* * * *
Sutradara: Tony Kaye
A child's intelligent heart can fathom the depth of many dark places, but can it fathom the delicate moment of its own detachment? -Henry Barthes-
Lima menit pertama menonton film ini komentar spontan yang muncul adalah film ini 'berat'. Dialog-dialognya sejak awal langsung mengajak penonton merenung, betapa menjadi pendidik bukanlah hal mudah.
Lewat tokoh utamanya Henry Barthes (Adrien Brody), seorang guru pengganti, penonton langsung diajak melihat sisi lain kehidupan guru pengganti yang 'penuh perjuangan' ketika berhadapan dengan murid-murid yang sulit memotivasi dirinya sendiri untuk maju dan positif memandang masa depannya. Tony Kaye, sang sutradara (yang juga menggarap America History X), menggarap film ini seperti sebuah renungan mendalam karena terganggu dengan persoalan pendidikan pada saat ini. Dan Kaye mencoba merenungkannya dari pandangan seorang guru pengganti yang 'gloomy' dan 'berat'. Tokoh Barthes seperti dewa atlas yang harus memikul beban persoalan pendidikan seorang diri.
Dalam film ini, Henry Barthes bekerja sebagai guru pengganti di sebuah sekolah yang bermasalah: murid-muridnya tidak punya pandangan positif tentang diri sendiri, tidak peduli dengan masa depan mereka, guru-guru yang hampir gila dan putus asa dengan situasi yang mereka hadapi, juga orang tua yang menyerahkan tanggung jawab pendidikan pada sekolah tanpa mau peduli dengan persoalan yang dihadapi oleh anak-anak mereka. Sementara sistem pendidikan yang ada pun lebih menuntut pada hasil daripada proses. Henry Barthes berada pada situasi pendidikan yang jauh dari yang disebut ideal. Sementara, kehidupan pribadi Barthes juga tak kalah berat. Barthes harus bergelut dengan masa lalunya dimana ibunya pada saat ia berusia 7 tahun, bunuh diri dengan menegak pil secara berlebihan. Setelah itu, Barthes hidup bersama kakeknya yang terus menerus dihantui perasaan bersalah atas kematian anak perempuannya sampai akhir hidupnya.
Barthes dituntut menjadi karakter yang tetap waras di tengah masalah dan situasi yang sedemikian berat. Sebagai guru, ia berusaha mengajarkan nilai yang berharga dalam kehidupan ini kepada murid-muridnya yang bermasalah itu. Karena bagi Barthes, apalah artinya menjadi guru, jika ia tidak punya nilai yang berharga yang bisa diajarkan dan menjadi inspirasi. Pertemuannya dengan Erica (Sammy Gayle), seorang remaja perempuan yang terpaksa menjadi pekerja seks di bawah umur, kemudian menjadi beban kehidupan Barthes yang lain di luar pekerjaannya sebagai guru. Henry Barthes menjadi seperti dikutuk untuk terlibat dalam semua persoalan ini. Ada yang berhasil ia bereskan, ada pula yang gagal dia tangani. Kadang ia menangisi kegagalannya, kadang ia mentertawakan keadaan yang membuat putus asa itu.
Pada America History X, Tony Kaye lewat tokoh Derek Vinyard (Edward Norton), mengajak penonton untuk merenung tentang rasialisme tapi dalam cerita yang lebih manusiawi dan realistis. Sementara pada film ini, tokoh Henry Barthes dan cerita yang dijalaninya seperti sebuah renungan seorang filsuf tentang pendidikan. Film ini lebih seperti puisi gelap yang membuat penonton tercenung dengan setiap ucapan tokoh-tokohnya. Karakter-karakter dalam film ini hadir seperti metafor yang menyusun kegelapan bait-bait puisi itu. Menurutku film ini lebih menggedor pemirsanya lewat renungan dari setiap kalimat dan adegan yang metaforik daripada menyentuh secara emosional karena realitas yang dihadirkan di setiap adegannya. Dan bagiku, keseluruhan film ini adalah upaya untuk mendefiniskan 'Detachment' secara filosofis dan substansial dalam perspektif pendidikan. Berat, tapi sangat layak untuk diapresiasi.
Comments