Skip to main content

Jadi Modern? Yang Penting Ku Tahu yang Ku Mau!

Kamu pasti pernah mengalami, disebut kuno atau ngga modern sama teman kamu. Mmm.. pasti bete. Tapi mungkin kamu juga bertanya-tanya, memangnya yang ngga kuno atau modern itu seperti apa sih?

Banyak orang bilang, jadi modern itu berarti mengikuti perkembangan jaman. Ngikutin trend atau mode yang berlalu. Tapi benarkah begitu? Karena ada juga sebutan korban trend atau korban mode. Jadinya serba salah. Jika melacak dari istilahnya, modern sendiri berasal dari bahasa latin, modo, yang artinya “barusan”. Jika ditanya, sejak kapan kita moderen, jawabnya ya sejak dahulu kala.

Mengacu pada asal katanya, sesuatu yang tampak baru, yang dianggap belum pernah muncul sebelumnya, itulah yang disebut moderen. Namun perubahan yang cukup penting, yang menandai era modern telah lahir, adalah gelombang revolusi industri yang ditandai oleh berbagai penemuan, sekitar tahun 1700 – 1900 yang merubah cara hidup masyarakat pada saat itu. Semula, banyak pekerjaan dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia, setelah mesin-mesin itu ditemukan tenaga manusia kemudian digantikan oleh mesin-mesin itu. Perubahan ini mempengaruhi seluruh aspek kehidupan orang-orang bukan saja yang hidup pada saat itu saja tapi hingga saat ini. Setiap hari orang berlomba-lomba menemukan hal baru. Dan kebaruan itu lah yang kemudian mewarnai kehidupan di sekeliling kita. Bahkan kehidupan kita pun senantiasa dipengaruhi oleh itu. Kebaruan itulah yang kemudian menciptakan trend, gaya hidup, kebudayaan, bahkan pada tingkat yang paling kompleks, hal-hal baru itulah yang kemudian membentuk peradaban manusia.

Jika inti menjadi modern itu adalah senantiasan menemukan hal-hal baru dalam hidup kita. Kita pasti mikir, begitu banyak hal baru yang kita temui setiap hari. Itu karena dunia di sekeliling kita senantiasa berubah. Namun seringkali pertanyaan yang sepertinya cukup sederhana tapi mengganggu, apa sih pentingnya hal-hal baru itu dengan kehidupan kita? Apakah sekedar biar ngga disebut kuno atau ketinggalan jaman? Atau biar disebut orang modern? Rasanya persoalannya bukan disitu. Kebayang ngga sih, setiap hari banyak hal baru di sekeliling kita, tapi kita ngga bisa merasakan kebaruan itu. kehidupan yang kita jalani terjebak dalam rutinitas yang membosankan yang bikin hidup kita ngga berkembang. Meskipun untuk menemukan apa yang kita mau juga bukan hal yang mudah.

Untuk menemukan hal-hal baru dalam hidup kita, sebelumnya kita mesti tahu apa sih yang kita mau dalam hidup ini. Seringkali kemauan kita muncul tak henti-henti sampai kita bingung, kemauan mana yang terlebih dahulu mesti kita turuti. Belum lagi ketakutan yang seringkali muncul, ketika kita menemukan apa yang kita mau adalah ketakutan untuk berbeda dari orang lain. Meskipun pada dasarnya setiap manusia itu memang berbeda satu sama lain. Biasanya ketakutan itu muncul, karena resiko yang harus kita hadapi ketika kita punya pilihan yang beda dengan orang lain. Tapi itu hal yang wajar. Mau pilih hal yang sama dengan kebanyakan orang juga tetap saja ada resikonya. Jadi kenapa ngga menjalani apa yang kamu mau sekalian, meski harus tampil beda. Yang penting paling penting, kamu bertanggung jawab dengan semua kemauan kamu. Jika orang disebut moderen karena dianggap lebih baik dari orang lain, kamu juga disebut modern jika kamu tahu kemauan kamu dan bertanggung jawab dengan semua kemauan kamu. *** (TH)

tulisan ini pernah dimuat di halaman belia, pikiran rakyat

Comments

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...