Skip to main content

Batalla en el cielo/Battle in Heaven (2005)

* * * *

Aku tuh penasaran berat sama film ini, tapi baru nonton filmnya semalem dan membuatku memincingkan mata.. Mmmm...jadi penasaran sama sutradaranya Carlos Reygadas. Sutradara Mexico angkatan Alejandro Gonjales Inarittu dan punya cara bertutur yang beda banget sama Inarittu. Film ini merupakan film kedua Reygadas setelah film pertamanya, Japon (Japan) dipuji banyak kritikus. Film keduanya ini terasa hening, subtil dan poetic. Meskipun film ini dibuka oleh adegan oral sex yang sangat eksplisit, namun adegan itu justru terasa sangat puitik.

Bercerita tentang Marcos (Marcos Hernandez) dan istrinya (Bertha Ruiz) yang menculit bayi tetangganya untuk mendapatkan uang tebusan. Namun tanpa sengaja, bayi itu mati. Dan film ini berfokus pada pergolakan perasaan Marcos untuk mengatasi rasa bersalahnya ini.

Marcos yang selama ini menjadi supir bagi Ana (Anapola Muskhadiz), Anak jendral militer, mencoba melepaskan beban perasaannya itu dengan membuat pengakuan pada Ana tentang penculikan itu. Ana yang selama ini memilih untuk menjadi PSK untuk kesenangan belaka, mengajak Marcos untuk bercinta dengannya. Meskipun Marcos sangat mencintai istrinya. Saat hari salah satu perayaan umat katolik tiba, Marcos memutuskan untuk ikut dalam pawai para peziarah dan melakukan penebusan dosa.

Secara verbal, film ini mungkin sulit untuk dipahami apa yang sesungguhnya ingin diceritakan. Karena Reygadas memang memilih untuk bercerita lewat bahasa visual yang sangat puitik. Kita bisa melihat pesan yang kuat, ketika Reygadas menampilkan adegan penaikan dan dan penurunan bendera oleh militer di Mexico, dan bagaimana perilaku para peziarah itu ketika mereka ingin melakukan penebusan dosa. Nasionalism dan katolik yang fanatik mewarnai keseharian Mexico. Marcos di sini diposisikan sebagai wakil dari warga Mexico kebanyakan yang menyaksikan semua itu di tengah kemelut persoalannya sendiri.

Aku jadi inget film Why Has Boedhi Dharma Left to The East? karya sutradara Bae Yong Kyun, sangat poetic dan zen. Dan kukira karya Reygadas ini juga terasa sangat katolik mexico dan mistis. Aku jadi melihat sisi lain Mexico yang festive dalam banyak hal, namun menyimpan keheningan dan kebisuan yang sulit dikatakan secara verbal. Tapi kita bisa melihatnya dari pancaran mata Marcos yang mungkin juga mewakili pandangan orang mexico kebanyakan.

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la...

Postcard From Bayreuth

Sebuah postcard dari sahabatku di Bayreuth menyambutku di meja kerja yang kutinggalkan hampir dua minggu. Sahabatku itu, menuliskan sebuah quote yang dia terjemahkan dari postcard ini dan rasanya mewakili banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.. "Suatu saat mungkin aku akan tahu banyak hal yang ada di dunia, tapi kemudian aku bangun dan tetap merasa dan bertindak bodoh.." thanks a million Dian ..