Skip to main content

Shortbus (2006)

* * 1/2

Exxxtremely comedy not only about sex but also sexuality...

sesuai dengan taglinenya, film ini memang menampilkan eksplisit content.. tentang sex dalam kaitannya dengan sexuality sebagian kecil new yorker. John Cameron Mitchell, sutradara asal Texas, mencoba mengangkat persoalan kaum pendatang yang mengalami masalah dalam seksualitas, ketika mereka datang ke new york.

Shortbus adalah nama sebuah klab alternatif, tempat orang-orang yang memiliki masalah sex dan seksualitas, berkumpul dan mencoba memecahkan masalahnya. Swinger, lesbian, gay, para penganut BDSM, bertemu di klab ini dan bebas bereksperimen dengan persoalan sex dan sexuality mereka.

Film ini berfokus pada karakter sofia (sook-yin lee) yang lahir dari keluarga imigran cina di canada dan meniti karir sebagai sex therapist di NYC. Persoalannya, sebagai seorang therapist, sofia mengaku belum pernah merasakan orgasme sekalipun, meski ia dan suaminya telah mencoba bereksplorasi dalam permainan sex mereka. Tokoh lain adalah pasangan homoseksual: James (paul dawson) dan Jamie (PJ De Boy), meski telah menjalin hubungan selama 5 tahun, Jamie merasa, tidak berhasil menyibak tabir kesedihan yang selalu menyelimuti diri James. James selalu merasa hubungannya dengan Jamie hanya bisa dia rasakan sampai sebatas 'kulit' saja, namun tak pernah bisa menyentuh dirinya yang paling dalam. Sampai kemudian, seseorang yang selalu mengikutinya, menyelamatkannya ketika James berusaha bunuh diri dengan menenggelamkan diri di kolam spa tempat dia bekerja. Karakter lain yang juga bermasalah adalah Severin (Lindsay Beamish), punk dominatrik dan menyukai hubungan BDSM, punya latar belakang yang kelam sebagai korban pelecehan seksual dimasa kecilnya.

Di shortbus inilah mereka sering bertemu dan berinteraksi. Sofia sebagai sex therapist berusaha keras menemukan cara bagaimana supaya dia bisa merasakan orgasme. Baginya, ia merasa membohongi banyak kliennya dengan konsultasi yang ia berikan manakala, dirinya sendiri belum pernah merasakan orgasme. Tanpa sadar, sofia memegang kontrol penuh atas relasinya dengan dengan sang suami, dan itu yang mungkin menyebabkan ia terbebani banyak hal ketika berhubungan seks dengan suaminya. Sang suami, Rob (Raphael Baker), justru semakin tak berdaya, ketika sadar, ia tak bisa membuat istrinya orgasme.

Sebenernya konflik-konflik yang diceritakan dalam film ini cukup menarik. Sayangnya aku ngerasa, ada bagian-bagian yang membuat konflik itu menjadi tidak utuh. Misalnya penyelesaian masalah sofia, dan karakter Saverin yang kesannya muncul hanya sebagai pelengkap penderita aja. Dari konflik yang ada.. aku merasa cuma konfliknya James dan Jamie.. yang terasa lebih utuh.. meskipun.. aku agak ngerasa 'ketipu' dengan hasil dokumenter yang dibuat James sebagai film perpisahan disaat dia bunuh diri..'kirain filmnya mau gimana..'

John Cameron Mitchell menurutku terlalu terperosok pada keeksplisitan penggambaran seksnya.. tapi agak kedodoran dalam penceritaan dan jalinan konflik tokoh-tokohnya.. jadinya aku kok kaya ngerasa nonton 9 songs-nya micheal winterbottom cuma lebih ada ceritanya gitu.. buatku film-film dengan eksplisit content begini yang ceritanya jauh lebih kuat sejauh yang pernah aku tonton ya karya-karyanya Larry Clark kaya: Kids, Kenpark.. nungguin What's Up Rocker.. bajakannya belon liat di vertex...

Oya satu hal.. aku paling suka sama maket new york yang jadi ilustrasi kota new york di beberapa scene di film ini..

Comments

Popular posts from this blog

Menjadi Penjilid dan Perjalanan Menemukan Fokus

Playing The Building, foto vitarlenology 2008 Suatu hari, ketika berkunjung untuk pertama kalinya ke markas besar Etsy, di Brooklyn, NYC, tahun 2008, Vanessa Bertonzi yang saat itu bekerja sebagai humasnya Etsy, bertanya padaku "Setelah pulang dari Amerika, apa yang akan kamu lakukan?" Saat itu spontan aku menjawab, "Aku mau jadi desainer stationery." Padahal, aku belum sekalipun punya pengalaman ikut kelas menjilid buku atau hal-hal yang sifatnya mengasah keterampilanku menjilid buku.  Jawabanku lebih didasarkan pada kesukaanku akan stationery terutama sekali notebook dan alat-alat tulis. Desain Stationery seperti apa yang ingin aku buat, itupun masih kabur. Namun rupanya, jawabanku itu seperti mantra untuk diriku sendiri dan patok yang ditancapkan, bahwa perjalanan fokusku dimulai dari situ. Menemukan kelas book binding di Etsy Lab pada saat itu, seperti terminal awal yang akhirnya membawaku menelusuri ‘book binding’ sebagai fokus yang ingin aku dalami. Pert...

Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Pro Aktif Online Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.  Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.  Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan,...

Craftivism: The Art of Craft and Activism

Bahagia sekaligus bangga, bisa terpilih untuk memberikan kontribusi tulisan pada buku tentang craftivism ini. Sementara aku pasang review dan endorsment terlebih dahulu. Untuk resensinya akan aku publikasikan dalam terbitan yang berbeda.  ------ Editor Betsy Greer Arsenal Pupl Press Craftivism is a worldwide movement that operates at the intersection of craft and activism; Craftivism the book is full of inspiration for crafters who want to create works that add to the greater good. In these essays, interviews, and images, craftivists from four continents reveal how they are changing the world with their art. Through examples that range from community embroidery projects, stitching in prisons, revolutionary ceramics, AIDS activism, yarn bombing, and crafts that facilitate personal growth, Craftivism provides imaginative examples of how crafters can be creative and altruistic at the same time. Artists profiled in the book are from the US, Canada, the UK...