Skip to main content

Ketika Legenda Jazz Indonesia Bertemu Pengagumnya

Saling mengagumi. Seperti itulah yang terjadi saat JazzSphere at Art Space yang menampilkan Bubi Chen Quintet dan Imam Pras Quintet, sabtu malam kemarin (3/8) di selasar sunaryo artspace. “untuk pertama kalinya saya bisa bermain di tempat seindah ini sepanjang karir saya” ungkap Bubi di awal konser. Amphiteather Selasar Sunaryo, nampak dipenuhi kira-kira tiga ratus penonton yang kebanyakan dari mereka adalah anak muda.

Bubi chen selama ini dikenal sebagai pianis jazz yang telah lama malang melintang di dunia musik jazz lebih dari tiga puluh tahun. Dalam konser kal ini Bubi tampil bersama Benny Likumahuwa (trombone), Jacky Pattiselanno (drum), Perry Pattiselano (akusitik bass), Kiboud Maulana (gitar), serta menampilkan Imel Rosalin dan Nenden Shintawati pada vokal. Beberapa lagu yang cukup dikenal seperti Georgia on My Mind, Misty, Auntum Leaves, The Nearness of You, Bye Bye Blackbird, membuat suasana malam minggu yang cerah terasa santai, cozy. Meski usia semakin uzur dan kondisi kesehatan yang tidak lagi prima, namun malam itu Bubi Chen mampu membius penontonnya. Jam season bersama antara Bubi Chen, Imam Pras dan Imel Rosalin, sempat memukau penonton. “Kalau ingin tahu permainan jazz yang benar, lihatlah Bubi Chen. Bubi bisa main sesuai dengan root-nya. Dan sebagai musisi senior dia sangat terbuka untuk main dengan musisi junior. Saya merasa kami bisa berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain di panggung,” jelas Imel Rosalin yang malam itu tampil pada piano dan vokal.

Imam Pras saat ditemui setelah konser mengungkapkan kegembiraannya yang luar biasa, karena bisa bermain bersama ‘legenda jazz Indonesia’. “Bubi Chen salah satu idola saya. Luar biasa bisa main dengan Art Tatum-nya Asia.” Imam Pras Quintet (Imam Pras, piano; Boyke P. Utomo, saxophone; Amir Ishak, gitar; Ari Aru, drum; Rudy Aru, bass), menjadi band pembuka konser yang berlansung kurang lebih dua jam. Imam Pras Quintet yang terpilih mewakili Bandung di acara Bali International Jazz festival, setahun terakhir dikenal rajin tampil di event-event jazz kota Bandung yang marak belakangan ini. Sejak munculnya klab jazz yang memulai kegiatannya sejak setahun lalu, kegiatan apresiasi musik jazz di kota Bandung makin diminati oleh kalangan muda.

“Keren banget. Selama ini saya cuma dengar Bubi Chen. Saya penasaran ingin mendengar dia, langsung,” tanggap Poetri, mahasiswa Hubungan Internasional UNPAR, semester 5, dengan antusias. “Luar biasa. Senior dan junior bisa main dalam satu panggung. Benar-benar kesempatan langka dan berharga bisa nonton musisi-musisi bagus saya bisa belajar banyak dari mereka, “ komentar Angga, arsitek, yang menyempatkan diri disela kegiatannya yang padat untuk menonton konser ini.

Menurut Niman, penggagas sekaligus koordinator klab jazz tujuan klab jazz sendiri memang untuk memperkenalkan musik jazz kepada kalangan yang lebih luas, melalui pertemuan rutin setiap minggu dan melalui penyelenggaraan konser-konser yang bekerjasama dengan pihak-pihak lain. “Jazzsphere at Art Space adalah kerjasama kedua kalinya dengan pihak Selasar Sunaryo dan Kopi Selasar. Tahun lalu kami menyelenggarakan konser Simak Dialog dan animo dari kalangan muda ternyata cukup tinggi untuk event-event jazz seperti ini,” jelas Niman.

Kegairahan anak-anak muda dalam mengapresiasi musik jazz menurut Niman, tak bisa lepas dari keinginan anak muda yang selalu mencari sesuatu yang berbeda. Bahkan kecenderungan untuk mencari idola-idola baru semakin terlihat. “ Semakin tidak popular musisi jazz itu di Indonesia, seperti John Coltraine, Thelonious Monk semakin keren untuk jadi idola baru dikalangan anak muda,” tambah Niman. Didit E. Aditya atau DJ Dxxxt yang sering menampilkan komposisi jazz saat berada di belakang turn table, menanggapi kecenderungan ingin tampil beda di kalangan anak muda. “Sampai kapan pun anak muda akan selalu begitu. Itu bagian dari proses. Tinggal lihat bagaimana cara mengamalkannya pengetahuan jazz yang mereka tahu itu yang akhirnya memisahkan antara yg keren-kerenan dan yang keren beneran.”

Di akhir pertunjukkan, Bubi Chen, mengucapkan terima kasihnya yang terdalam kepada publik Bandung yang telah datang dan menikmati konsernya malam itu. “saya sangat senang karena anak-anak muda bisa meng appreciate musik jazz dan tak ada lagi pernyataan musik jazz yang dimainkan Bubi Chen itu kuno. Saya terus fight agar yang muda-muda ini bisa menerima jazz dan nyatanya mereka bisa. Seperti yang kita lihat sekarang ini.” (tarlen)

versi inggris: the jakarta post

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...