.' Mungkin ada teman-teman yang kemudian bertanya, 'mengapa menjadi kecil itu bukan pilihan yang mudah?' bukankan kecil  itu sepele, remeh dan sederhana? Ketika memulai sebuah usaha dari hal yang kecil, remeh dan sederhana, itu menjadi hal yang mudah dilakukan. Namun jika sebuah