Skip to main content

Breaking and Entering (2006)

* * *

Setelah sekian lama absen nonton film, aku memulai lagi melakukan pekerjaan rumah ini. Film yang cerita dan penyutradaraannya digarap Anthony Minghella, niatnya ingin mengangkat persoalan perbedaan ras dan kelas di London antara kelas menengah dan imigran dalam balut cerita drama hadirnya orang ketiga. Sayangnya masalah kelas ini ga berhasil dibidik dengan tajam oleh Minghella.

Bercerita tentang Will Francis (Jude Law), seorang urban designer (yeahhh aku suka sama latar belakang profesinya.. remind me someone...) yang mencoba menemukan cinta dari perempuan Swedia-Amerika_Liv (Robin Wright Penn) dan anak perempuannya yang mengidap spektrum autis. LIv yang begitu melankoli, tidak mudah membuka pintu hatinya untuk bisa sepenuhnya dicintai oleh Will. LIv ragu untuk mengundang Will masuk ke dalam lingkaran kehidupannya dan sepenuhnya ikut terlibat mengasuk anak perempuan Liv.

Di tengah kegamangan itu, Will lebih memilih tenggelam dalam pekerjaannya sebagai urban designer yang saat itu di firma arsiteknya sedang menggarap penataan ulang wilayah King Cross, di daerah slum London. Bersama rekannya Sandy (Martin Freeman), Will membuka kantor dari bekas gudang di daerah King Cross. Sindikat mafia yang berasal dari imigram Bosnia beberapa kali membobol firmanya dan mengambil semua komputer yang ada di firma itu. Sampai akhirnya di ketahui, seorang pemuda Bosnia, bernama Miro (Ravi Gavron) menjadi kaki tangan pencurian ini.

Will sempat membuntuti dimana Miro tinggal, sampai kemudian ia menemukan Amira (Juliette Binoche) seorang penjahit yang tak lain adalah ibunya Miro.WIll sengaja pura-pura menjahitkan jasnya pada Amira dengan maksud meneliti keberadaan Miro. Namun lama kelamaan kunjungannya ke tempat Amira, berbuntut affair diantara mereka. Will yang sedang gamang itu, mengira bisa menemukan cinta yang lain dari diri Amira. Meski Amira akhirnya mengetahui maksud awal Will mendekatinya. Amira merasa di manfaatkan.

Pada titik ini, ceritanya jadi agak bias, antara masalah siapa memanfaatkan siapa, persoalan perbedaan ras, kelas anatara imigran dan kelas menengah, dan penyelesaian konflik rumah tangga. Jude Law selalu bermain sebagai Jude Law. Rasanya sulit baginya bertransformasi menjadi seutuhnya menjadi karakter yang ia mainkan. Atau mungkin juga Jude Law memang selalu kebagian peran yang seperti itu. Di sini, kita menemukan Jude Law yang ga terlalu jauh beda dengan Jude Law di 'Closer'. Sementara karakter Robin Wright Penn, sebagai perempuan Swedia yang dingin dan melankoli jadi terlalu berlebihan. Hanya Juliette Binoche yang terasa pas dengan karakternya.

Satu hal yang aku suka adalah profesi Will yang urban designer itu, juga firma arsiteknya. Tapi ada satu kutipan yang aku catet di beberapa adegan akhir film ini. Liv sempat marah saat Will membantu Miro dari tuduhan kriminal yang dilakukannya. Liv menggugat Will 'Kenapa kamu mencari cinta di luar sana? kenapa kamu tidak mencarinya dariku?' Will saat itu menjawabnya: 'kukira aku bisa menemukannya di luar sana, tapi ternyata cinta itu memang ada padamu..' yeah.. sebuah kutipan yang terdengar klise dari sebuah cerita perselingkuhan, tapi dalam kehidupan nyata hal-hal yang klise seperti ini justru sulit untuk di pahami dan dimengerti.

Untuk sebuah film drama, film ini cukup lumayan lah.. apalagi bagi penyuka film-film bertema perselingkuhan..

Comments

Popular posts from this blog

“Rethinking Cool” Gaya Anak Muda Bandung

pic by egga Tak sengaja, suatu siang, saya mendengar percakapan dalam bahasa Sunda dua orang anak laki-laki berseragam SMP di angkot Cihaheum-Ledeng, dalam perjalanan ke tempat kerja saya. “Maneh geus meuli sendal 347 can?” pertanyaan dalam bahasa sunda yang artinya: ‘kamu sudah beli sendal 347 belum? ‘, mengusik saya. Secara reflek, saya memandang si penanya yang duduk di hadapan saya. Ketika memandang mimik mukanya yang berapi-api, mata saya terpaut pada ransel sekolah yang ada dipangkuannya, merek 347, menghiasi ransel berwarna biru tua itu. Temannya yang duduk di sebelah saya menjawab: “acan euy, ku naon aya nu anyar?’ (belum, kenapa ada yang baru?) . Anak SMP yang duduk di hadapan saya itu setengah memarahi temannya: “Payah siah, meuli atuh meh gaul!” (payah kamu, beli dong biar gaul). Saya kaget, sekaligus geli dengan dua orang anak SMP itu. Kegelian saya bukan karena ekspresi mereka, tapi bayangan dandhy yang tiba-tiba muncul di kepala saya. Teman saya, si pemilik clothing la

Hujan Semalam di Malaysia, Banjir Sebulan di Sembakung*

Foto oleh tarlen Creative Commons Tulisan ini adalah catatan penelitan lapangan yang dibuat untuk Yayasan Interseksi. Tarlen Handayani adalah anggota Tim Peneliti Hak Minoritas dan Multikulturalisme di kawasan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Sembakung. Sebuah tempat yang sama sekali asing dan saya putuskan sebagai tujuan dari penelitian ini, saat sampai di Nunukan, Kalimantan Timur. Dari rencana semula, wilayah penelitian saya adalah Kepulauan Mentawai, tepatnya di Siberut. Namun, saat workshop persiapan sebelum berangkat ke lapangan, tempat penelitan sepakat di pindah ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur atas pertimbangan beberapa informasi, bahwa Siberut terancam tsunami. Saya menyepakati kepindahan lokasi itu, meski berarti saya harus mempersiapkan semuanya lagi dari awal. Salah satu mentor workshop, Dave Lumenta , memberikan rekomendasi beberapa daerah di sekitar Kecam

Menjadi Kecil Itu Pilihan

Tobucil jepretan Chandra Mirtamiharja Aku sering sekali di tanya, apakah suatu hari nanti tobucil akan menjadi tobusar alias toko buku besar? meski seringnya kujawab sambil bercanda, tapi aku serius ketika bilang, tobucil akan tetap menjadi tobucil. Karena tobucil tetap memilih menjadi kecil. Sebagaian yang mendengar jawabanku bisa menerima meski mungkin ga ngerti-ngerti amat dengan maksudku 'tetap menjadi kecil' , tapi sebagian lagi biasanya langsung protes dan merasa aneh dan menganggapku tidak punya cita-cita besar dan tidak mau mengambil resiko menjadi besar. Biasanya aku akan balik berkata pada mereka yang merasa aneh itu, 'memilih tetap kecil itu bukan pilihan yang mudah loh.' Mungkin ada teman-teman yang kemudian bertanya, 'mengapa menjadi kecil itu bukan pilihan yang mudah?' bukankan kecil  itu sepele, remeh dan sederhana? Ketika memulai sebuah usaha dari hal yang kecil, remeh dan sederhana, itu menjadi hal yang mudah dilakukan. Namun jika sebuah