Skip to main content

Just Do It

“Everything Change, But Nothing Really Lost” - Morpheus, Lord of Dreams -

Jika ditanya, hal apa yang paling membuat saya takut sekaligus exciting, jawabnya adalah perubahan. Ya. Perubahan selalu membuat saya nervous. Seperti ketika pertama kali saya harus meniti canopy bridge yang menghubungkan pohon bangkirai yang satu dengan yang lain di hutan Kalimantan beberapa waktu lalu.

Canopy bridge di bangun di batang pohon bangkirai paling tinggi dengan ketinggian 40 meter dari permukaan tanah menggunakan tambang baja dan kayu sebagai tapaknya. Persis seperti jembatan gantung di film Indiana Jones. Saya harus meniti tangga yang begitu tinggi untuk bisa sampai ke mulut jembatan. Begitu sampai badan saya seperti kehilangan bobot dan kaki saya lemas hampir-hampir tak bisa digerakan. Keringat dingin tiba-tiba membasahi telapak tangan dan kening. Saya benar-benar ketakutan setengah mati. Tapi meniti canopy bridge adalah hal penting yang harus saya lakukan untuk mengobati phobia ketinggian yang saya rasakan selama ini.

Saya berusaha keras mengumpulkan keberanian saya yang tersisa untuk memulai langkah pertama meniti canopy bridge. Meski lutut saya gemetar dan tubuh kehilangan bobot untuk menyangga kesimbangan, langkah pertama pertama meniti canopy bridge berhasil saya mulai. Angin sore berhembus lumayan kencang, mengoyang jembatan yang hanya bisa ditapaki seorang demi seorang itu. Pikiran buruk muncul dikepala saya, resiko paling buruk mungkin saya jatuh dari canopy bridge dan mati. Ajaibnya, tubuh saya ternyata cepat beradaptasi dengan ketakutan itu. Sampai saya berani membuka mata. Pemandangan disekeliling saya sungguh menakjubkan. Saya melihat hamparan sebagian kecil hutan tropis Kalimantan yang katanya paru-paru dunia, di sekeliling saya. Matahari sore membuat pucuk-pucuk pohon dan beberapa orang utan yang bergelayutan dari pohon ke pohon, nampak seperti pemandangan di tayangan televisi National Geographic. Kekagumanan luar biasa atas pemandangan di sekeliling saya, membuat saya lupa dengan semua ketakutan saya sebelumnya. Tiba-tiba langkah saya terasa begitu ringan menyelesaikan titian canopy bridge yang pertama. Saya tak lagi gugup ketika harus meniti canopy bridge yang kedua dan ketiga. Ketakutan yang saya alami, berganti dengan kegairahan luar biasa untuk menikmati sensasi petualangan yang sebelumnya belum pernah saya rasakan.

Ternyata untuk mendapatkan pengalaman baru dalam hidup saya, hanya satu yang dibutuhkan: keberanian untuk memulai. Dan setelah langkah pertama dimulai, saya tak bisa lagi membendung semua perubahan yang membentang di depan.

***

Saya ingat betul bagaimana rasanya, saat bangun keesokan harinya setelah sidang skripsi usai dan saya dinyatakan lulus. Rasanya ada sebagian bobot tubuh saya yang selama 7 tahun di bangku kuliah saya pikul tiap hari tiba-tiba hilang lenyap entah kemana. Padahal ketika menjalani masa 7 tahun itu terutama 3 tahun terakhir, saya harus terus menerus berhadapan dengan orang-orang yang bertanya-tanya, ‘kapan skripsinya selesai?, atau kapan diwisuda?’ sampai saya merasa sangat muak dan bosan mendengarnya. Saat itu saya merasa kedua kaki saya seperti terbenam di dalam lumpur yang mengering, tak bisa digerakan. saya seperti dipaksa diam di tempat. Menyelesaikan pilihan saya untuk kuliah.

Sempat terpikir oleh saya untuk meninggalkan semuanya, berhenti kuliah dan melakukan hal lain yang saya suka. Saya bisa saja tak peduli pada kekecewaan orang tua saya yang telah bersusah payah mengupayakan itu. Tapi ternyata saya tak bisa mengabaikan hati saya, bahwa saya akan jadi orang yang tidak bertanggung jawab pada diri saya sendiri, karena saya tidak menyelesaikan jalan yang telah saya pilih. Dan ketika waktunya tiba, akhirnya saya bisa menyelesaikannya, bukan diri saya saja yang berubah, tapi juga seluruh hidup saya telah bergeser dari satu titik ke titik lain. Dari dunia kampus, ke dunia nyata. Perubahan itu tak bisa saya hindari, Jika saya ingin selangkah lebih maju, tentu saja harus bergeser dari tempat saya berpijak sebelumnya.

***

Apa yang saya bayangkan tentang perubahan, seringkali sesuatu yang drastis dan revolusioner. Padahal setiap hari, disadari atau tidak hidup saya selalu berubah. Setiap bangun dari tidur, pandangan hidup saya tentang apa yang saya jalani, pastilah berubah. Setiap kali menatap wajah saya di cermin, seringkali saya bertanya, siapa wajah di dalam cermin itu. Setiap hari adalah tantangan untuk mencari kebaruan dalam menjalani hidup yang seringkali terasa rutin dan monoton. Sesekali memang ada kejutan-kejutan yang tiba-tiba memberikan warna mencolok dalam hidup, tapi sering kali, perubahan yang terjadi seperti air yang menetes melubangi batu. Setetes demi setetes selama bertahun-tahun sampai akhirnya membuat lubang menganga. Seperti setiap hari yang terus terlewati. Begitu terus, sampai akhirnya umur tak lagi belia. Dan tiba-tiba saat bangun tidur, saya merasa asing, bertanya-tanya, dimana saya? Bagaimana saya bisa ada disini? Mengapa saya jadi begini?

Perubahan kecil yang terjadi setiap hari seperti langkah-langkah kecil yang terus menerus di jalani dan sampai suatu saat, tanpa terasa saya sampai di satu titik yang belum pernah saya capai sebelumnya. Saat itulah kemudian saya sadari, semua yang telah saya lewati, tak mungkin berulang lagi. Ketika dirunut kembali ke belakang, seringkali saya terheran-heran dengan diri saya sendiri, kok bisa saya melalui semua itu? Pada kenyataaannya kehidupan saya seringkali berjalan tak seperti yang saya rencanakan dan saya harapkan. Banyak hal ketika di jalani terasa begitu berat dan saya berkeluh-kesah, ngomel pada diri saya sendiri: kenapa saya harus menjalani ini semua? Sama saat saya sudah begitu muak dengan skripsi tapi saya dituntut untuk menyelesaikannya. Segala keluh kesah itu akhirnya membuat saya malah kehilangan cara untuk menikmati hidup yang saya jalani.

Mmm.. saya tak tahu diumur berapa saya akan mati. Dan saya tak bisa membiarkan hidup saya berjalan begitu saja tanpa jejak-jejak perubahan yang bisa saya nikmati dan saya pahami. Untuk bisa menikmati dan memahami jejak itu, saya mesti terbuka pada diri saya sendiri untuk menerima setiap kejutan dan perubahan sekecil apapun itu setiap harinya. Mudah dikatakan, tapi sulit untuk dijalankan. Tapi saya selalu mengingat kata-kata seorang teman, ‘ketika kamu belum temukan dimana nikmatnya perubahan itu, bukan berarti kamu berhenti menjalaninya. Yakin bahwa perubahan itu adalah bagian dari kehidupan kamu, kemudian jalani. Seperti kamu menjalani hari-harimu.’ (thx to dxt)

ga jadi buat jargon, tapi saya kirimin ke outmagz buat edisi desire

Comments

Anonymous said…
saat ini feb 2008. amazing. hampir 2 tahun saat blog ini dibina. ku temukan bila aku ketukkan "tak ada keyakinan" pada search engine. itu yang ku cari kerana tika ini itu yang aku rasakan.hari ini aku perlu bergotong royong ke walimah sepupuku - ku ikhlas ingin berderma keringat, cuma yg buat hatiku tak keruan ialah aku orang yang suka sendiri. sendiri dgn diri. just sendiri. tapi kata ustazahku "kalau kau mati kau tak boleh uruskan segalanya sendiri". aku orang biasa yg suka sendiri dlm mencari diri. terima kasih kerana blog ini. aku lihat dan aku suka dan aku mahu mula dari saat ia tercipta.
salam perkenalan
-sendiri-

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..

Berumur Tigapuluh Sekian

Pic: tara mcpherson Biasanya memasuki umur 30 untuk seorang perempuan lajang akan menghadapi kepanikan-kepanikan ga perlu. Kalaupun kepanikan itu datangnya bukan dari perempuan yang bersangkutan, datangnya dari linkungan sekitarnya: keluarga, teman-teman, tempat kerja. Apalagi yang bisa membuat panik selain soal pasangan. Lingkungan sosial biasanya memang lebih mengkawatirkan soal pasangan ini daripada masalah kontribusi sosial sang perempuan terhadap lingkungannya. Ga punya karir yang jelas juga ga papa yang penting kamu punya pasangan. Dan setelah menemukannya, segeralah menikah. Begitulah nasib sebagian (besar) perempuan yang memasuki dan menjalani usia 30 sekian ini. Seorang baru-baru ini disinisi keluarganya ketika ia menolak lamaran seorang pria. Usia temanku, 34 tahun dan menjomblo beberapa tahun terakhir setelah putus dari pacarnya. "Udah 34 tahun kok masih bisa nolak cowo," begitu kira-kira komentar sinis keluarganya yang lebih panik daripada temanku sendiri. Sementa